Foto: Wallpaper Access
Teknologi.id – Kebocoran data pribadi,
perusahaan, maupun negara akibat serangan siber terus menjadi topik yang
menarik untuk dibicarakan, terlebih dalam dunia yang semakin digital seperti
sekarang. Di mana budaya online bahkan semakin kental dengan masyarakat lantaran desakan
situasi pandemi COVID-19.
Barbarengan dengan berkembangnya Internet
of Things (IoT) untuk industri dan juga mulai diaplikasikannya
jaringan berkecepatan tinggi Generasi 5 (5G), kawasan Asia Pasifik diprediksi
bakal menjadi kawasan dengan pangsa pasar Industrial
Internet of Things (IIoT) terbesar mulai 2020.
Meskipun perkembangannya terhambat sementara akibat pandemi
COVID-19, kawasan ini sepertinya akan tetap menjadi pintu keluar masuk utama
dunia dalam kancah manufaktur industri, menjadi fokus dunia untuk investasi,
namun sekaligus incaran bagi pelaku kejahatan siber.
Sekarang pengguna internet di Asia Tenggara telah
mencapai 400 juta hampir 70 persen dari populasi, di mana individu dan bisnis
sekarang melakukan banyak hal secara online, bahkan yang sebelumnya tidak menyukai digital pun terpaksa
harus daring.
Seiring perkembangan itu, ancaman kejahatan siber juga
tentunya bakal meningkat. Berdasarkan laporan perusahaan keamanan Kaspersky
baru-baru ini, pada 2020 wilayah Asia Tenggara setidaknya mengalami empat
serangan siber besar-besaran yang bisa menjadi pelajaran semua orang.
Perusahaan-perusahaan harus secara sadar mengedukasi dan menyediakan pelatihan bagi karyawananya tentang bagaimana cara menjaga keamanan ketika membawa pekerjaan ke rumah atau mobile, kemudian memastikan kontrol akses yang ketat untuk jaringan perusahaan, rumah, maupun perangkat mobile.
Baca juga: Cellebrite, Software yang Digunakan Polisi Untuk Sedot Data
Selalu memperbarui perangkat lunak sistem agar tidak rentan
terhadap serangan, selain juga harus meningkatkan deteksi keamanan yang
melibatkan ahli keamanan untuk melindungi pekerjaan di cloud,
email, workstation/PC, jaringan, dan server.
Dalam ekosistem bisnis secara umum, penyedia layanan uang
elektronik, bank,
e-commerce, fintech, dan layanan publik perlu juga menambahkan
autentikasi tiga langkah demi menciptakan benteng berlapis untuk melindungi
data pengguna, meskipun sedikit ribet saat proses registrasi awalnya.
Kita perlu menyambut gembira dengan rencana Kominfo untuk
memberlakukan autentikasi biometrik dalam registrasi kartu SIM (SIM Card)
seluler baru demi meningkatkan keamanan data pengguna, ketimbang hanya data NIK
(Nomor Induk Kependudukan) dan nomor Kartu Keluarga (KK) seperti sekarang.
Pada layer pengguna (end users), masyarakat juga perlu terus diedukasi tentang pentingnya
melindungi data pribadi, dan yang lebih penting lagi mereka paham bagaimana
langkah-langkah melindungi data pribadi ketika beraktivitas daring.
Bertaburnya aplikasi Android dan platform lain dengan segala
manfaat yang ditawarkan, juga harus disadari itu bisa menjadi pintu masuk
kejahatan siber. Permintaan akses ke beberapa data jangan dengan mudah diberikan
hanya karena ingin eksis di medsos atau sekedar foto hasil selfie menawan, misalnya. Sayangnya, masih banyak pengguna yang abai
soal hal ini.
Meskipun sepertinya sepele, data pribadi individu yang bocor
juga bisa memicu ke peretasan lingkup lebih besar ketika yang bersangkutan
menggunakan perangkat yang sama atau username dan kata sandi yang sama untuk pekerjaan di kantornya.
Dengan keamanan berlapis yang baik pada masing-masing layer,
baik pada sisi penyedia infrastruktur telekomunikasi, penyedia layanan
turunannya atau over the top (OTP), perusahaan pengguna teknologi, hingga
pengguna akhir tentu akan membutuhkan banyak waktu bagi penjahat siber untuk
bisa mengakses data penting perusahaan maupun individu.
(MIM)
Tinggalkan Komentar