Teknologi.id - Indonesia kembali dihadang oleh tsunami yang terjadi di Selat Sunda. Tsunami Selat Sunda ini membuat dua wilayah terkena bencana dan menelan ratusan korban jiwa. Rangkaian kejadian ini membuat Tanah Air membutuhkan teknologi untuk deteksi tsunami. Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT) Hammam Riza memaparkan teknologi untuk deteksi tsunami yang dibutuhkan Indonesia.
Selain menyatakan siap untuk membangun fasilitas teknologi deteksi dini tsunami, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga menawarkan teknologi lain untuk melengkapi Buoy, yaitu Cable Based Tsunameter (CBT).
"Teknologi CBT itu sebenarnya sudah digunakan oleh Jepang. Di sana sudah berjalan dan mampu mendeteksi tsunami dengan baik juga," ujar Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam BPPT Hammam Riza, Rabu (26/12/2018).
CBT adalah teknologi untuk deteksi tsunami yang telah dikembangkan di beberapa negara, seperti Kanada, Jepang, Oman, dan Amerika Serikat. Dalam forum komunikasi antar-perekayasa CBT di seluruh dunia, disepakati bahwa CBT menjadi pilihan sebagai alternatif terhadap permasalahan yang dihadapi oleh Buoy, yakni vandalisme dan mahalnya perawatan.
Baca juga: Pentingnya Penggunaan Pelampung Tsunami
CBT dan BUOY adalah Teknologi Deteksi Tsunami yang Saling Melengkapi
Hammam menjelaskan, perlu ditekankan bahwa kedua teknologi itu, baik CBT dan BUOY adalah saling melengkapi, baik fungsi dan kegunaannya. Sistem CBT dapat menjadi program nasional, seiring adanya program sistem komunikasi kabel laut broadband network Palapa Ring oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Sifat keduanya saling melengkapi, sehingga hasil deteksi dini yang menjadi parameternya menjadi semakin presisi dan akurat," kata Hammam.
"Jadi CBT ini merupakan kabel bawah laut yang dilengkapi sensor untuk mengukur perubahan tekanan dalam laut yang ekstrem, yang mengindikasikan tsunami. Sensor lalu akan mengirimkan data melalui satelit kepada pusat penerima data," tuturnya.
Baca juga: 2 Teknologi Deteksi Tsunami yang Dibutuhkan di Indonesia, Apa Bedanya?
CBT: Teknologi untuk Deteksi Tsunami dengan Biaya yang Mahal
Menurut Hammam, proses pembuatan fasilitas CBT akan menghabiskan biaya yang lebih mahal dari pada pembuatan Buoy. Jika dibandingkan dari biaya, pembuatan Buoy bisa menghabiskan hingga miliaran rupiah, sementara CBT bias mencapai triliunan rupiah.
"Namun, dari aspek perawatannya, CBT lebih murah, Buoy akan lebih mahal. Dari waktu pembangunan, Buoy lebih cepat, bisa hitungan bulan. CBT akan lebih lama, bisa tahunan. Ini hitung-hitungan kalau buat baru ya," ungkap Hammam.
Namun belum seluruh wilayah Indonesia memiliki jaringan kabel bawah laut Palapa Ring. Untuk itu, dia memberi saran agar pembangunan Buoy juga tetap dilakukan untuk di beberapa titik.
"Pembangunan CBT harus kita sadari belum tentu bisa mencakup semuanya, karena Palapa Ring juga belum mencakup seluruh wilayah di Indonesia," ujarnya.
"Jadi ya, mau tidak mau pembangunan Buoy tetap harus dilakukan. Tinggal kita lengkapi dengan GPS dan dapat diawasi titik penyebarannya oleh TNI maupun Polri di perairan lepas," tambahnya.
(FN)
Tinggalkan Komentar