Teknologi.id - Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, sedang mempersiapkan langkah besar dalam merombak kebijakan terkait teknologi kecerdasan buatan (AI). Dalam langkah strategis ini, Trump menggandeng Elon Musk, pemilik media sosial X, yang juga merupakan kritikus regulasi pemerintah, untuk memimpin reformasi besar-besaran di sektor AI. Perubahan kebijakan ini dapat memengaruhi berbagai aspek terkait regulasi dan pengembangan teknologi AI di Amerika Serikat, yang berpotensi membawa dampak besar bagi masa depan inovasi teknologi di negara tersebut.
Baca juga: Donald Trump Berencana Cabut Larangan TikTok di Amerika Serikat pada 2025
Perubahan Kebijakan AI yang Direncanakan Trump
Donald Trump berencana untuk
mengubah kebijakan AI yang telah diterapkan oleh pemerintahan Joe Biden. Salah
satu langkah pertama yang direncanakan adalah mencabut perintah eksekutif yang
dikeluarkan oleh Biden mengenai pengelolaan risiko keamanan nasional terkait AI
dan pencegahan diskriminasi dalam sistem AI. Dalam dokumen Partai Republik,
aturan yang diterapkan oleh Biden disebut sebagai "ide radikal sayap
kiri" yang dianggap menghambat inovasi teknologi. Trump dan timnya percaya
bahwa langkah-langkah tersebut terlalu membatasi potensi pengembangan
kecerdasan buatan yang dianggap dapat mendorong kemajuan ekonomi dan teknologi
di Amerika Serikat.
Namun, penghapusan regulasi ini
membawa risiko yang signifikan, terutama terkait dengan pengawasan dan potensi
penyalahgunaan teknologi AI. Para ahli teknologi memperingatkan bahwa tanpa
pengawasan yang ketat, AI dapat berkembang dengan cara yang sangat berbahaya.
Risiko Diskriminasi dan Bias
dalam AI
Salah satu risiko terbesar yang
terkait dengan kecerdasan buatan adalah kemungkinan diskriminasi yang
dihasilkan dari penggunaan AI yang tidak terkendali. Sandra Wachter, seorang
profesor di Oxford Internet Institute, menjelaskan bahwa teknologi AI sering
kali mereplikasi bias manusia, seperti prasangka terhadap ras atau gender,
karena dilatih menggunakan data historis. Sistem AI yang digunakan dalam
berbagai sektor, seperti perekrutan tenaga kerja dan pemberian kredit,
berpotensi memperkuat bias-bias tersebut, yang akhirnya merugikan kelompok
tertentu dalam masyarakat.
AI yang dilatih dengan data
historis dapat mengidentifikasi pola-pola masa lalu yang mengandung bias,
seperti siapa yang pernah dipekerjakan atau siapa yang pernah dipenjara. Hal
ini berisiko memperburuk ketidakadilan sosial dan menciptakan ketimpangan dalam
keputusan penting yang diambil oleh sistem berbasis AI.
Andrew Strait dari Ada Lovelace
Institute juga memperingatkan bahwa penggunaan AI dalam kepolisian prediktif
berisiko memperburuk ketidakadilan sosial. Data historis yang mencerminkan
praktik over-policing atau penegakan hukum yang berlebihan terhadap komunitas
tertentu bisa memperburuk stereotip dan meningkatkan perhatian terhadap
komunitas-komunitas yang sudah rentan. Ini dapat menciptakan lingkaran setan
ketidakadilan yang sulit diatasi.
Ancaman Disinformasi dan Serangan Siber
Selain risiko diskriminasi,
penggunaan AI yang tidak terkendali juga berpotensi memicu penyebaran
disinformasi yang masif. AI kini dapat digunakan untuk membuat konten palsu
dengan kualitas yang hampir tidak bisa dibedakan dari kenyataan. Salah satu
contoh nyata adalah penyebaran gambar palsu dan rekaman suara tiruan presiden
dalam pemilu AS, yang menunjukkan potensi AI dalam menciptakan disinformasi
yang bisa mengancam integritas proses demokrasi.
Kemampuan AI untuk menciptakan
informasi palsu tidak hanya terbatas pada gambar dan video, tetapi juga pada
suara dan teks. Dalam pemilu yang semakin bergantung pada media sosial, ancaman
disinformasi AI menjadi sangat besar, karena sulit bagi masyarakat untuk
membedakan antara informasi yang benar dan palsu.
Selain disinformasi, AI juga bisa
digunakan untuk serangan siber yang lebih canggih. Dengan kemampuan otomatisasi
yang dimilikinya, AI dapat digunakan untuk meretas sistem dengan lebih cepat
dan lebih efisien. Bahkan, beberapa ahli, seperti Manoj Chaudhary dari
Jitterbit, memperingatkan bahwa AI dapat digunakan untuk menciptakan senjata
otonom yang dapat menyebabkan kerusakan yang lebih besar dan lebih luas. Ini
menunjukkan bahwa AI bukan hanya ancaman untuk sektor-sektor tertentu, tetapi
juga bagi keselamatan dan stabilitas global.
Potensi Ancaman Eksistensial
Sebuah laporan dari Departemen Luar Negeri AS menyebutkan bahwa AI berpotensi menjadi ancaman eksistensial bagi umat manusia. Teknologi ini dapat mengarah pada serangan dunia maya yang dapat melumpuhkan infrastruktur penting atau merusak sistem yang mendukung kehidupan sehari-hari. Jika AI berkembang tanpa pengawasan yang memadai, potensi kerusakannya akan semakin besar, yang mengarah pada ancaman yang lebih nyata terhadap keamanan global.
Baca juga: Grok AI Ungkap Elon Musk Sebagai Penyebar Misinformasi Terbesar di X
Peran Elon Musk dalam Reformasi Kebijakan AI
Elon Musk, yang telah lama
memperingatkan tentang potensi bahaya AI, diperkirakan akan memainkan peran
penting dalam merumuskan kebijakan baru yang lebih ketat terkait teknologi ini.
Musk, yang kini memimpin perusahaan xAI, telah memperingatkan bahwa AI yang tak
terkendali dapat menjadi ancaman eksistensial bagi manusia. Dalam pemerintahan
Trump, Musk kemungkinan besar akan mendorong regulasi yang lebih ketat untuk
mengawasi perkembangan AI.
Namun, di sisi lain, beberapa
pihak di lingkaran Trump, seperti wakil presiden terpilih JD Vance, menyatakan
bahwa regulasi yang terlalu ketat dapat menghambat inovasi dan memperkuat
dominasi perusahaan teknologi besar seperti Tesla. Hal ini menunjukkan bahwa
masa depan kebijakan AI di Amerika Serikat masih sangat dipengaruhi oleh
perdebatan yang ada mengenai keseimbangan antara inovasi dan pengawasan.
Masa depan kebijakan AI di bawah
pemerintahan Trump menjadi sangat penting untuk diperhatikan, karena perubahan
kebijakan ini akan mempengaruhi cara teknologi AI berkembang di Amerika Serikat
dan di seluruh dunia. Meskipun ada potensi untuk mendorong inovasi,
risiko-risiko yang terkait dengan diskriminasi, disinformasi, serangan siber,
dan ancaman eksistensial harus menjadi perhatian serius. Oleh karena itu,
penting untuk memastikan bahwa pengawasan dan regulasi yang tepat tetap ada
untuk memitigasi bahaya yang mungkin muncul dari perkembangan kecerdasan buatan
yang tidak terkendali.
Baca Berita dan Artikel yang lain
di Google
News
(emh)
Tinggalkan Komentar