Foto: TIMES Indonesia
Teknologi.id - Game online semakin digemari oleh berbagai kalangan di seluruh dunia. Indonesia menempati posisi ketiga negara dengan pasar game online terbesar di dunia dengan data jumlah unduhan game online di Indonesia mencapai 3,45 miliar. Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023 mencatat bahwa anak-anak hingga usia 18 tahun mendominasi sebagai pelanggan game online dengan persentase 46,2%. Kondisi ini dapat menunjukkan adanya indikasi kecanduan game online di kalangan anak-anak.
Permainan daring ini cenderung berdampak buruk apalagi jika telah sampai pada tahap kecanduan. Terlebih bagi anak-anak, keseringan bermain game online memiliki potensi dampak buruk yang lebih besar.
Secara ilmiah, anak-anak memiliki kemampuan berpikir yang berbeda dengan orang dewasa. Pada usia 7-11 tahun, anak-anak sudah memiliki kemampuan untuk berpikir logis meskipun belum secara matang sehingga biasanya anak-anak akan menelan informasi secara bulat-bulat tanpa dipilah. Dengan demikian, anak-anak pada usia ini berpikir, bertingkah, dan berucap semata-mata meniru atas apa yang dilihat.
Hal ini berpengaruh dengan apa yang anak-anak jumpai saat bermain game online. Di dalam game online, anak-anak akan mejumpai berbagai fenomena yang tidak sesuai dengan kehidupan nyata. Apa yang ada di dalam game online bersifat fiksi dan fantasi. Karakter-karakter pada game online digambarkan dengan visual dan kemampuan berdasarkan imajinasi pembuat game. Selain itu, apa yang terjadi di game online kebanyakan tidak dapat diterima kelogisan akal manusia. Faktor-faktor eksternal saat bermain game online juga memiliki dampak yang cenderung buruk apabila dimainkan secara terus-menerus.
Baca juga Menkominfo Bersuara: Mengupas Isu Pemblokiran Game Online
Bahaya Game Online bagi Anak-Anak
Foto: Makassarmetro.com
1. Ketidaklogisan dalam game online berpotensi ditiru oleh anak-anak
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam game online yang bersifat fantasi dan fiksi, umumnya tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan kehidupan nyata. Contohnya game online yang mengandung unsur perkelahian, biasanya karakter tidak akan mati setelah diserang dalam bentuk apapun selagi nyawa karakter masih ada. Hal seperti ini tentu tidak sesuai dengan kemampuan manusia di kehidupan nyata. Selain itu, beberapa karakter dalam game online digambarkan sebagai bentuk manusia yang memiliki kemampuan super, bisa melakukan segalanya tanpa ada batasan apapun, melebihi kemampuan yang dimiliki manusia sebenarnya.
Ketidaklogisan seperti ini memungkinkan dianggap oleh anak-anak sebagai hal yang masuk akal bahkan anak-anak bisa menirunya di kehidupan nyata. Anak-anak dikhawatirkan mempraktikkan apa yang dilihatnya dalam game online ke kehidupan nyata.
2. Pelanggaran aturan masyarakat dalam game online
Saat bermain game online, pemain dapat berkomunikasi dengan pemain lain baik secara teks maupun suara. Beberapa game mengusun kerja sama tim saat bermain. Di sini para pemain dari berbagai latar belakang, usia, dan jenis kelamin akan bertemu dan bersatu sebagai sebuah tim. Pemain bisa berkomunikasi intens dengan beragam komunikasi dengan ciri khas dari masing-masing pemain. Hal ini mengakibatkan tidak jarang muncul adanya penularan cara komunikasi yang buruk.
Ketika permainan berjalan tidak baik dan itu berasal dari seorang pemain, memungkinkan rekan setim berperilaku dan berucap tidak baik atau toxic. Tindakan ini dapat berbentuk penghinaan, penyudutan, pelanggaran etika berkomunikasi. Dengan kata-kata yang terlontar biasanya tidak terfilter secara baik.
Selain itu, kultur yang terdapat dalam game online umumnya bersifat lebih bebas, tidak terikat aturan yang juga berlaku di masyarakat dalam kehidupan nyata. Contohnya, beberapa game online memiliki misi yang harus diselesaikan oleh karakter dalam game, beberapa misi terkadang harus melakukan kegiatan yang melanggar aturan dalam bermasyarakat, seperti mengambil barang di tempat umum, merusak fasilitas umum, hingga membunuh orang lain di dalam game.
Mungkin jika yang bermain game online itu orang dewasa, orang yang telah memiliki kemampuan berpikir logis dan mampu memilah mana yang benar dan mana yang salah, hal tersebut tidaklah menjadi masalah. Namun, apabila anak-anak yang bermain game online dan menjumpai fenomena yang tidak sesuai dengan aturan masyarakat tersebut, bisa saja anak-anak membawanya ke kehidupan nyata. Salah satu penyebab anak-anak mengetahui perkataan-perkataan kotor atau toxic dan perilaku agresif anak-anak adalah dari lingkungan bermain game online yang anak-anak dapatkan.
3. Lupa waktu dan kurangnya sosialisasi
Bermain game online secara terus-menerus hingga kecanduan dapat mengakibatkan anak-anak menjadi lupa waktu. Apalagi jika tidak berada di bawah pengawasan orang tua, anak-anak akan lupa waktu untuk mengerjakan kewajibannya sebagai seorang pelajar. Selain itu, anak-anak yang hampir seharian menggeluti permainan daring ini, tentu minim interaksi dan intensitas anak untuk bersosialisasi akan lebih kecil. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kemampuan emosional anak.
Kecanduan game online cenderung berdampak buruk, khususnya bagi anak-anak. Maka dari itu, dalam hal ini sangat diperlukan peran dan pengawasan orang tua supaya tidak terjadi penyimpangan yang semakin membahayakan anak-anak. Berkaitan dengan hal ini, bukan berarti anak-anak mesti dilarang untuk bermain game karena sebenarnya game online juga memiliki dampak baik. Namun, yang diperlukan adalah regulasi dan pengawasan yang bisa mengarahkan anak-anak dapat bermain game online sesuai porsi dan sewajarnya.
Baca juga artikel lainnya di Google News.
(ah)