Foto: CDC, Larry Stauffer
Teknologi.id - Lagi-lagi, bakteri varian baru kembali ditemukan pada kandungan tanah di Amerika Serikat. Bahkan, bakteri ini disinyalir berbahaya dan mematikan. Setidaknya telah ditemukan dua kasus penyakit yang berkaitan dengan bakteri ini.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) membunyikan alarm atas strain bakteri berbahaya yang baru-baru ini terdeteksi di negara itu untuk pertama kalinya.
Bakteri ini bernama Burkholderia pseudomallei dan ditemukan pertama kali di benua Amerika dari sampel tanah dan air di Mississippi Selatan.
“Strain tersebut bertanggung jawab atas penyakit langka melioidosis, juga dikenal sebagai penyakit Whitmore,” ungkap pernyataan CDC.
Baca juga: Apple Ajak Pengguna Android untuk Beralih ke Sistem iOS!
Kedua kasus yang ditemukan terjadi pada Juli 2020 dan Mei 2022. Tidak terkait, akan tetapi berada di daerah yang cukup dekat yaitu di area pantai Mississippi Selatan. Sampel tanah tempat ditemukannya bakteri ini adalah area lahan properti kedua pasien ini.
“Bakteri diidentifikasi melalui pengambilan sampel lingkungan tanah dan air di wilayah Pantai Teluk Mississippi selatan selama penyelidikan dua kasus melioidosis manusia," jelas CDC.
CDC memaparkan, meskipun mereka telah menemukan kasus pertama sekitar Juli 2020, mereka baru dapat mengkonfirmasi keberadaan bakteri mematikan itu bulan lalu.
Tidak ada yang tau bagaimana bakteri jenis ini dapat berada di Mississippi. Tetapi sekuensing genomik menjelaskan bahwa kedua kasus infeksi pertama tersebut berasal dari bakteri yang sama dari wilayah bagian barat.
"Tidak jelas berapa lama bakteri itu berada di lingkungan sebelum 2020 atau seberapa luas bakteri itu ada di benua Amerika Serikat," kata CDC dikutip dari IFL Science.
Bakteri ini biasanya ditemukan di iklim tropis dan subtropis di seluruh dunia, termasuk di Asia Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan, Karibia, dan Australia.
Baca juga: Mudahkan Pengguna di Tanah Air, Aplikasi Zoom Meeting Kini Dukung Bahasa Indonesia
Melioidosis, juga dikenal sebagai penyakit Whitmore yang disebabkan oleh bakteri in, menyebar melalui kontak dengan tanah atau air yang terkontaminasi. Misalnya, meminum air atau pun memakan makan yang telah jatuh ke tanah yang terkontaminasi. Akan tetapi kasus dengan penularan antar manusia belum ditemukan.
“Risiko penularan dari orang ke orang dianggap sangat rendah karena hanya ada beberapa kasus yang terdokumentasi.” ungkap CDC.
Gejala pada penyakit ini cukup mirip dengan Tuberkulosis dan Pneumonia sehingga sering disalah artikan. Infeksi lokal biasanya akan melibatkan rasa sakit, bengkak, demam, ulserasi pada kulit, atau abses. Penyakit ini juga dapat mempengaruhi sistem pernapasan, menyebabkan batuk, nyeri dada, demam tinggi, dan sakit kepala.
Jika infeksi masuk ke aliran darah maka pasien akan mengalami demam, sakit kepala, nyeri sendi, sakit perut, disorientasi, dan gangguan pernapasan. Akhirnya, terjadi infeksi demam yang menyebar, yang mengakibatkan demam, penurunan berat badan, nyeri perut atau dada, nyeri sendi, sakit kepala, dan kejang.
Ternyata, pada tahun 2016 sebuah penelitian telah dilakukan oleh para peneliti di Universitas Oxford memperkirakan bahwa bakteri ini telah membunuh hingga 89.000 orang selama tahun sebelumnya. Berdasarkan perkiraan, bakteri itu mungkin ada di hingga 79 negara, termasuk 34 negara yang sebelumnya tidak mendeteksinya.
Pada akhir 2014, CDC mengkonfirmasi bakteri telah bocor dari salah satu laboratoriumnya sendiri di Louisiana setelah beberapa hewan penelitian terjangkit melioidosis, setidaknya empat hewan di antaranya tidak bertahan. CDC kemudian menutup pekerjaan laboratorium, dengan mengatakan telah menemukan masalah dengan keamanan dan kesehatan pada hewan penelitiannya.
CDC mengatakan, ini adalah suatu pertanda bahwa badan kesehatan masyarakat di AS perlu mempersiapkan diri. Dijelaskan pula jika bakteri ini telah menemukan jalannya di tanah maka tidak akan dapat dikeluarkan.
"Upaya kesehatan masyarakat harus fokus terutama pada peningkatan identifikasi kasus sehingga pengobatan yang tepat dapat diberikan. Melioidosis sekarang menjadi Penyakit yang Dapat Diberitahukan secara Nasional setelah pemungutan suara yang menguntungkan pada konferensi [Dewan Epidemiologi Negara dan Wilayah] 2022 yang harus meningkatkan pengawasan domestik dan respons kesehatan masyarakat," imbuhnya.
(kssa)