Foto: Unsplash
Teknologi.id – Pastinya banyak di
antara kita yang saat remaja sangat ingin menghindari pelajaran matematika.
Namun, coba pikirkan kembali hal tersebut. Sebuah riset terbaru menemukan,
berhenti mempelajari matematika setelah berumur 16 tahun dapat memberikan
pengaruh buruk untuk perkembangan otak dan kognitif manusia.
Inggris memiliki sistem pendidikan
yang cukup unik dimana siswanya dapat memilih subjek mata pelajaran yang mereka
mau. Sistem pendidikan ini membuat tak sedikit siswa SMA di Inggris yang
memutuskan untuk tidak lagi mengambil mata pelajaran matematika. Dari fenomena
ini, para peneliti Universitas Oxford hendak mencari tahu apa dampaknya bagi
otak manusia.
Melalui enelitian yang dipublikasi di
jurnal PNAS pada 15 Juni 2021, para peneliti melibatkan sekitar 133 siswa
dengan rentang usia 14-18 sebagai bagian objek eksperimen mereka.
Hasilnya dari penelitian ini mengatakan bahwa siswa yang berhenti belajar matematika memiliki senyawa kimia otak penting yang lebih rendah daripada siswa yang terus belajar matematika.
Baca juga: Orang yang Tertidur Ternyata Bisa Jawab Soal Matematika
Senyawa kimia ini adalah gamma-Aminobutyric
acid (GABA). GABA ini berada di area otak yang disebut korteks prefrontal. GABA
memiliki fungsi kognitif penting, seperti penalaran, pemecahan masalah,
matematika, memori dan belajar.
“Masa remaja adalah periode penting
dalam kehidupan yang berhubungan dengan otak penting dan perubahan kognitif.
Sayangnya, kesempatan untuk berhenti belajar matematika pada usia ini tampaknya
menimbulkan kesenjangan antara remaja yang berhenti belajar matematika
dibandingkan dengan mereka yang melanjutkan,” ucao pemimpin studi sekaligus
profesor Ilmu Saraf Kognitif di Universitas Oxford, Roi Cohen Kadosh.
“Studi kami memberikan tingkat
pemahaman biologis baru tentang dampak pendidikan pada otak yang sedang
berkembang dan efek timbal balik antara biologi dan pendidikan,” sambungnya.
Para peneliti dapat membedakan antara
remaja yang masih belajar matematika dan yang tidak hanya dari jumlah senyawa
kimia GABA di otak. Padahal, sebelum para siswa berhenti belajar matematika,
para peneliti tak menemukan perubahan senyawa GABA di otak mereka.
Selain itu, perubahan senyawa kimia
GABA di otak terbukti dalam dunia nyata. Di catatan penelitian tersebut, dalam
kurun waktu 19 bulan siswa yang punya senyawa GABA lebih tinggi dapat
mengerjakan soal matematika lebih baik ketimbang yang lebih rendah.
Cohen menjelaskan, sampai sekarang belum diketahui bagaimana perbedaan ini terjadi. Para peneliti juga belum memahami apa efek jangka panjang dari hilangnya senyawa kimia GABA di otak. Namun, Cohen menegaskan bahwa remaja yang enggak suka matematika mungkin dapat mencoba pelajaran lain yang mirip untuk menjaga senyawa kimia GABA di otak.
(MIM)