Karyawan Microsoft di China Wajib Pakai iPhone, Ini Alasannya

Ayu Puspita Lestari . July 15, 2024

microsoft china iphone

Foto: D.Day.it

Tekonologi.id - Microsoft membuat perubahan kebijakan yang signifikan bagi karyawan mereka di China. Mulai September ini, iPhone akan diberikan secara gratis untuk menjadi perangkat wajib penunjang keperluan kerja, yang secara efektif melarang ponsel Android untuk mengakses sumber daya perusahaan.

Trust issue Microsoft terhadap sistem operasi atau OS Android menjadi alasannya. Memo internal yang diperoleh Bloomberg News meyebutkan masalah keamanan sebagai alasan utama perubahan ini.

Karena Google Play, toko aplikasi resmi untuk Android, tidak tersedia di China, praktis hanya App Store milik Apple menjadi satu-satunya platform tempat aplikasi ini dapat diunduh dengan aman. Google Play, toko aplikasi untuk Android, tidak terseda di China dan pembuat ponsel pintar lokal termasuk Huawei dan Xiaomi memiliki platform mereka sendiri. Microsoft dilaporkan mengatakan akan memblokir perangkat Android untuk mengakses platform perusahaannya karena layanan seluler Google tidak tersedia di China. Karyawan yang menggunakan Android akan menerima iPhone 15 dan perangkat Apple akan tersedia di seluruh negeri, termasuk di Hong Kong, menurut memo tersebut.

Baca juga : Microsoft Tambahan Fitur Baru pada Notepad, Mirip Word!

"Aplikasi Microsoft Authenticator dan Identity Pass secara resmi tersedia di Apple dan Google Play Store," ujar juru bicara Microsoft, "Karena kurangnya ketersediaan Google Mobile Services di wilayah ini, kami ingin menawarkan kepda para karyawan sarana untik mengakses aplikasi-aplikasi yang diperlukan ini, seperti perangkat iOS."

Apple tidak menanggapi permintaan komentar!!

Insiden Keamanan Baru-Baru Ini Berada Di Balik Perubahan Ini

Charlie Bell, wakil presiden eksekutif keamanan di Microsoft, mengatakan pada bulan April bahwa perusahaan tersebut adalah "titik nol" bagi peretas asing yang disponsori oleh negara. Secure Future Initiative diluncurkan pada bulan November setelah beberapa kali mengalami kegagalan keamanan siber, termasuk di tangan para peretas yang didukung oleh pemerintah China dan Rusia. Pada bulan Januari, sistem email perusahaan Microsoft diserang oleh Midnight Blizzard aktor yang disponsori pemerintah Rusia.

Pada bulan Juni, presiden Microsoft Brad Smith mengatakan kepada anggota parlemen AS bahwa perusahaan "menerima tanggung jawab untuk setiap kegagalan keamanan sibernya" yang dikutip dalam laporan yang didukung oleh pemerintah. Pada bulan April, Dewan Peninjau Keamanan Siber AS (CSRB) menemukan bahwa peretas Tiongkok yang dikenal sebagai Storm-558 membobol email Microsoft Exhange Online milik 22 organisasi dan lebih dari 500 orang di seluruh dunia, termasuk para pejabat senior pemerintah AS yang menangani kemanan nasional. Menteri Perdagangan Gina Raimondo dan R. Nicholas Burns, duta besar AS untuk Tiongkok, termasuk diantara pejabat pemerintah yang diretas.

China memiliki mesin pencari dan platform media sendiri, di mana perusahaan raksasa AS seperti Facebook dilarang.Sensor internetnya sangat legendaris karena luas dan ketat. Sementara itu, di AS, Gedung Putih telah membatasi ekspor teknologi semikonduktor tercanggih ke perusahaan-perusahaan China. Kongres meloloskan RUU yang akan memaksa penjualan TikTok yang dimilki oleh Tiongkok kepada pembeli Amerika karena kekhawatirkan platform media sosial tersebut dapat digunakan untuk mempengaruhi opini publik.

Keamanan siber menjadi prioritas utama bagi Microsoft setelah diketahui bahwa sistem cloud-nya dibobol oleh perets yang didukung oleh pemerintah Tiongkok tahun lalu. Serangan siber tersebut terjadi menjelang  kunjungan Menteri Luar Negeri Anthony Blinken ke Beijing pada juni 2023, yang semakin memeperparah ketegangan antara AS dan China. Peretasan tersebut menimbulkan tanda bahaya besar tentang praktik keamanan Microsoft. Pada bulan April, sebuah agen federal merilis laporan pedas yang menemukan bahwa "budaya keamanan microsoft tidak memadai."

Peretas Menargetkan Microsoft

Laporan tersebut juga mengatakan bahwa peretas melakukan serangan sporadis dan entah bagaimana membobol kotak suara Microsoft Exchange Online milik individu di 22 organisasi tahun lalu. Mereka mengunduh sekitar 60.000 email dari Departemen Luar Negeri. Berbicara dengan "Business Insider", juru bicara Microsoft mengatakan bahwa "kejadian-kejadian yang terbaru-terbaru ini telah menunjukkan perlunya menghadapi budaya baru dalam hal keamanan teknik di jaringan kita sendiri.

Microsoft mengatakan pada bulan Mei bahwa mereka akan memperluas cakupan inisiatif Masa Depan yang Aman untuk menyertakan rekomendasi dari dewan. Perusahaan juga mengatakan bahwa mereka akan melindungi akun dengan otentikasi multifaktor yang tahan terhadap phising.

Baca berita dan artikel lainnya di Google News

(ay)

Share :