Dibalik Moncernya ChatGPT Ada Kesengsaraan Pekerja Asal Kenya

Afiyah Khaulah . January 31, 2023
Perusahaan Sama di Nairobi (Times)


Teknologi.id - Siapa yang tidak tahu ChatGPT? Chatbot AI buatan OpenAI ini sudah populer sejak peluncurannya dibulan November 2022 lalu. Namun tahukah kamu bahwa nyatanya ada hal kelam dibalik ketenaran ChatGPT? Open AI dikabarkan tidak mensejahterakan beberapa karyawannya, khususnya para pekerja asal Kenya.

Berita ini mulai terungkap sejak whistleblower Daniel Motaung menggugat OpenAI di Nairobi pada Mei lalu. Gugatan tersebut dilakukan karena dugaan Open AI yang melanggar serikat pekerja, dengan membayar pekerja Kenya dengan upah yang terlampau dibawah minimum.

Pekerja Kenya Terpapar Konten Negatif

Sebelum membahas peran pekerja Kenya lebih dalam, pernahkah kamu membayangkan bagaimana cara ChatGPT menjawab pertanyaan kamu dengan bahasa manusia yang terkesan natural dan sempurna? Hal ini terjadi karena proses ChatGPT telah melalui serangkaian pelatihan untuk menyempurnakan sistemnya.

Tahap pertama, chatbot AI tersebut akan diberi konten yang terdapat pada seluruh internet. Namun seperti yang kamu ketahui, dalam internet terkandung konten yang positif, dan ada pula konten yang negatif. Karena itu dilakukan tahap berikutnya yang melatih chatbot untuk membedakan mana konten yang positif dan baik digunakan dan juga konten negatif yang tidak akan digunakan dalam sistem.

Baca Juga : Ternyata Begini Cara Kerja ChatGPT Menjawab Pertanyaan Pengguna

Disinilah peran para pekerja Kenya. Mereka ditugaskan untuk memfilter konten negatif dan memastikan ChatGPT tidak menggunakan kata-kata tidak pantas, seperti konten bernada mesum atau mengandung kebencian. Menurut majalah Time, mereka terpapar dengan 'area tergelap internet' termasuk pelecehan seksual anak, bestialitas, pembunuhan, bunuh diri, penyiksaan, menyakiti diri sendiri, dan inses.

Pekerjaan tersebut bukanlah hal yang mudah karena sebagian dari internet dipenuhi dengan konten toksik dan bias. Bahkan tim yang terdiri dari ratusan pekerja pun akan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menelusuri kumpulan data yang sangat besar secara manual. 

Pekerjaan Traumatis Dengan Bayaran Sangat Rendah

Para pekerja Kenya bekerja dibawah perusahaan Sama yang berbasis di San Francisco. Perusahaan ini mempekerjakan orang Kenya, Uganda dan India untuk melabeli data pada Google, Meta, dan Microsoft. Sama dikontrak oleh OpenAI untuk menjalankan visinya.

Perusahaan Sama menyatakan telah memfasilitasi pekerjanya dengan sesi terapi individu dan kelompok oleh terapis yang profesional dan berlisensi. Namun, tampaknya upaya tersebut masih belum mengatasi rasa traumatis para karyawannya. Dikutip dari majalah Time, seorang pekerja Kenya yang bertugas dalam pelabelan unsur negatif sangat tertekan setelah membaca deskripsi grafis tentang pria yang berhubungan seks tidak pantas. "Itu siksaan," katanya. “Anda akan membaca sejumlah pernyataan seperti itu sepanjang minggu. Pada saat hari Jumat, Anda terganggu karena memikirkan gambar itu."

Sebenarnya, Sama dikontrak untuk melakukan pekerjaannya dari bulan November 2021 hingga Oktober 2022. Namun karena sifat traumatis yang ditimbulkan oleh pekerjaan tersebut, Sama membatalkan kontrak kerjanya dengan OpenAI pada Februari 2022, delapan bulan lebih awal dari yang direncanakan. Setelah selesai pun, OpenAI segera 'meninggalkan' Sama. Akibat dari proyek kerjasamanya dengan OpenAI, perusahaan yang telah mengeluarkan 50.000 orang dari kemiskinan tersebut terpaksa harus memecat 200 pekerjanya dan menutup kantor di Nairobi selamanya. 

"Ini adalah hari yang sulit, [namun] kami yakin merupakan keputusan jangka panjang yang tepat untuk bisnis kami," kata Sama dalam unggahan blognya tanggal 10 Januari 2023.

Awalnya, OpenAI telah menandatangani tiga kontrak senilai total sekitar $200.000 dengan Sama pada akhir tahun 2021 untuk melabeli deskripsi tekstual tentang pelecehan seksual, ujaran kebencian, dan kekerasan. Sekitar tiga lusin pekerja dibagi menjadi tiga tim, satu tim berfokus pada setiap mata pelajaran. Perharinya, pekerja diharapkan untuk membaca dan memberi label antara 150 hingga 250 bagian teks per shift sembilan jam. Dengan nominal yang diberikan OpenAI, Sama menggaji tiap pegawainya sekitar US$1,32 hingga US$2 (Rp 19.600 - Rp 30 ribu) Rp per jam.

Upah Jauh Dibawah Minimum Pegawai ChatGPT di California

Upah yang diberikan kepada pegawai Sama berbeda sangat jauh dengan upah minum pegawai ChatGPT di California. Pegawai ChatGPT California digaji mencapai US$16,99 per jam (Rp 256 ribu). Untuk upah minimumnya adalah US$7,25 per jam (Rp 109.300).

Walaupun demikian, gaji tersebut ternyata masih jauh lebih besar dibandingkan dengan gaji yang diterima oleh pegawai moderasi konten perusahaan serupa di Afrika Timur. Sama menyatakan bayarannya mencapai dua kali lipat dan juga mendapatkan paket tunjangan dan pensiun penuh.

"Sama membayar Sh26.600 dan Sh40 ribu (US$210 hingga US$313 atau Rp 3,1 juta- Rp 4,7 juta) per bulan lebih dari dua kali lipat upah minumum di Kenya dan jauh di atas upah layar. Upah AS akan komparatif antara US$30 dan US$45 (Rp 452 ribu - Rp 678 ribu)," kata perusahaan Sama.

Baca Juga : Google Ciptakan AI yang Bisa Ubah Teks jadi Musik, Namanya MusicLM

(ak)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar