
Foto: binar.co
Teknologi.id - Maraknya eksistensi kecerdasan buatan terus mengguncang dunia kerja di Indonesia. Chatbot sudah mengambil alih 95% pertanyaan rutin pelanggan di perusahaan telekomunikasi besar, dan software AI mampu menulis laporan dalam hitungan detik. Namun, di balik ancaman itu, ada beberapa profesi yang justru diprediksi tetap eksis dan semakin dicari karena membutuhkan empati, kreativitas, serta kemampuan fisik yang masih sulit digantikan oleh mesin dan teknologi AI.
Baca juga: Pekerjaan Aman dari AI? Bapak AI Sarankan Anak Muda Belajar Jadi Tukang Ledeng
8 Profesi yang Kebal AI
Berdasarkan riset terbaru dari Microsoft Research, Nexford University, dan laporan lokal Nucamp, Berikut 8 pekerjaan dengan peluang risiko digantikan AI paling rendah hingga 2030:
1. Perawat dan Tenaga Medis Lapangan

Foto: monsterar
Meskipun AI bisa membaca hasil CT-scan, membuat resep obat standar hingga memberikan diagnosa, tetapi saat pasien membutuhkan dukungan emosional, tindakan rasional yang diambil saat keadaan darurat, semua itu masih harus dikerjakan oleh perawat dan dokter. DI Indonesia, kebutuhan perawat naik 25% sampai 2030 karena populasi lansia yang terus bertambah.
2. Psikolog dan Konselor Kesehatan Mental
Foto: halodoc
Kecerdasan buatan bisa memberikan latihan mindfulness, tetapi tidak bisa mendeteksi nada getir dan ekspresi dari manusia. Konseling membutuhkan kepercayaan jangka panjang yang terbangun dari tatapan mata dan bahasa tubuh, sesuatu yang AI belum mampu replikasi secara autentik. Tidak hanya itu, pasien lebih percaya untuk memberikan rahasia mereka kepada psikolog daripada mesin yang tidak memiliki empati.
3. Guru PAUD dan Pendidikan Khusus
Foto: kabarpendidikan
Anak Usia 3-6 tahun belajar melalui metode permainan, pelukan, dan contoh secara langsung. Begitu juga dengan anak berkebutuhan khusus, mereka butuh pendekatan yang terus berubah setiap hari. Robot dan kecerdasan buatan bisa saja dirancang untuk mengajar dan menjelaskan materi, tetapi tidak bisa mengenali kapan seorang anak berkebutuhan khusus membutuhkan ruang tenang dan penanganan yang cocok sesuai dengan kondisi mereka. Sesuatu yang belum bisa digantikan oleh kecerdasan buatan.
4. Pengacara
Foto: suarajabar.id
Di ruang sidang, lawan bisa saja berbohong dengan ekspresi wajah yang sulit dibaca algoritma seperti menangis dan marah. Pengacara dibekali dengan kemampuan membaca kondisi ruangan sidang, sehingga bisa mengambil keputusan sesuai keadaan yang terjadi. Hal ini masih terlalu kompleks utuk dipahami dan dilakukan oleh AI.
5. Manajer Proyek Kreatif
Foto: swiat-abrazow
Mengkoordinasikan tim yang terdiri dari desainer, programmer, dan marketing bukan sekedar membuat jadwal pada sistem. Manajer harus mampu meredam konflik antaranggota, membaca suasana rapat, serta mengambil keputusan secara cepat ketika deadline mendadak. Semua itu menuntut kemampuan membaca emosi dan dinamika kelompok, sesuatu yang belum bisa dijangkau oleh kecerdasan buatan.
6. Teknisi Lapangan (Listrik, AC, Mekanik Berat)
Foto: istockphoto
Ketika panel listrik rusak di tengah banjir atau mesin produksi pabrik mati tanpa menunjukkan kode error, teknisi lapangan harus mengandalkan indera dan pengalaman puluhan tahun. Mereka mendengar bunyi aneh, mencium bau gosong, lalu menemukan solusi di tempat yang sering tidak terduga. Robot memang bisa dikirim ke lokasi, tetapi belum mampu berimprovisasi di kondisi ekstrem seperti yang rutin dilakukan teknisi manusia.
7. Petugas Pemadam Kebakaran dan Penyelamat
Foto: istockphoto
Dalam situasi kebakaran atau bencana, setiap detik menentukan nyawa. Petugas harus memutuskan rute masuk yang paling aman, menilai kekuatan struktur bangunan yang terbakar, serta menyelamatkan korban di tengah kepanikan. Kombinasi keberanian, kekuatan fisik, dan kemampuan mengambil keputusan di bawah tekanan ekstrem membuat profesi ini tetap sepenuhnya bergantung pada manusia.
Baca Juga: BRIN Ungkap Meteor Besar di Cirebon Tak Sebabkan Kebakaran, Ini Faktanya!
8. Spesialis Keberlanjutan dan Lingkungan
Foto: mediawarta
Merancang sistem pengelolaan limbah yang sesuai dengan kondisi kampung nelayan, bernegosiasi dengan warga yang tanahnya terdampak proyek energi terbarukan, atau mencari solusi banjir yang tidak merusak ekosistem lokal membutuhkan pemahaman mendalam tentang ilmu teknik sekaligus sensitivitas sosial. AI dapat memberikan simulasi data, tetapi keputusan akhir yang melibatkan nilai budaya dan kepentingan masyarakat masih harus diambil oleh ahli manusia.
Baca Juga: Jangan Sampai Ketipu! 7 Tanda Video Deepfake di TikTok & Instagram
Maraknya eksistensi AI dan teknologi bukan berarti menghilangkan eksistensi dari manusia. Kementrian Ketenagakerjaan mencatat sektor kesehatan dan pendidikan justru membuka 1,2 juta lowongan baru hingga 2027, dan sebagian besar tidak bisa digantikan oleh AI. Hal ini juga diperkuat oleh Dr. Andy Alamsyah selaku pengamat AI dari Telkom University yang menegaskan bahwa "AI akan menggantikan tugas, bukan profesi".
Di tengah badai disrupsi AI, delapan profesi ini menjadi pilihan yang cukup aman bagi tenaga kerja Indonesia. Bagi yang masih di zona rawan, kini saatnya beralih atau meningkatkan skill ke arah yang lebih manusiawi. Karena di tahun-tahun mendatang, yang paling berharga bukan lagi kecepatan mengetik, melainkan kemampuan memahami dan menyentuh hati manusia lain.
Baca berita dan artikel lain di Google News
(AA/ZA)