Teknologi.id - Smartwatch saat ini telah menjadi perangkat yang tak hanya sekadar berfungsi sebagai penunjuk waktu, melainkan sebagai alat yang sangat berguna untuk memantau kesehatan dan aktivitas olahraga.
Dengan desain yang semakin elegan dan fitur yang beragam, smartwatch telah menarik perhatian banyak orang yang ingin menjaga kebugaran tubuh dan memonitor kesehatan mereka secara lebih praktis.
Selain memberikan notifikasi, smartwatch kini dilengkapi dengan berbagai sensor untuk mengukur detak jantung, kualitas tidur, langkah harian, hingga aktivitas fisik lainnya. Bagi banyak orang, perangkat ini sudah menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari.
Namun, meski semakin populer, muncul pertanyaan mengenai seberapa akurat smartwatch dalam memantau kesehatan dan aktivitas olahraga penggunanya.
Apakah perangkat ini benar-benar dapat diandalkan atau hanya sekadar tren teknologi yang berlebihan?
Penelitian Akurasi Smartwatch
Seberapa akuratnya smartwatch dalam memantau kesehatan dan aktivitas olahraga diteliti oleh Dr. Richard Alcock.
Dr. Alcock adalah seorang Ahli Jantung Intervensi yang memiliki minat khusus dalam pengobatan penyakit koroner kompleks, Kardiologi Olahraga, dan Kardiologi Umum, asal Australia.
Dalam penelitiannya, ia melakukan tes VO2 max untuk mengukur seberapa efisien tubuhnya menggunakan oksigen saat beraktivitas fisik, dalam hal ini bersepeda.
Baca juga: Rekomendasi Smartwatch Samsung Terbaik 2024 untuk Dukung Aktivitasmu!
VO2 max (Volume of Oxygen Maximum) sendiri merupakan indikator utama kebugaran kardiovaskular, yang menunjukkan seberapa efisien jantung, paru-paru, dan otot-otot tubuh dalam mengangkut dan memanfaatkan oksigen selama latihan.
VO2 max sering digunakan oleh atlet dan profesional kesehatan untuk mengukur tingkat kebugaran fisik.
Dalam tes ini, Dr. Alcock mencapai hasil yang sangat mengesankan, yakni 62,5 mL/kg/menit. Hasil ini menempatkannya pada level kebugaran hampir setara dengan atlet Olimpiade untuk usia dan jenis kelaminnya.
Namun, smartwatch yang digunakannya menunjukkan angka 56 mL/kg/menit, sekitar 10 persen lebih rendah dari hasil tes VO2 max yang sebenarnya.
Lantas, mengapa smartwatch menunjukkan perbedaan dari hasil tes yang sebenarnya?
Perbedaan antara dua hasil tersebut disebabkan oleh fakta bahwa smartwatch tidak mengukur langsung output oksigen tubuhnya.
Sebaliknya, perangkat tersebut hanya memperkirakan angka berdasarkan detak jantung dan kecepatan bersepeda.
Meskipun smartwatch sering diiklankan sebagai alat yang praktis dan mudah diakses untuk memantau kesehatan dan kebugaran, kenyataannya, bahkan smartwatch terbaik pun belum cukup baik untuk digunakan dalam kebanyakan situasi medis yang memerlukan pengukuran yang lebih akurat.
Baca juga: Google Hadirkan Fitur Offline Maps untuk Perangkat Smartwatch Wear OS
Meskipun demikian, smartwatch memiliki beberapa kegunaan medis khusus, seperti mendeteksi detak jantung yang tidak normal atau fibrilasi atrium.
Dr. Alcock percaya bahwa smartwatch dapat berperan penting dalam memotivasi orang untuk lebih aktif.
Dengan berbagai fitur yang dimiliki, perangkat ini memberikan umpan balik langsung yang dapat mendorong penggunanya untuk terus bergerak dan menjaga kebugaran tubuh mereka.
"Untuk penggunaan sehari-hari oleh masyarakat umum, smartwatch sangat bagus. Saya rasa, hanya dengan memiliki jam tangan ini, orang sudah termotivasi untuk berolahraga," ujar dr. Alcock, seperti yang dikutip dari ABC News, Rabu (11/12).
Secara umum, smartwatch masih mengalami kesulitan dalam melacak metrik, seperti tekanan darah dan kualitas tidur dengan akurat.
Di sisi lain, penghitung langkah (step count) pada sebagian besar perangkat wearable cukup dapat diandalkan, bahkan dapat mengukur jarak lari dengan cukup akurat dalam kondisi yang optimal.
Namun, kesalahan bisa menjadi lebih besar ketika perangkat menggunakan satu pengukuran untuk menghitung hal lain, seperti menggunakan jumlah langkah untuk memperkirakan kalori yang terbakar.
Smartwatch Sebagai Alat Pemantau Kesehatan
Profesor Sophia Nimphius, yang merupakan Profesor Kinerja Manusia di Edith Cowan University, memberikan wawasan tentang penggunaan perangkat wearable dalam memantau kesehatan dan kebugaran.
Ia menyarankan kita untuk tidak terlalu khawatir dengan angka-angka harian yang ditampilkan dalam perangkat wearable, terutama smartwatch.
Beberapa pengukuran dan metrik yang ada pada perangkat wearable dapat memiliki tingkat akurasi yang sangat bervariasi, bahkan bisa salah hingga 50 persen.
Alat pelacak kebugaran tidak selalu efektif dalam memantau kesehatan dan kebugaran.
Menurutnya, "Smartwatch mungkin menunjukkan bahwa seseorang sedang mengalami hari yang buruk atau tidur yang buruk, meskipun mereka merasa sebaliknya."
"Ada faktor psikologis yang perlu dipertimbangkan ketika kita terlalu mempercayai angka yang muncul pada smartwatch," imbuhnya.
Baca berita dan artikel yang lain di Google News.
(aia)