Sumber foto : The Business of Fashion
Teknologi.id - Berita mengenai pelarangan aplikasi Tiktok di Amerika Serikat menjadi pembahasan hangat saat ini, banyak pengguna Tiktok dari negara Paman Sam merasa tertekan dan mengkritik bahwa alasan tersebut sangat melanggar kebebasan berpendapat dan pastiny akan merugikan ekonomi para kreator.
Dewan Perwakilan Rakyat AS memilih untuk meloloskan RUU yang akan memaksa ByteDance yang dimiliki oleh China untuk menjual Tiktok ke perusahaan AS atau menghadapi larangan nasional. Para Tiktokkers merasa khawatir dengan kemungkinan dilarangnya aplikasi ini di Amerika Serikat, dan mengatakan bahwa hal ini akan "menghancurkan" karier mereka karena bisnis yang telah mereka bangun akan "mengerut dan mati."
Sejak kemunculannya aplikasi ini, telah mendapatkan popularitas global. Pada bulan Oktober 2020, Tiktok telah melampaui 2 miliar unduhan selluler di seluruh dunia. Setelah kemunculan ini fitur-fitur baru yang membuat aplikasi ini semakain banyak di sukai. Terciptanya para tiktokers, vidio-vidio yang mudah viral da bahkan dengan apliksi ini orang bisa berbelanja dan mendapat uang dari gift.
Baca juga: Tiktok Siapkan Strategi Hukum untuk Antisipasi Pemblokiran di Amerika Serikat
Fitur seperti buat vidio menjadi fitur yang populer di media sosial ini bahkan menciptakan penyanyi-penyanyi baru, disebabakan lagu-lagunya viral di tiktok. Fitur Live sering digunakan untuk berjualan, filter vidio yang banyak dgunakan penggunanya untuk mengubah tone warna pada video dan menyesuaikan rona dengan objek yang ada pada video.
Sampai saat ini ditengah pelarangan aplikasi ini, Tiktok sedang mengerjakan fitur baru dengan memnafaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mengkloning suara pengguna. Demikian pengguna nantinya dapat menarasikan video mereka dengan versi suara sendiri yang dibuat oleh komputer.
Hal ini dapat sangat bermanfaat bagi pengguna yang mungkin malu atau sadar diri dengan suara mereka, atau memiliki aksen yang sangat kental dalam bahasa yang dipilih untuk membuat konten. Aplikasi lain yang memungkinkan adalah untuk membuat konten dengan suara atau aksen yang berbeda untuk efek komedi.
Platform sosial media tiktok ini menjadi saluran bagi individu atau kelompok untuk mengekspresikan kreativitas, komedi yang dibagikan ke kalyak umum. Seiring dengan kesuksesannya aplikasi ini, tidak luput dari masalah.
Presiden AS Joe Biden menandatangi pengesahan dokumen tersebut menjadi undang-undang. Sebelumnya UU yang disebut dengan nama "perlindungan orang amerika dari aplikasi yang dikendalikan musung asing," itu sudah lolos di tingkat DPR AS pada 13 Maret 2024.
Pemerintah Cina sebelumnya telah mengatakan bahwa mereka akan mennetang keras penjualan paksa aplikasi ini. Karena pembelian Tiktok mungkin akan menelan biaya puluhan miliar dolar. Hanya sedikit orang atau perusahaan yang memiliki uang sebanyak itu- dan perusahaan yang memilikinya, seperti Meta atau Google, mungkin tidak akan mencoba membeli Tiktok karena regulator antimonopoli tidak mungkin mengizinkannya.
Sebagian besar, hal ini berkaitan dengan masalah keamanan. Para Politisi, pennegak hukum dan pejabat intelijen AS telah menyatakan kekhawatiran mereka bahwa pihak berwenang Cina dapat memkasa ByteDance untuk menyerahkan data dari 170 juta orang Amerika yang menggunkan Tiktok. Tiktok pun membantah membagikan data pengguna AS.
Permasalan ini menimbulkan pembuat konten AS di aplikasi ini telah memprotes RUU tersebut di Capitol Hill- yang lainnya menggunkan aplikasi ini untuk mengekspresikan diri mereka. Sekitar dua dari 10 orang dewasa di Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka menggunkan Tiktok setidaknya sekali sehari, termasuk 44% dari mereka yang berusia 18-29 tahun, diantara mereka yang berusia 18-29 tahun terdapat 7% mengatakan bahwa mereka menggunkan Tiktok "hampir setiap hari" dan 28% lainnya menggunkannya "hanya beberapa kali dalam sehari".
Dampak "Tiktok" di Ban ??
Banyak apliksi yang serupa tetapi memnimbulkan, kreator harus berinvestasi untuk menempatkan konten mereka di beberapa platform. Secara kritis, platform-platform ini mungkin tidak mengedepankan video pendek seperti Tiktok dan algoritme, rekomendasinya mungkin juga berbeda, sehingga menyebabkan para kreator kehilangan audiens.
Selain dampaknya terhadap para creator, para aktivis hak-hak digital juga telah membuat argumen bahwa pelanggan platform seperti Tiktok akan membatasi kebebasan berbicara. Beberapa sudut pandang ini mungkin akan terjadi di AS juga.
Baca berita dan artikel lainnya Google News
(ay)
Tinggalkan Komentar