Sumber foto: CNN Indonesia
Ibarat pepatah, dibawa terbang tinggi lalu dijatuhkan
ke jurang. Hal itulah yang sedang dialami oleh sebagian investor BUKA, kode
saham yang ditujukan kepada PT Bukalapak.com Tbk.
Bagaimana tidak, semenjak melantai di bursa pada 6
Agustus lalu, saham BUKA dibuka dengan harga Rp1.055 dan ditutup pada harga
Rp1.060. Sempat menunjukkan performa yang baik, pada Hari Senin (9/8) harga
BUKA meroket hingga mencapai Rp1.325 dan menyentuh auto reject atas (ARA).
Merasa tidak ingin tertinggal, banyak investor saham yang berlomba-lomba untuk
membeli saham BUKA. Alih-alih mendapatkan keuntungan, justru yang dialami yaitu
sebaliknya. Masih di hari yang sama, harga saham BUKA terjun jauh menjadi
Rp1.110 di harga penutupannya.
Berharap dapat pulih kemballi, namun justru harga
saham BUKA semakin terjun seakan-akan hingga sampai ke jurang. Sampai pada Hari
Jumat (13/8) harga BUKA semakin menurun menjadi Rp910 pada harga penutupannya.
Hingga saat ini, ketika pasar saham kembali dibuka di
awal minggu ini (16/8), harga saham BUKA semakin menurun hampir menembus batas auto
rejection bawah (ARB) sebesar 6,81%. Harga saham BUKA terkini turun menjadi
Rp890.
Menyikapi hal tersebut, Pendiri LBP Institute, Lucky
Bayu Purnomo mengatakan bahwa wajar apabila harga saham-saham yang baru
melantai di bursa mengalami fluktuasi. Terutama untuk saham yang sulit diukur
harga wajarnya seperti perusahaan teknologi.
Bahkan Lucky menganggap bahwa pasar sudah menguji harga BUKA. Menurutnya, BUKA dianggap kemahalan di harga puncaknya yaitu Rp1.325. Ia menganggap harga yang pantas berkisar di antara Rp950 – Rp1.000 per saham. Jika masih berada di atas Rp1.000, menurutnya kurang menarik untuk mengoleksi saham.