Teknologi.id - Laporan akhir (Final Report) investigasi kecelakaan pesawat B737 MAX 8 Lion Air penerbangan JT610 akhirnya dirilis oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Kementerian Perhubungan, Jumat (25/10/2019). KNKT melaporkan ada sembilan faktor penyebab kecelakaan yang menewaskan 189 penumpang dan awak pesawat itu. Sebagian besar faktornya adalah gabungan antara faktor mekanik, desain pesawat, dan kurangnya dokumentasi tentang sistem pesawat. Selain itu, faktor lain yang berkontribusi adalah kurangnya komunikasi dan kontrol manual antara pilot dan kopilot, beserta distraksi dalam kokpit.
Berdasar bukti rekaman data dan percakapan selama penerbangan, KNKT menyimpulkan bahwa kopilot tidak familiar dengan prosedur. Saat B737 MAX 8 mengalami kendala pembacaan kecepatan di udara setelah takeoff, kapten pilot harus meminta kopilot dua kali untuk melakukan checklist, dan butuh waktu empat menit untuk mencari prosedur yang dibutuhkan dalam buku manual pesawat. Selain itu, faktor teknis yang terungkap adalah sensor penting yang salah dikalibrasi oleh bengkel pesawat di Florida. Padahal, sensor tersebut tergolong penting, karena memberikan data kepada sistem anti-stall B737 MAX (MCAS). Bahkan menurut KNKT, sensor tersebut terindikasi kuat tidak diuji coba dulu sebelum dipasang oleh staf mekanik Lion Air. Boeing juga sebelumnya beralasan bahwa MCAS bisa "dilawan" dengan menarik yoke (setir pesawat) ke belakang, namun dalam kejadian dan pengujian yang dilakukan setelah kecelakaan, ternyata switch cut-out untuk mematikan auto-trim juga harus digunakan.
Untuk selengkapnya, berikut adalah sembilan faktor yang berkontribusi kepada kecelakaan Lion Air JT610, menurut keterangan tertulis yang diterbitkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT): 1. Selama desain dan sertifikasi Boeing 737-8 (MAX), dibuat asumsi-asumsi terkait respons pilot terhadap kerusakan. Meski konsisten dengan pedoman industri saat ini, ternyata asumsi ini tidak benar. 2. Berdasarkan pada asumsi ini, perangkat lunak yang mengontrol hidung pesawat (MCAS) bergantung pada sensor tunggal dan dinyatakan tepat dan memenuhi semua persyaratan sertifikasi. 3. MCAS pada pesawat dirancang untuk bergantung sepenuhnya pada sensor AOA, hal ini membuatnya rentan terhadap input yang salah dari sensor itu. AOA atau Angle of Attack adalah parameter kunci dalam penerbangan yang menunjukkan sudut antara sayap pesawat dan arus udara yang mengalir ke arah pesawat. Jika sudut ini terlalu tinggi, pesawat bisa saja mandek atau kehilangan daya angkat. Data parameter diambil dari dua sensor, satu di antaranya terletak di sisi hidung pesawat. 4. Dalam manual penerbangan dan sewaktu pelatihan pilot, tidak ada panduan tentang MCAS atau penggunaan trim yang lebih terperinci. Ini semakin menyulitkan kru penerbangan untuk merespons MCAS yang bekerja secara otomatis.
5. Peringatan AOA DISAGREE tidak dengan benar diaktifkan selama pengembangan Boeing 737-8 (MAX). Akibatnya, peringatan ini tidak muncul selama penerbangan dengan sensor AOA yang salah dikalibrasi. Ini juga tidak dapat didokumentasikan oleh kru penerbangan dan karenanya tidak tersedia untuk membantu bagian pemeliharaan dalam mengidentifikasi sensor AOA yang salah dikalibrasi. 6. Sensor pengganti AOA yang dipasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan telah salah dikalibrasi selama perbaikan sebelumnya. Kalibrasi yang salah ini tidak terdeteksi selama perbaikan. 7. Investigasi juga tidak dapat menentukan bahwa uji pemasangan sensor AOA telah dilakukan dengan benar; namun kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi. 8. Kurangnya dokumentasi terkait penerbangan pesawat dan catatan perawatan tentang stick shacker dan penggunaan Runaway Stabilizer NNC yang terus-menerus menunjukkan bahwa informasi ini tidak tersedia bagi kru pemeliharaan di Jakarta dan juga bagi kru kecelakaan. Ini menyulitkan para pihak terkait untuk melakukan tindakan yang sesuai. 9. Sejumlah peringatan, aktivasi MCAS yang terus berulang dan gangguan komunikasi dengan pihak Air Traffic Control tidak dapat dikelola secara efektif.
Rekomendasi KNKT
Berdasar temuan-temuan tersebut, KNKT pun membuat beberapa rekomendasi untuk pihak Boeing. Salah satunya meminta Boeing untuk mendesain ulang sistem anti-stall di B737 MAX, yang dikenal dengan MCAS. Sistem itu secara otomatis akan mendorong hidung pesawat turun, meski pesawat terbang dalam mode manual (bukan autopilot), sehingga pilot kehilangan kontrol sepenuhnya. Dikutip dari Reuters, Jumat (25/10/2019), Boeing sendiri telah mengembangkan sistem MCAS agar lebih sempurna lagi, dan akan menyediakan informasi mendetail dalam buku manual untuk pilot.
(dwk)