Foto: PCMag
Teknologi.id – Salah satu platform untuk berbagi konten video, YouTube, dilaporkan tengah menyiapkan sebuah toko online untuk berlangganan langganan konten dari platform streaming lain. Toko online yang tengah digarap YouTube tersebut akan bernama “Channel Store” yang dimana pengguna bisa berlangganan dari platform video streaming lain.
Indonesia peringkat ketiga di dunia dalam penggunaan YouTube
YouTube merupakan aplikasi berbagi video yang populer, terutama di Indonesia. Bahkan, Indonesia menempati peringkat ketiga terbesar dalam penggunaan aplikasi YouTube ini di dunia. Kepopuleran YouTube dewasa ini memang tidak bisa diragukan lagi.
Baca juga: Cara Akses YouTube Premium Gratis Selamanya!
YouTube kini tengah menggarap sebuah toko online di dalam platform mereka. Menurut laporan dari website Wall Street Journal (WSJ), YouTube tengah mendiskusikan perihal Channel Store bersama sejumlah perusahaan hiburan.
Sebelum pengguna bisa menikmati Channel Store, YouTube dikabarkan tengah menggodok toko online tersebut supaya menemukan titik tengah dengan perusahaan penyedia layanan video streaming lainnya. Sampai saat ini pun belum ada laporan mengenai perusahaan mana yang nantinya akan bekerja sama dengan YouTube.
Menurut beberapa sumber, Channel Store tersebut akan segara hadir pada sekitar bulan September – Oktober atau sekitar musim gugur di Amerika Serikat. Sejalan dengan YouTube telah mengembangkan Channel Store selama 18 bulan.
Saat ini YouTube telah mengizinkan pengguna pelanggan berbayar paket Youtube TV untuk menambahkan layanan berlangganan lainnya ke dalam paket mereka. Terutama HBO Max sudah bisa dinikmati para pelanggan berbayar paket Youtube TV.
Berbeda dengan pelanggan berbayar aplikasi atau website YouTube, saat ini kita belum bisa menikmati langganan streaming ke platform lain dari aplikasi atau website YouTube. Konsep Channel Store yang tengah dikembangkan ini nantinya adalah sama dengan YouTube TV. Di mana melalui satu aplikasi YoTube, pelanggan dapat menikmati konten streaming dari platform lain.
Sampai tulisan ini dibuat, belum ada laporan resmi mengenai sistem dan harga yang akan dikenakan pelanggan. Pihak YouTube sendiri kabarnya tengah menghadapi tahap diskusi mengenai cara membagi pendapatan biaya berlangganan dengan mitranya.
Namun, perusahaan mitra kemungkinan harus membagikan penghasilan dari setiap pembelian melalui Channel Store-nya YouTube. Kemungkinan terbesar adalah harga dari setiap layanan streaming tiap platform akan berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan banyaknya platform streaming yang akan bergabung menjadi mitra.
Dengan demikian, YouTube di sini memposisikan diri mereka sebagai “gerbang” ke berbagai platform streaming lain. Dalam praktik tersebut, biasanya perusahaan akan berbagi komisi dengan mitra mengenai pembelian konsumen. YouTube yang tengah mendiskusikan hal tersebut yang tentunya tiap perusahaan mitra akan memiliki syarat yang berbeda-beda untuk disepakati.
Penghasilan YouTube Berkurang
Hadirnya Channel Store memungkinankan perusahaan YouTube mendulang penghasilan baru. Kabarnya pertumbuhan bisnis YouTube kini telah mengalami penurunan dikarenakan pendapat iklan yang seret.
Sebagaimana dilaporkan dari induk Google serta YouTube, Alphabet, pertumbuhan pendapat iklan YouTube lebih rendah jika dibandingkan dengan kuartal II tahun 2021.
Dalam laporannya, pendapatan iklan YouTube tumbuh menjadi 4,8 persen pada kuartal II tahun 2022 menjadi senilai 7,34 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 111,1 triliun. Angka tersebut meleset dari perkiraan analis yang terhitung akan naik di angka 7 persen menjadi 7,49 miliar dollar AS atau senilai Rp 112 triliun.
Pertumbuhan pendapat iklan yang menurun tersebut membuat YouTube membanting pikiran untuk menutup penghasilan. Jika melihat faktor penyebabnya, penurunan penghasilan iklan tidak lain disebabkan oleh kondisi pandemi di seluruh dunia.
Baca juga: Cara Agar YouTube Tetap Berjalan Meski Layar HP Dimatikan
Mengutip Kompas.com, CFO Alphabet, Ruth Porat, melaporkan pendapatan perusahaan dikarenakan pandemi. Lambatnya pendapatan iklan YouTube tersebut dinilai cukup wajar, karena melemahnya sektor ekonomi di kala pandemi.
“Waktu akan membawa kita melewati putaran. Jadi, itu perhitungan yang jelas,” terang Porat kepada analis dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, Ia juga mengatakan bahwa seretnya pendapat iklan YouTube juga dikarenakan kondisi ekonomi makro sedang tidak menentu. Hal tersebut membuat klien memikirkan keputusannya hingga dua kali sebelum memutuskan beriklan di platform YouTube.
Nah, seperti itulah perkembang YouTube garap Channel Store mereka. Bila sampai waktunya Channel Store terwujud, pengguna YouTube pun tidak perlu mengunduh banyak aplikasi streaming lain untuk menikmati konten film, musik, dan bahkan TV.
(aka)
Tinggalkan Komentar