Foto: pixabay
Teknologi id – Dalam menggelar layanan 5G secara komersial salah satu tantangan yang dihadapi operator seluler di Indonesia adalah tentang bagaimana menumbuhkan kebutuhan akan 5G di tengah pelanggan. Keterbatasan Pada spektrum frekuensi, kesiapan ekosistem nasional, dan sumber daya manusia menjadi tiga tantangan terbesar dalam penggelaran 5G oleh operator seluler pada tahun ini.
Hal ini pernah diungkapkan dalam perhelatan balapan MotoGP di Mandalika Oleh Direktur Network Telkomsel, Nugroho, Lombok, NTB pada Sabtu lalu (19/3/2022). Pria yang akrab disapa Nugi itu mengungkapkan bahwa masih butuh waktu lama bagi pelanggan operator seluler menggunakan layanan 5G secara luas, seperti layaknya jaringan 4G saat ini.
"Karena selain spektrum (frekuensi) dan handset, yang paling utama itu needs (kebutuhan)," ungkap Nugi.
Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan ketersediaan spektrum merupakan salah satu masalah terbesar dalam pengembangan 5G pada 2022 di Indonesia. Permasalahan ini dapat diatas dengan lelang yang digelar pemerintah di pita mid-band, high-band dan gelombang millimeter. Lelang dilakukan secara bertahap oleh Kemenkominfo ungkap sigitt.
Kemenkominfo mengumumkan pemenang lelang frekuensi pada rentang 2.360 – 2.390 MHz yang akan digunakan untuk penyelenggaraan jaringan 5G di Indonesia.
Baca juga: Ini Kecepatan Internet 5G Asia Pasifik, Urutan Berapa Indonesia?
Terdapat tiga operator seluler yang memenangkan lelang frekuensi tersebut, yakni
PT Smart Telecom (Smartfren),
PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), dan
PT Hutchison 3 Indonesia.
Sesuai aturan dokumen seleksi, Objek Seleksi pita frekuensi radio 2,3 GHz pada rentang 2.360 – 2.390 MHz terdiri atas tiga blok pita frekuensi radio. Hasilnya, ditetapkan Smartfren mendapatkan blok A, 3 Indonesia blok B dan Telkomsel blok C.
5G akan memiliki kecepatan hingga 100 kali lebih cepat pada 10Gbps jika dibandingkan dengan jaringan 4G. Yang berarti ketika kalian mengunduh film berdurasi dua jam, akan memakan waktu enam menit dengan 4G. Namun secara teoritis, akan membutuhkan waktu kurang dari empat detik untuk mengunduhnya di atas jaringan 5G.
"Sampai beberapa tahun ke depan, keterbatasan frekuensi masih akan menjadi tantangan terbesar untuk penyediaan layanan 5G yang sesungguhnya," ungkap Sigit. Untuk tambahan informasi, dalam menghadirkan 5G yang sesungguhnya dibutuhkan pita frekuensi sebesar 100 MHz. Telkomsel, paling lebar hanya memiliki 50 MHz di pita 2,3 GHz.
Sementara itu, Indosat Ooredoo Hutchison sebesar 2 x 30 MHz di pita 2,1 GHz dan 1,8 GHz. Lalu, XL Axiata memiliki 2x22,5 MHz di pita 1,8 GHz.
Sampai beberapa tahun ke depan, Sigit memperkirakan adanya keterbatasan frekuensi masih akan menjadi tantangan terbesar untuk penyediaan layanan 5G yang sesungguhnya.
Pada Undang-undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja, Sigit mengungkapkan telah memberi lampu hijau dalam mengatasi masalah keterbatasan frekuensi dengan memperbolehkan berbagi spektrum antar operator. Ini suatu terobosan baru dalam regulasi telekomunikasi di Indonesia.
“Mungkin masih perlu peran pemerintah untuk mendorong terwujudnya kerja sama [spektrum] ini, sehingga tidak sepenuhnya diserahkan ke mekanisme bisnis business to business (B2B),” ujar Sigit.
Menurut Sigit, sebagai permulaan, dapat dimulai secara terbatas di proyek strategis nasional, yang sekaligus secara pasar masih merupakan Blue Ocean. Blue Ocean sendiri merupakan pasar baru dimana persaingan belum terlalu ketat dan permintaan pasar potensial untuk dikembangkan.
Baca juga: Jaringan 5G Kecepatan 5 Gbps Disiapkan Pada MotoGP Mandalika 2022
“Misalnya di proyek Ibu Kota Negara atau event besar G-20 di Bali dan sebagainya. Sehingga setidaknya di tempat tersebut, 5G yang sesungguhnya bisa dirasakan,” kata Sigit.
Tantangan keduanya adalah pengembangan ekosistem nasional dan menghadirkan kasus pemanfaatan yang sesuai dengan kebutuhan dan mempunyai daya ungkit tinggi. Teknologi 5G bukan sekedar evolusi 3G/4G secara kecepatan, tetapi juga menciptakan banyak peluang use-case baru di berbagai sektor dan bidang sehingga memiliki potensi nilai ekonomi sangat besar.
“Dan yang juga tidak kalah pentingnya adalah aspek SDM, yaitu upaya penyediaan talenta digital dengan skil yang sesuai dan dibutuhkan di era 5G,” tambah Sigit.
(na)