Perusahaan Google, Facebook, dan Twitter mengancam mundur dari Hong Kong jika daerah otonomi China melanjutkan rencana untuk menetapkan amandemen undang-undang perlindungan data dan privasi. Menurut Reuters, ancaman tersebut terungkap dalam surat yang dikirim oleh Koalisi Internet Asia (AIC). Usulan amandemen undang-undang privasi di Hong Kong dapat membuat individu terkena sanksi berat dan dapat membuat perusahaan bertanggung jawab atas kampanye doxing. Para perusahaan berbasis teknologi tersebut khawatir jika staf mereka dapat menghadapi investigasi kriminal atau bahkan tuntutan jika pengguna memberikan informasi pribadi secara online, meskipun mereka tidak bermaksud jahat. "Sama sekali tidak proporsional dan dapat membungkam kebebasan berbicara. Tidak selaras dengan norma dan tren global," ucap koalisi mengutip Engadget, Selasa (6/7). Menurut koalisi, ada satu cara untuk menghindari sanksi tersebut, yaitu adalah menahan diri dari berinvestasi dan menawarkan layanan mereka di Hong Kong. Melalui surat yang berisi enam halaman itu, Direktur Pelaksana Komisi Internet Asia Jeff Paine mengakui bahwa amandemen yang diusulkan berfokus pada keamanan dan privasi data pribadi individu. Akan tetapi, pihaknya ingin menekankan jika doxing merupakan masalah yang serius. Selama protes anti-pemerintah di Hong Kong pada tahun 2019, doxing yang merupakan tindakan secara terbuka dengan merilis informasi pribadi atau identitas tentang seseorang atau organisasi, mendapat sorotan karena polisi yang menjadi sasaran usai rincian data pribadi mereka dirilis secara online. Rincian alamat rumah beberapa petugas dan sekolah anak-anak juga diungkap oleh pengunjuk rasa anti-pemerintah. Beberapa di antaranya mengancam mereka dan keluarga mereka secara online. "Kami percaya bahwa undang-undang anti-doxing, yang dapat memiliki efek membatasi kebebasan berekspresi, harus dibangun di atas prinsip-prinsip kebutuhan dan proporsionalitas," tegas koalisi AIC. Hingga kini baik Facebook, Twitter dan Google masih menolak berkomentar. Sementara itu, Komisaris Privasi Hong Kong untuk Data Pribadi mengakui sudah menerima urat yang ditulis oleh koalisi. Ia mengatakan bahwa langkah-langkah baru diperlukan setelah doxing mendorong batas 'moralitas dan hukum'. Ia bersikeras bahwa perubahan undang-undang tidak akan berpengaruh pada kebebasan berekspresi, dan juga tak akan menghalangi investasi dari perusahaan luar negeri ke wilayah Hong Kong. Sebelumnya, ada kekhawatiran bahwa pejabat pro-China akan menyalahgunakan undang-undang yang diamandemen untuk membungkam perbedaan pendapat dan menciptakan pasal karet.