Teknologi.id - Pada hari pertama di tahun 2024, Senin (1/1/2024), India baru saja meluncurkan
satelitnya yang mengemban misi untuk mempelajari lubang hitam seiring
upayanya memperdalam eksplorasi ruang angkasa sebelum misi berawak yang
ambisius tahun depan.
Proyek India yang akan
datang mencakup peluncuran astronot pertama dalam misi berawak, bernama
Gaganyaan, yang dijadwalkan pada tahun 2025. Setelah pesawat luar angkasa
berhasil mendarat di dekat kutub selatan tahun lalu, India berencana
untuk mengembangkan kendaraan peluncuran baru dan landasan peluncuran baru,
dengan tujuan mendaratkan manusia di bulan pada tahun 2040.
Negara ini juga
berupaya untuk bekerja sama dengan perusahaan luar angkasa lainnya untuk
mewujudkan ambisinya. Administrator NASA Bill Nelson mengunjungi India pada
bulan November menjelang misi observasi Bumi gabungan AS-India yang dijadwalkan
pada tahun 2024.
Apa itu lubang hitam
Menurut NASA, lubang
hitam adalah objek astronomi dengan tarikan gravitasi paling kuat sejagat
antariksa sehingga tidak ada yang dapat menghindarinya, termasuk cahaya.
Permukaan lubang hitam, yang disebut horizon peristiwa, adalah batas di mana
kecepatan yang dibutuhkan untuk lepas darinya melebihi kecepatan cahaya.
Sementara, kecepatan cahaya merupakan batas kecepatan kosmos atau tidak ada
yang lebih cepat dari itu. Di horizon peristiwa black hole, materi dan radiasi
ditarik masuk, dan tidak akan pernah bisa keluar lagi.
Baca Juga: Valkyrie, Robot Masa Depan NASA yang Siap Menghuni Planet Mars
Jenis lubang hitam
Ada dua jenis utama
lubang hitam yang telah diamati secara ekstensif. Lubang hitam bermassa bintang
dengan massa tiga hingga puluhan kali massa Matahari tersebar di seluruh
galaksi Bima Sakti kita. Yang kedua, lubang hitam monster supermasif seberat
100.000 hingga miliaran massa matahari ditemukan di pusat sebagian besar
galaksi besar, termasuk pusat Bima Saksi. Para astronom juga telah lama menduga
adanya jenis lubang hitam ketiga, yaitu bermassa menengah, dengan berat 100
hingga lebih dari 10.000 massa matahari.
Ada sejumlah peristiwa
yang diduga sebagai bukti tidak langsung keberadaan lubang hitam menengah ini.
Contoh yang paling meyakinkan hingga saat ini terjadi pada 21 Mei 2019, ketika
National Science Foundation’s Laser Interferometer Gravitational-wave
Observatory (LIGO) milik National Science Foundation di Livingston, Louisiana
dan Hanford, Washington, mendeteksi gelombang gravitasi dari penggabungan dua
lubang hitam bermassa bintang. Peristiwa yang disebut GW190521 ini menghasilkan
lubang hitam seberat 142 massa Matahari.
Lubang hitam bermassa
bintang terbentuk ketika sebuah bintang dengan lebih dari 20 massa matahari
kehabisan bahan bakar nuklir di intinya. Bintang tersebut kemudian runtuh
dengan sendirinya sehingga memicu ledakan supernova yang menghempaskan lapisan
luar bintang. Jika inti yang hancur mengandung lebih dari tiga kali massa
Matahari, maka dia akan berubah menjadi lubang hitam. Sementara, asal usul
lubang hitam supermasif masih kurang diketahui, namun diketahui lubang hitam
raksasa ini telah ada sejak awal kehidupan galaksi.
Begitu terbentuk,
lubang hitam akan mencengkeram semua materi yang jatuh ke dalamnya, termasuk
gas yang tertarik dari bintang lain atau dari lubang hitam lainnya.