Teknologi.id- Pada tanggal 5 November 2024, dunia menyaksikan sejarah baru dalam eksplorasi antariksa dengan peluncuran LignoSat, satelit kayu pertama di dunia.
Dikembangkan oleh Universitas Kyoto dan perusahaan Sumitomo Forestry, LignoSat merupakan inovasi yang menggabungkan teknologi canggih dengan bahan alami, yaitu kayu Hoonoki.
Satelit ini diluncurkan menggunakan roket SpaceX dari Kennedy Space Center di Florida, Amerika Serikat. Proyek ini dipimpin oleh Takao Doi, seorang astronot dan profesor di Universitas Kyoto.
Baca Juga: China Berhasil Luncurkan 18 Satelit untuk Saingi Starlink
Kayu yang dipilih untuk pembuatan satelit ini adalah kayu Hoonoki. Kayu ini dipilih karena kekuatannya yang luar biasa dan kemampuannya untuk bertahan dalam kondisi ekstrem. Kayu ini juga dikenal di Jepang sebagai bahan pembuatan sarung pedang tradisional.
Penggunaan kayu sebagai bahan utama satelit ini bertujuan untuk mengurangi sampah antariksa.
Satelit konvensional yang terbuat dari logam dapat menghasilkan partikel logam yang berbahaya saat kembali ke atmosfer Bumi.
Sebaliknya, ketika kembali ke bumi, kayu tentunya akan terbakar habis tanpa meninggalkan residu berbahaya, sehingga lebih ramah lingkungan.
Satelit LignoSat diluncurkan sebagai bagian dari misi pasokan ulang ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Setelah tiba di ISS, satelit ini akan dilepaskan ke orbit setinggi 400 kilometer di atas Bumi.
Satelit berbahan dasar kayu pertama di dunia ini merupakan satelit uji coba karena misi utama dari LignoSat adalah menguji kekuatan dan ketahanan kayu dalam kondisi ruang angkasa yang ekstrem, termasuk perubahan suhu yang drastis dan radiasi kosmik.
Para ilmuwan akan memantau data yang dikirim oleh LignoSat untuk memeriksa tanda-tanda ketegangan dan kerusakan pada material kayu.
Hasil dari misi ini diharapkan dapat membuka jalan bagi penggunaan bahan-bahan alami lainnya dalam konstruksi satelit dan struktur antariksa di masa depan. Keberhasilan LignoSat tidak hanya menandai pencapaian teknologi yang luar biasa, tetapi juga membuka peluang baru dalam eksplorasi antariksa.
Baca Juga : Indonesia Bakal Luncurkan 13.400 Satelit LEO: Siap Saingi Starlink?
Penggunaan bahan yang dapat diperbarui seperti kayu dapat mengurangi dampak lingkungan dari misi antariksa dan membantu menciptakan sistem yang lebih berkelanjutan.
Takao Doi menyatakan bahwa satelit yang tidak terbuat dari logam harus diperbanyak di masa depan.
Dengan keberhasilan LignoSat, diharapkan lebih banyak penelitian dan pengembangan akan dilakukan untuk mengeksplorasi potensi bahan-bahan alami lainnya dalam teknologi antariksa.
LignoSat adalah bukti bahwa inovasi dan keberlanjutan dapat berjalan beriringan. Dengan memanfaatkan kayu sebagai bahan utama, proyek ini menunjukkan bahwa kita dapat menemukan solusi ramah lingkungan untuk tantangan teknologi modern.
Selain itu, penggunaan kayu sebagai sebuah satelit akan memakan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan bahan logam atau komposit yang biasanya digunakan dalam konstruksi satelit. Ini dapat mengurangi biaya produksi dan peluncuran satelit.
Kayu juga merupakan sumber daya yang dapat diperbarui dan tersedia secara luas. Penggunaan kayu dapat mengurangi ketergantungan pada bahan-bahan yang lebih langka dan mahal.
Selain itu, sifat isolasi termal yang dimiliki oleh kayu dapat membantu melindungi komponen internal satelit dari perubahan suhu ekstrem di ruang angkasa.
Beberapa jenis kayu juga memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi, yang dapat membantu melindungi perangkat elektronik di dalam satelit dari kerusakan akibat radiasi kosmik.
Tidak heran jika dengan berbagai manfaat yang diberikan, kayu menjadi sebuah pilihan para pengembang untuk dijadikan sebuah bahan dasar membuat satelit.
Keberhasilan satelit berbahan dasar kayu yang disebut sebagai LignoSat ini tentunya sudah menjadi sebuah pembuka jalan untuk babak baru dalam eksplorasi antariksa dan memberikan harapan bahwa masa depan antariksa dapat lebih hijau dan berkelanjutan.
Peluncuran LignoSat adalah langkah kecil bagi manusia, tetapi lompatan besar bagi teknologi antariksa yang berkelanjutan.
Dengan terus mendorong batasan dan mencari solusi inovatif, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Baca berita dan artikel lainnya di Google News
(nda)
Tinggalkan Komentar