Teknologi.id - Dalam gelombang konflik Israel-Palestina, Meta, sebagai
penguasa Facebook, Instagram, WhatsApp, dan Threads, kini ditempatkan di pusat
perdebatan sengit. Beberapa bukti mencuat yang menggambarkan kecenderungan Meta
yang dianggap mendukung Israel dan insiden-insiden kontroversial telah
mengguncang dunia media sosial.
Netralitas Zuckerberg yang Dipertanyakan
Mark Zuckerberg, sang pemilik Meta, memutuskan untuk
mengutuk serangan kelompok militan Hamas ke Israel. Namun, sorotannya tidak
seimbang, tanpa mengeluarkan pernyataan serupa terkait serangan Israel ke
wilayah Gaza yang menyasar warga sipil, rumah sakit, dan fasilitas umum. Sebuah
ketidakseimbangan yang menciptakan pembahasan tentang netralitas Meta dalam
merespon konflik yang terus memanas.
Terjemahan Kontroversial di Instagram
Pada platform Instagram, sorotan jatuh pada insiden penerjemahan otomatis kata "Palestina" dan "Alhamdulillah" dalam bio profil beberapa pengguna. Terjemahan tersebut, awalnya merendahkan, diartikan sebagai upaya menciptakan narasi negatif terhadap Palestina, seolah-olah mengkaitkannya dengan terorisme. Meskipun Meta kemudian berusaha memperbaiki kesalahan tersebut dan mengeluarkan permintaan maaf, bayangan kontroversi tetap menghantui.
Baca juga: Waspada Donasi Palsu! Ini 7 Lembaga Donasi Terpercaya untuk Palestina
Post Mengenai Palestine yang Disembunyikan
Kejadian tidak berhenti di situ. Pengguna melaporkan bahwa
postingan terkait Palestina mereka tiba-tiba disembunyikan tanpa penjelasan,
dan interaksi mereka mengalami penurunan tajam. Meta membela diri dengan klaim
bahwa ini disebabkan oleh peningkatan jumlah laporan terkait konten konflik,
meskipun klaim tersebut tidak sepenuhnya meredakan ketidakpuasan.
Stereotip Pada Stiker AI WhatsApp
WhatsApp, juga bagian dari Meta, ikut meramaikan kontroversi dengan memunculkan gambar seorang anak laki-laki Palestina memanggul senjata saat pengguna mencari kata kunci 'Palestina' melalui fitur 'Create AI Sticker'. Gambar ini memunculkan diskusi seputar penggunaan stereotip yang merugikan, menggambarkan anak-anak Muslim Palestina sebagai pelaku kekerasan.
Seluruh rangkaian insiden ini menciptakan lanskap yang rumit dan sensitif terkait manajemen konten di tengah konflik politik. Meta, sebagai garda terdepan media sosial, dihadapkan pada tuntutan untuk menjaga netralitas dan memperlakukan setiap pihak dengan adil.
Tekanan dari pengguna untuk transparansi dan netralitas semakin meningkat, menempatkan Meta pada ujian kritis dalam era cancel culture dan perang opini di dunia maya. Bagaimana Meta merespons tantangan ini akan menjadi kunci dalam menentukan citra dan keberlanjutan platform-platformnya di masa mendatang.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(tqhf)
Tinggalkan Komentar