Teknologi.id - Indonesia, sebagai negara yang terletak di Cincin Api Pasifik, selalu menghadapi risiko bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami.
Salah satu ancaman terbesar adalah megathrust, yang merupakan pertemuan antar-lempeng tektonik di zona subduksi di mana satu lempeng meluncur ke bawah lempeng lainnya, biasanya di lautan. Megathrust ini bisa memicu gempa besar dan tsunami raksasa, yang berpotensi menghancurkan wilayah pesisir dan sekitarnya.
Menyadari ancaman ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengambil langkah serius untuk mengantisipasi dampak buruk dari megathrust dengan membangun rumah yang dirancang untuk tahan gempa hingga 1.000 tahun.
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, menegaskan bahwa kementeriannya terus memperbarui dan memperbaiki teknologi tahan gempa yang digunakan dalam konstruksi bangunan di Indonesia.
Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Teknologi Tahan Gempa
Salah satu inovasi utama yang diterapkan oleh Kementerian PUPR adalah penggunaan Standar Nasional Indonesia (SNI) terbaru dalam pembangunan rumah tahan gempa. Teknologi ini dirancang untuk memastikan bahwa bangunan mampu bertahan dari gempa dengan periode ulang hingga 1.000 tahun.
"Megathrust pasti hubungannya dengan gempa, ya kan? Jadi, makanya Pak Dirjen (Dirjen Perumahan PUPR Iwan Suprijanto) bilang Proptech ini untuk memastikan keamanan semua bangunan rumah menggunakan teknologi tahan gempa," ujar Basuki setelah menghadiri Proptech Convention & Expo di Jakarta Selatan pada Jumat, 23 Agustus.
Ia menambahkan bahwa teknologi tahan gempa dengan SNI yang baru ini memiliki kekuatan yang lebih tinggi untuk menahan guncangan gempa.
Baca juga: Ini Dia Zona Megathrust Berpotensi Gempa dan Tsunami di Pulau Jawa
Daerah Rawan Gempa di Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat kerawanan bencana alam yang tinggi, terutama gempa bumi. Wilayah yang paling rawan gempa mencakup Sulawesi, Maluku, Sumatra, dan Jawa. Basuki menggambarkan daerah-daerah ini sebagai "mall natural disaster," yang menunjukkan tingginya tingkat risiko bencana alam di wilayah-wilayah tersebut.
Sebaliknya, Kalimantan, termasuk wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, dianggap relatif aman dari ancaman gempa bumi. "Kalimantan relatif lebih aman, tapi juga kita harus siap dengan teknologi perumahan yang aman untuk keamanan," kata Basuki saat memberikan sambutannya.
Dalam upaya meningkatkan keamanan dan keselamatan, Kementerian PUPR juga menekankan pentingnya teknologi dalam memantau kondisi rumah dari jarak jauh. Basuki menjelaskan bahwa teknologi saat ini memungkinkan pemantauan kondisi bangunan secara real-time, bahkan dari jarak jauh.
"Kemudian, juga untuk keselamatan dapat dilakukan dengan teknologi yang ada. Kita bisa memonitor kondisi rumah dari jauh. Dari rumah kita, rumah saya, waduh rumah saya, bukan rumah saya, (tetapi) rumah dinas menteri di IKN bisa dimonitor dari sini," jelasnya.
Ini menunjukkan bahwa Kementerian PUPR tidak hanya fokus pada pembangunan rumah tahan gempa, tetapi juga pada penerapan teknologi canggih untuk memastikan keselamatan penghuni di wilayah rawan bencana.
Baca juga: Kepala BMKG Ungkap Fakta-Fakta di Balik Kabar Megathrust yang Mengancam Indonesia
Ancaman Megathrust di Indonesia
Ancaman megathrust telah menjadi topik hangat yang dibahas belakangan ini. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memperingatkan masyarakat tentang potensi bencana alam ini. Zona megathrust adalah area pertemuan antar-lempeng tektonik di zona subduksi, dan Indonesia memiliki beberapa zona megathrust yang sangat berbahaya.
BMKG menyoroti dua zona megathrust yang sudah lama tidak mengalami gempa, yang disebut sebagai seismic gap, yaitu Megathrust Selat Sunda dengan potensi gempa sebesar M 8,7 dan Megathrust Mentawai-Siberut dengan potensi gempa sebesar M 8,9. Kedua zona ini dianggap berpotensi menghasilkan gempa bumi besar dan tsunami yang bisa menyebabkan kerusakan parah di wilayah sekitarnya.
Mengingat besarnya ancaman yang dihadapi, langkah-langkah mitigasi dan persiapan menjadi sangat penting. Kementerian PUPR, melalui inovasi teknologi dan penerapan SNI yang ketat, berusaha memastikan bahwa bangunan yang didirikan di wilayah-wilayah rawan gempa memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap gempa bumi.
Selain itu, dengan adanya teknologi pemantauan jarak jauh, penghuni rumah di wilayah rawan bencana dapat lebih waspada dan siap menghadapi situasi darurat. Ini menjadi bagian dari strategi keselamatan yang lebih luas untuk melindungi masyarakat dari dampak buruk bencana alam.
Baca Berita dan Artikel lain di Google News.
(bmm)
Tinggalkan Komentar