Tarif Impor AS Guncang Ekonomi Global, Rupanya Dihitung Pakai Chatbot AI?

Teknologi.id . April 07, 2025
tarif impor AS
Foto: Marketplace.org


Teknologi.id - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru saja mengguncang dunia perdagangan global dengan mengumumkan tarif impor baru yang cukup mengejutkan—termasuk bea masuk sebesar 32% untuk produk asal Indonesia. Langkah ini langsung memicu tanda tanya dari para ahli dan warganet: dari mana angka itu berasal?

James Surowiecki, seorang ekonom ternama, mencoba menelusuri asal-usul tarif tersebut. Melalui unggahannya di platform X (sebelumnya Twitter), ia mengungkap kemungkinan rumus yang digunakan oleh Gedung Putih: defisit perdagangan AS terhadap suatu negara dibagi total ekspor negara tersebut ke AS, lalu dibagi dua untuk menghasilkan “tarif diskon” yang disebut-sebut adil.

Baca juga: Perang Dagang Kian Panas, China Resmi Berlakukan Tarif Baru untuk AS

Contohnya, AS mengalami defisit sebesar USD 17,9 miliar dengan Indonesia, sedangkan ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 28 miliar. Bila angka-angka itu dihitung sesuai rumus tersebut, hasilnya adalah 64%—angka yang diklaim sebagai tarif yang dikenakan Indonesia terhadap barang-barang dari AS. Setelah dibagi dua, tarif “balasan” yang diberlakukan oleh AS menjadi 32%.

Meskipun Gedung Putih membantah klaim Surowiecki dan mengeluarkan versi resmi rumus mereka, laporan dari Politico menunjukkan bahwa metode perhitungan itu tampaknya tidak jauh berbeda dari yang dikemukakan Surowiecki.

Dihitung pakai AI

Yang menarik, muncul dugaan bahwa sumber inspirasi sebenarnya berasal dari chatbot AI. Beberapa pengguna X dan Bluesky mencoba bertanya pada ChatGPT, Gemini, Claude, dan Grok: bagaimana seharusnya AS menghitung tarif agar bisa bersaing secara adil di pasar global?

Hasilnya mencengangkan—keempat AI tersebut memberikan jawaban yang nyaris serupa, dengan dasar rumus “defisit perdagangan dibagi ekspor.” Beberapa bahkan menyarankan pembagian dua agar hasilnya lebih realistis, sejalan dengan pendekatan “tarif diskon” ala Trump.

Baca juga: iPhone Bisa Dibanderol Rp 38 Juta Gara-Gara Tarif Trump

Namun, AI seperti ChatGPT dan Claude tak luput memberikan peringatan: pendekatan semacam itu terlalu menyederhanakan masalah. Mereka menekankan bahwa perdagangan internasional melibatkan banyak faktor kompleks yang tak bisa diwakili satu rumus saja. Selain itu, defisit perdagangan bukanlah satu-satunya indikator ketidakseimbangan ekonomi.

Hingga kini, belum ada bukti pasti bahwa pemerintahan Trump benar-benar menggunakan saran dari AI untuk merumuskan kebijakan perdagangannya. Namun, kemiripan pola berpikir antara hasil dari chatbot dan kebijakan nyata menimbulkan pertanyaan: apakah kebijakan ini dibuat berdasarkan logika ekonomi… atau algoritma?

Yang lebih absurd, kebijakan tarif ini juga diberlakukan pada wilayah-wilayah yang nyaris tak berpenghuni. Salah satu contohnya adalah Pulau Heard dan Kepulauan McDonald, kawasan terpencil milik Australia yang hanya dihuni oleh koloni penguin—dan kini terkena tarif impor sebesar 10%.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(Dwk)

Share :