
Teknologi.id - Pertanyaan “usia berapa anak boleh punya HP?” sering memicu perdebatan panjang di ruang keluarga, grup WhatsApp orang tua, hingga forum parenting digital. Faktanya, jawaban ini tidak ada hubungannya dengan tanggal lahir, melainkan dengan tingkat kematangan anak.
Di era digital saat balita sudah lancar menggulir layar dan mengenali ikon YouTube sebelum bisa membaca alfabet, pertanyaan ini bukan lagi sekadar soal teknologi, tetapi soal kesiapan mental anak menghadapi dunia digital.
Baca juga: Ini Daftar HP Xiaomi dan Redmi yang Kebagian HyperOS 3, Catat Jadwal Rilisnya
Ponsel: Gerbang Menuju Dunia yang Tak Selalu Ramah
Ponsel bukan hanya alat komunikasi. Ia adalah pintu masuk ke dunia sosial penuh distraksi, algoritma yang memengaruhi perilaku, hingga konten yang tidak selalu sesuai dengan usia anak.
Psikolog menjelaskan bahwa bagian otak yang berperan dalam pengambilan keputusan, pengendalian emosi, dan menilai risiko (korteks prefrontal) baru matang sempurna di usia 20-an. Artinya, anak-anak dan remaja lebih rentan terjebak godaan digital.
Memberikan ponsel terlalu dini tanpa pemahaman ibarat menyerahkan kendaraan tanpa rem.
Cara Menilai Kesiapan Anak Punya HP
Alih-alih menghitung usia 12, 13, atau 15 tahun, orang tua sebaiknya melihat tanda-tanda kesiapan anak menggunakan ponsel. Beberapa indikatornya antara lain:
-
Anak mampu mengikuti batas waktu penggunaan gadget.
-
Anak bisa membedakan informasi valid dan manipulatif.
-
Anak menunjukkan tanggung jawab menjaga privasi dan etika komunikasi.
Sebagian orang tua memilih memberikan ponsel dengan fitur terbatas hanya untuk komunikasi darurat. Sebagian lain menunggu sampai anak konsisten dalam tanggung jawab sekolah dan interaksi sosial. Tidak ada aturan baku, tetapi prinsip utamanya jelas: ponsel bukan hadiah, melainkan alat yang harus digunakan dengan pengawasan.
Peran Orang Tua: Bukan Pengawas, Melainkan Pendamping
Dalam dunia digital, orang tua bukan hanya pengatur waktu layar, tetapi juga pendamping anak. Memberikan HP berarti membuka ruang diskusi tentang keamanan digital, etika daring, dan cara menghadapi tekanan sosial.
Beberapa keluarga menerapkan kontrak digital, yaitu kesepakatan tertulis antara orang tua dan anak mengenai aturan penggunaan HP. Ada juga yang memilih berdialog setiap kali anak menemukan konten baru. Kuncinya bukan sekadar kontrol, tetapi keterlibatan aktif orang tua.
Baca juga: Ciri-Ciri HP Disadap dan Cara Mengeceknya di iPhone dan Android
Menyambut Teknologi dengan Bijak
HP bukanlah musuh. Jika digunakan dengan tepat, ia bisa memperluas wawasan, mempermudah komunikasi, dan mendukung proses belajar. Namun, semua itu hanya bisa tercapai bila anak benar-benar siap secara mental dan emosional.
Keputusan kapan anak boleh punya HP bukan tentang mengikuti tren, melainkan tentang membentuk generasi yang cerdas digital. Pada akhirnya, yang terpenting bukanlah kapan anak mulai memegang HP, tetapi bagaimana ia belajar mengendalikan dirinya sendiri di dunia digital.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(ipeps)

Tinggalkan Komentar