Teknologi.id - DKI Jakarta saat ini tengah menerapkan PSBB tahap kedua semenjak 24 April hingga 22 Mei 2020 nanti, sementara PSBB tahap pertama telah selesai diberlakukan dari tanggal 10 sampai 24 April 2020 lalu.
Namun, bila dilihat dari kacamata riset, seberapa efektifkah penerapan PSBB di Jakarta? Apakah benar-benar efektif atau tidak?
Ternyata berdasarkan riset dari Facebook yang bermitra dengan Lembaga penelitian Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia dan juga riset dari dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono yang menggunakan Big Data Google, menunjukkan PSBB tahap pertama cukup efektif terutama untuk penurunan aktivitas di dalam kota.
Namun, analisa PSBB tahap kedua justru menemukan aktivitas publik di DKI Jakarta meningkat tinggi, terlihat semakin banyak masyarakat yang beraktivitas di luar rumah, sehingga PSBB tahap dua dinilai tidak efektif.
Kesimpulan tersebut didukung oleh data dari pelanggan seluler Telkomsel dan analisa pengguna smartphone dari situs LotaData, serta hasil rekaman CCTV Pemprov DKI Jakarta yang menunjukkan peningkatan aktivitas di luar rumah selama PSBB tahap dua.
BACA JUGA: Viral Mal CBD Ciledug Dibanjiri Pengunjung di Tengah PSBB
Riset pertama menggunakan data yang diambil dari fitur Facebook bernama Peta Pencegahan Penyakit pada tanggal 1-9 April 2020 atau sebelum PSBB dan 10-20 April 2020 atau saat PSBB diterapkan untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya yakni Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Peneliti CSIS, Edbert Gani, mengungkapkan dari hasil analisis terlihat bahwa pergerakan masyarakat, terutama dari Jakarta-Bekasi dan Jakarta-Banten, sesudah kebijakan PSBB Jakarta tidak banyak berubah dibandingkan sebelum PSBB Jakarta diberlakukan.
"Selain itu, penurunan mobilitas harian masyarakat yang signifikan hanya terjadi pada akhir pekan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah jumlah pekerja sektor informal yang cukup tinggi dan melakukan perjalanan ke pusat aktivitas ekonomi di Jakarta," jelas Gani dalam konferensi pers virtual, Selasa (19/5).
Lebih lanjut, Gani menyampaikan bahwa PSBB dapat mengurangi aktivitas di dalam kota, namun belum cukup efektif untuk menekan lalu lintas pergerakan orang dari dan ke Jakarta. Hal tersebut dapat memicu munculnya episentrum COVID-19 baru selain di Jakarta.
BACA JUGA: Kominfo Gelar Pelatihan Online Jadi Influencer
Hasil riset tersebut sejalan dengan riset yang dilakukan Dosen FKM UI Pandu Riono menggunakan Big Data Google untuk mengambil sampel penduduk Jakarta pengguna Android yang tinggal di rumah.
Terlihat pada grafik bulan Maret-April-Mei, jumlah orang yang tinggal di rumah sejak diberlakukan PSBB di Jakarta awalnya terus menanjak. Kenaikan itu juga selaras dengan penurunan laporan jumlah kasus baru COVID-19 harian.
"Bila kita memperhatikan kenaikan proporsi penduduk yang tinggal di rumah di atas 0.55, dua minggu kemudian diikuti penurunan laporan jumlah kasus per hari," kata Pandu dikutip dari kumparan, Jumat (15/5).
Namun, kenaikan tersebut tidak berlangsung lama, memasuki PSBB fase ke-2 dan bulan Ramadhan cenderung mengalami penurunan. Akibatnya, penurunan kasus juga tertahan dan kurva mendatar.
"Tetapi kenaikan jumlah yang tinggal di rumah hanya mendekati 0.6 saja dan cenderung menurun. Maka penurunan kasus tertahan dan kurva mendatar. Selama Ramadhan juga penduduk cenderung keluar rumah, ngabuburit, dan cari takjil misalnya," ungkap Pandu.
Pandu juga mengingatkan meningkatnya jumlah warga yang beraktivitas di luar rumah pada saat PSBB beberapa pekan terakhir ini merupakan bukti tidak keseriusannya pemerintah untuk menerapkan suatu kebijakan. Tanpa pengawasan, PSBB akan sulit dilakukan.
BACA JUGA: Trendingnya Penutupan McD Sarinah di Tengah PSBB, Netizen: Welcome Corona!
Hasil riset yang cenderung sama juga terlihat dari pemantauan pergerakan pengguna seluler Telkomsel. Dirut Telkomsel, Setyanto Hantoro menyebut pelaksanaan PSBB tahap awal di Jakarta cukup berhasil. Hal itu terlihat dari pergeseran komposisi penggunaan data pelanggan di rumah dan di kantor.
"Sebelum PSBB, 60 persen pelanggan menggunakan telepon selulernya di rumah dan 40 persen di kantor. Setelah PSBB, penggunaan di kantor menurun 20 persen menjadi tinggal 20 persen. Jadi komposisi penggunaan di rumah dan kantor menjadi 80:20. Data itu pada 3-4 minggu pertama PSBB," jelas Setyanto, dalam keterangan resminya.
Namun, menurut Dirut Telkomsel itu pada dua pekan terakhir, terlihat perubahan menuju komposisi awal. "Mungkin orang sudah bosan di rumah dan mulai kembali bergerak keluar," katanya.
Baca juga: Pemerintah Serukan "The New Normal' untuk Hadapi COVID-19, Apa Itu?
Peningkatan aktivitas warga Jakarta juga terlihat dari pemantauan olah data CCTV dengan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dari Pemprov DKI jakarta yang bekerja sama dengan Nodeflux.
Berdasarkan data yang diperoleh dari sekitar 1.500 stream CCTV publik di Jakarta pada tanggal 16-18 Mei 2020, rata-rata kepadatan orang di ruang publik mencapai 600-700 orang. Artinya, masih banyak warga Jakarta yang berkeliaran di luar rumah, baik yang berjalan kaki, maupun naik kendaraan.
Baca juga: Pulihkan Ekonomi, Ini Dia Skenario 'The New Normal' ala Pemerintah
Selain pantauan mobilitas di dalam kota Jakarta, selama PSBB ternyata banyak warganya yang eksodus ke luar daerah. Hal ini berdasarkan data milik LotaData yang menganalisis data pergerakan 9.608.000 perangkat smartphone.
Meskipun pada PSBB tahap pertama jumlah warga Jakarta yang pergi ke luar kota menurun. Pergerakan ke luar DKI kembali terlihat meningkat pada pekan ketiga April dan memasuki PSBB tahap kedua.
(sz)
Tinggalkan Komentar