Teknologi.id - Pesatnya perkembangan teknologi membuat penggunaan kecerdasan buatan sebagai teknologi tempur masa depan bukanlah hal yang tidak mungkin, bahkan dapat menjadi andalan ke depannya. Terbaru, Pentagon Amerika Serikat dikabarkan tengah mengembangkan alat tempur berbasis kecerdasan buatan (AI) yang mampu mengambil keputusan untuk membunuh manusia atau tidak.
Menurut laporan The New York Times, alat tempur yang berbentuk drone dan berbasis kecerdasan buatan (AI) ini kabarnya dapat mendeteksi dan membidik target secara akurat serta dapat membuat keputusan untuk membunuh manusia.
AS mempersiapkan alat tempur berbasis AI ini untuk menghadapi Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLA), seperti yang diungkapkan oleh Wakil Menteri Pertahanan Kathleen Hicks, dilansir dari Insider. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya AS untuk menyeimbangkan kekuatan dengan PLA yang memiliki jumlah pasukan lebih besar.
Wakil Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Kathleen Hicks menyampaikan dalam pidatonya pada Agustus lalu bahwa teknologi drone berbasis AI akan memberikan keunggulan bagi negara yang dipimpin oleh Joe Biden dibandingkan dengan kekuatan militer China. Menurut laporan Reuters, dia menyatakan, "Kita akan melawan pasukan China dengan pasukan kita. Namun, pasukan kita lebih sulit diakali, sulit dijatuhkan, sulit dikalahkan."
Meskipun demikian, Marsekal Frank Kendall, Kepala Staf Angkatan Udara AS, mengklarifikasi bahwa drone tersebut hanya dapat menjalankan kemampuannya ketika diawasi oleh manusia.
Beberapa negara menentang
Beberapa negara diketahui telah berupaya melobi PBB agar diterapkan kebijakan pelarangan penggunaan AI dalam pengembangan drone pembunuh, AS sendiri menunjukkan sikap penentangan terhadap negosiasi tersebut.
Dilansir dari laporan The Times, hal tersebut disetujui oleh beberapa negara lainnya, yaitu, Israel, Rusia, dan Australia yang sependapat dengan AS, mereka ingin pengembangan teknologi untuk militer tidak dibatasi.
Pada Oktober lalu, The New Scientist melaporkan bahwa drone yang dikendalikan oleh kecerdasan buatan telah digunakan dalam perang Ukraina melawan invasi Rusia. Meskipun demikian, belum jelas apakah alat tersebut telah menimbulkan kerugian pada manusia. Permintaan konfirmasi kepada Pentagon pun masih belum mendapatkan tanggapan hingga saat ini.
(dwk)