Teknologi.id - Rintangan akan pengembangan kendaraan ramah lingkungan "hybrid" dan
kendaraan listrik di Indonesia sangat diakui oleh Harjanto, selaku Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, Elektronika Kementerian Perindustrian (ILMATE). Karenanya, pemerintah membutuhkan dukungan dari banyak pihak guna mempercepat pengembangan kendaraan murni listrik ini. Dari banyaknya rintangan yang dihadapi, Harjanto menyebutkan di antaranya adalah ketergantungan akan bahan baku impor untuk baterai dan infrastruktur Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Selain itu, sistem pengisian yang masih memakan waktu dan harga kendaraan BEV (Battery Electric Vehicle) yang relatif mahal.
Dari kondisi tersebut disebutkan bahwa Indonesia masih membutuhkan kendaraan konvensional atau motor pembakaran dalam (Internal Combustion Engine/ICE). Namun, itu harus bersifat energi alternatif agar bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak fosil. "Tapi, kita sebenarnya punya local equipment lain yang biasa kita sebut palm oil atau sumber lain yang terbarukan. Ini yang bisa kami kembangkan selain kendaraan listrik," kata Harjanto di kantor Kemenperin, Jakarta, Selasa (29/1), dikutip dari
CNN Indonesia.
Pengurangan Bahan Bakar Impor
"Kami tidak membatasi diri dengan satu teknologi saja tetapi memang kami akan perluas. selain kendaraan listrik, kami juga ingin mendorong pengembangan teknologi lainnya yang memanfaatkan biofuel," ucap Harjanto. Untuk kendaraan yang memanfaatkan energi terbarukan, Harjanto menilai Indonesia bisa mengurangi impor untuk bahan bakar. Keuntungan lainnya adalah kendaraan baru akan bisa menekan polusi udara yang ada di Indonesia.
Kekayaan sumber energi terbarukan di Indonesia semakin melimpah sebagai bahan bakar kendaraan, seperti contoh CPO dan etanol. Sumber energi ini disebut tersedia untuk jangka waktu yang lama. Tanaman kelapa sawit misalnya, Indonesia memiliki ketersediaan ratusan ribu hektare lahan untuk peremajaan kelapa sawit.
(ZS)