Foto: liputan6
Teknologi id – Fenny Martha Dwivany, perempuan asal Bandung kelahiran 18 April 1972 sangat tertarik dengan biologi. Ketertarikan tersebut karena kerap kali sang ayah mengajaknya pergi ke kebun dan akhirnya mengenal berbagai macam tanaman.
Ketika ia menginjak bangku sekolah menengah atas di SMAN 3 Bandung, ia berpikir bahwa mata pelajaran tidak membosankan, ia menjelaskan bahwa ia senang mempelajari sesuatu yang hidup, tumbuh dan bergerak.
Setelah lulus dari sekolah menengah atas, ia melanjutkan studi sarjananya di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1990, dengan jurusan Biologi. Ia makin mengenal banyak aspek aplikasi ilmu hayat. Dengan mengambil jurusan tersebut pun, harus memiliki dasar matematika, fisika, dan kimia yang cukup untul mendukung kuliahnya.
Baca juga: Novalia Pishesha, Peneliti Harvard Asal RI Ciptakan Obat Autoimun
Masa perkuliahan
Saat mengerjakan tugas akhir skripsi, ia mulai mempelajari teknologi kultur jaringan, yaitu suatu metode yang digunakan untuk memproduksi suatu senyawa obat antimalaria dari sel kina. Metode itu memiliki keunggulan dibanding teknik konvensional yang hanya mengekstrak senyawa obat dari kulit pohon karena sel kina yang dihasilkan dapat diperbanyak dalam jumlah tak terbatas secara singkat.
Setelah lulus sarjana ia mendapatkan beasiswa magister di ITB dan melakukan riset di bidang teknologi DNA. Ia makin tertarik mendalami biologi molekuler.
Pada tahun 2000, ITB mengirim Fenny ke Australia untuk melanjutkan studi doktoralnya di University of Melbourne.
Baca juga: Levana Sani, Teliti Obat untuk Kurangi Efek Samping
Awal mula penelitian pisang
Pada saat masa doktoralnya, Fenny berfokus pada fungsi gen yang berperan dalam pembentukan dinding sel tanaman pada jenis padi-padian. Ia mempelajari tentang rekayasa genetika dengan teknik asam ribonukleat interferensi (RNAi)., dengan tujuan merekayasa dinding sel biji-bijian sehingga mudah diolah menjadi bahan pangan.
Dengan materi yang telah dipelajari, ia mulai tertarik meneliti tentang pisang setelah ia melihat pedagang langganannya menawarkan pisang. Pisang yang ditawarkan tersebut terlihat hitam dan tidak fresh.
Selain itu, menurut Badan Pusat Statistika (BPS), disebutkan bahwa pada 2020 Indonesia memproduksi pisang mencapai sekitar 8,2 ton. Dengan tiga provinsi penghasil pisang terbanyak adalah Lampung, Jawa Barat dan Jawa Timur. Dan indonesia dinobatkan sebagai produsen pisang keenam terbesar di dunia.
Lantas ia memiliki ide untuk meneliti pisang agar tak cepat matang dan terlihat fresh saat ditangan konsumen dan terbentuklah The Banana Group dengan ia menjadi koordinator dan menjadi julukan dari rekan setimnya Banana Lady.
Di awal memulai penelitian, ia khawatir tentang masalah biaya. Lalu ia mulai belajar dari seniornya cara membuat proposal pendanaan penelitian. Namun kekhawatiran itu hilang di saat ia mendapatkan pendanaan dari acara Bogasari Nugraha (Indofood Riset Nugraha) di tahun 2004. Perusahaan tersebut tertarik dengan penelitian timnya dan mengajak bergabung pada tim riset di ranah isolasi gen.
Dengan keragaman jenis pisang di Indonesia, Fenny memilih pisang dengan jenis pisang ambon untuk dilakukan penelitian.
Dengan materi yang dipelajari di bangku perkuliahan tentang RNAi, ia praktekan ke penelitian ini dengan mengambil molekul asam ribonukleat sebagai molekul utama pembawa bahan genetik selain DNA dan protein.
Untuk mengidentifikasi gen yang berperan dalam pematangan pisang dengan teknik RNAi membutuhkan waktu yang cukup lama. Itu disebabkan karena informasi gen pada tanaman pisang di dunia masih belum banyak dan belum ada urutan gen yang berperan dalam pisang varietas asli di Indonesia.
Hasil dari penelitian ini, yaitu pada kerja identifikasi gen yang berperan dalam pematangan pisang ambon lumut, telah dikirimkan ke GenBank, basis data gen terpenting di dunia.
Baca juga: Kurangi Penggunaan Energi Besar,Nvidia Beralih ke Pendingin Cair
Rancangan kotak pisang
Meskipun Indonesia menduduki peringkat ke enam produsen pisang terbesar di dunia, akan tetapi Indonesia hanya menduduki peringkat ke-60 daftar eksportir pisang sepanjang 2005-2009.
Menurut Fenny, salah satu masalahnya ada di kualitas buah yang rendah, terutama non-Cavendish. Penyebab utamanya ada di masa pra panen hingga pasca panen.
Oleh karena itu ia merancang penelitian lain, yaitu perancangan kotak penyimpanan buah (fruit storage chamber) untuk memodifikasi atmosfer pematangan buah pada skala laboratorium.. Tim ITB bekerja sama dengan Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (lapan) pada penelitian itu.
Penelitian bersama itu berkembang untuk menguji kondisi atmosfer di luar angkasa untuk mengetahui efeknya terhadap pematangan buah. Para peneliti melakukan simulasi dengan klinostat, yaitu suatu perangkat yang menggunakan rotasi untuk meniadakan efek tarikan gravitasi pada pertumbuhan tanaman.
Dengan beberapa hasil pengujian, didapatkan kesimpulan bahwa pisang yang proses matangnya berlangsung lebih dari tujuh hari adalah yang disimpan pada kondisi ruang tertutup pada klinostat.
Setelah beberapa lama, tim Fenny memperbaiki desain kotak penyimpanan tersebut agar dapat digunakan oleh industri kecil, petani dan pedagang buah. Dan anyaman bambu dipilih sebagai purwarupa wadah pisang ini.
Wadah bambu dapat menahan pembusukan sehingga pisang dapat bertahan lebih lama. Selain itu, bambu juga memiliki harga ekonomis, ramah lingkungan dan bermanfaat secara umum. Wadah ini mampu menmpung hingga 13 kilogram pisang.
Tim Fenny mempraktekkan wadah ini pada Desa binaannya, Desa Bukti, Kabupaten Buleleng, Bali. Sejak saat itu, pendapatan warga desa meningkat.
(na)
Tinggalkan Komentar