
Foto:VOI
Teknologi.id - Cuaca Ekstrem yang Menguji Kesiapsiagaan Jabodetabek, BMKG juga mencatat adanya dua bibit siklon tropis dan satu siklon tropis yang tengah aktif di sekitar wilayah Indonesia. Ketiga sistem ini berkontribusi terhadap peningkatan curah hujan serta potensi angin kencang di sejumlah wilayah, terutama di kawasan Indonesia bagian barat dan timur.
Siklon Tropis Bakung, yang terbentuk pada 12 Desember di Samudra Hindia sebelah barat daya Lampung, saat ini bergerak menjauhi wilayah Indonesia. Meskipun demikian, sistem ini masih berpotensi menimbulkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Bengkulu dan Lampung.
Bibit Siklon Tropis 93S terpantau berada di Samudra Hindia selatan Jawa Timur dengan peluang rendah untuk berkembang menjadi siklon tropis dalam 24 jam ke depan. Walaupun peluang penguatan rendah, bibit siklon ini tetap berpotensi memicu hujan sedang hingga lebat di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Selain itu, angin kencang juga berpotensi terjadi di wilayah Jawa Timur dan Bali.
Bibit Siklon Tropis 95S, baru terbentuk pada 15 Desember di Laut Arafura sebelah barat Papua Selatan. Peluang bibit ini untuk berkembang menjadi siklon tropis juga tergolong rendah. Namun, keberadaannya dapat memicu hujan sedang hingga lebat di Papua Selatan, serta hujan lebat hingga sangat lebat di wilayah Maluku Tenggara.
Baca Juga: Geminid "Fenomena Hujan Meteor" Akan Menerangi Indonesia
Apa yang Sebenarnya Terjadi di Balik Cuaca Ekstrem Ini?
Dalam peringatan cuaca harian, BMKG memang tidak merinci penyebab atmosferik dari kondisi ini. Namun, melalui Prospek Cuaca Mingguan Periode 12–18 Desember, lembaga tersebut memberikan gambaran yang lebih baik lagi dalam menjelaskan perubahan atmosfer yang sedang berlangsung. Penjelasan ini menunjukkan bahwa kondisi cuaca ekstrem yang terjadi bukanlah fenomena tunggal, melainkan hasil interaksi berbagai sistem atmosfer yang bekerja secara bersamaan di wilayah Indonesia.
BMKG menekankan bahwa kombinasi faktor global, regional, dan lokal menciptakan lingkungan atmosfer yang lebih labil dan mudah memicu pembentukan awan konvektif. Situasi ini membuat potensi cuaca ekstrem meningkat, terutama pada periode puncak musim hujan. Selain itu, perubahan pola angin dan distribusi kelembapan udara turut memperkuat ketidakstabilan atmosfer, sehingga wilayah-wilayah tertentu menjadi lebih rentan terhadap angin kencang maupun hujan intensitas sedang hingga lebat.
Penjelasan tersebut juga menegaskan bahwa dinamika atmosfer yang terjadi bersifat dinamis dan dapat berubah dalam waktu singkat. Oleh karena itu, BMKG menilai pentingnya pemantauan cuaca secara berkala, terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana hidrometeorologi. Dengan memahami bahwa kondisi ekstrem ini merupakan hasil dari interaksi berbagai fenomena atmosfer, masyarakat diharapkan dapat lebih waspada dan siap menghadapi potensi dampaknya.
Skala Global, DMI Negatif dan ENSO Netral
Dipole Mode Index (DMI) tercatat bernilai −0.63, yang mengindikasikan peningkatan pembentukan awan hujan di Indonesia bagian barat. Kondisi ini diperkuat oleh suhu muka laut yang hangat di pesisir barat Sumatra, Perairan Selatan Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
Sementara itu, kondisi ENSO berada pada kategori netral, ditandai dengan nilai indeks Nino 3.4 sebesar −0.45 dan Southern Oscillation Index (SOI) sebesar +2.7. Kondisi ini tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan hujan di Indonesia bagian timur.
Baca Juga: Teknologi GIS Menjadi Langkah Strategis Digitalisasi Indonesia
Gelombang Atmosfer yang Memperkuat Pertumbuhan Awan Hujan
BMKG mencatat adanya aktivitas Gelombang Kelvin dan Gelombang Rossby Ekuator di Samudra Hindia barat Kepulauan Mentawai, Pulau Jawa, dan Bali. Kedua fenomena ini berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan awan hujan di wilayah tersebut.
Fenomena ini sejalan dengan dinamika atmosfer yang lazim terjadi pada puncak musim hujan, ketika gelombang atmosfer dapat memperkuat konveksi dan meningkatkan potensi cuaca ekstrem.
Mengapa Angin Kencang Bisa Terjadi Tanpa Hujan Lebat?
Fenomena angin kencang tanpa hujan lebat sering kali terjadi ketika terdapat:
- Perbedaan tekanan udara yang signifikan
- Penguatan angin di lapisan atmosfer bawah
- Pembentukan awan konvektif yang tidak merata
- Interaksi gelombang atmosfer regional
Kombinasi faktor-faktor tersebut dapat memicu angin kencang, terutama pada puncak musim hujan ketika dinamika atmosfer cenderung lebih aktif.
Apa yang Perlu Diwaspadai Masyarakat?
Dengan kondisi atmosfer yang kompleks dan dinamis, masyarakat Jabodetabek perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap:
- Pohon tumbang.
- Baliho atau papan reklame roboh.
- Gelombang tinggi di pesisir utara Jakarta.
- Potensi gangguan transportasi.
- Resiko banjir lokal akibat hujan intensitas sedang hingga lebat.
BMKG mengimbau masyarakat untuk terus memantau perkembangan cuaca melalui kanal resmi dan menghindari aktivitas luar ruang yang berisiko selama periode angin kencang.
Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News
(dim/sa)

Tinggalkan Komentar