Teknologi.id - Setelah tsunami menghantam Lampung dan Banten pada Minggu (23/12) lalu, kita di sini kembali menyadari betapa pentingnya jaringan pendeteksi tsunami seperti pelampung tsunami. Pelampung tsunami adalah salah satu peralatan terpenting yang tidak boleh diabaikan sama sekali.
Seperti apa pentingnya peralatan ini? Mari kita bahas!
Pelampung Tsunami sebagai Garis Depan Anomali Laut
Battleship (Film 2012)
Kalau kamu pernah menonton film
Battleship, kamu pasti melihat bagaimana Kapten Nagata menawarkan penggunaan teknologi pelampung tsunami sebagai radar di Hawaii. Memanfaatkan teknologi pendistribusian air, mereka bisa melacak musuh dengan membaca arus laut. Pergerakan arus laut yang aneh atau tidak biasa membuat mereka bisa melacak keberadaan kapal alien tersebut.
Selain itu, dengan aplikasi
NOAA atau yang disebut sebagai
National Oceanographic and Atmospheric Administration, pemerintah bisa memonitor setiap deteksi arus laut. Jika terdapat banyak indikasi kalau pergerakan laut mulai aneh, maka pemerintah bisa mengeluarkan perintah evakuasi.
Baca juga: Telah Ditemukan Sistem Peringatan Dini Tsunami yang Mutakhir dan Lebih Cepat
Perlunya Jaringan yang Efisien
Jaringan yang efisien diperlukan untuk menghadapi bencana alam seperti ini. Untuk BMKG, seharusnya mereka dipasang dengan jaringan dari gunung berapi, laut, dan cuaca. Karena bencana alam dapat terjadi kapan saja, makanya efisiensi diperlukan supaya peringatan dini bisa disampaikan.
Dalam kasus tsunami di Selat Sunda, pelampung tsunami mengalami kerusakan dan tidak berfungsi sehingga tidak bisa mendeteksi adanya anomali pergerakan laut. Pergerakan laut di pantai juga bisa menjadi basis monitor untuk mengetahui kalau ada tsunami atau tidak.
Di Amerika Serikat, sekeliling Hawaii selalu dipasang pelampung tsunami karena mereka mengawasi Gunung Kilauea yang bisa meletus kapan saja. Karena pergerakan laut selalu tidak bisa terbaca setiap saat, NOAA selalu memonitor arus laut supaya mereka bisa siap mengevakuasi penduduk kapan saja.
Tidak Adanya Latihan dan Antisipasi
Melihat kasus di Jepang, jumlah korban ketika Gempa Tohoku 2011 tidak sampai 25,000 korban jiwa padahal gempa mencapai 9.0 skala Richter dan tsunami mencapai 10 km ke darat. Jika terjadi di Indonesia, jumlah korban jiwa bisa mencapai lebih dari 100,000 karena ketidaksiapan kita dalam menghadapi bencana alam. Selain itu, pemerintah terkesan tidak peduli dan itu terbukti dari tidak adanya teknologi pendeteksi tsunami serta jaringannya.
Padahal Indonesia sendiri berada di daerah
Red Zone atau zona berbahaya. Berada di kawasan cincin api, Indonesia merupakan negara paling rentan terkena bencana alam.
Jika ada pelampung tsunami, otomatis kita bisa siap untuk mengantisipasi jika terjadi anomali yang mengarah ke tsunami. Jika disambungkan ke sirine, otomatis kita bisa mengurangi korban jiwa ketika tsunami terjadi.
(AMS)
Tinggalkan Komentar