Teknologi. id - Saat ini, bumi kita sedang mengalami krisis air
bersih. Tidak ada cukup air bersih untuk keberlangsungan hidup manusia beberapa
tahun mendatang.
Sudah banyak kasus kekurangan air muncul di
berbabagai belahan dunia. Hal yang dilakukan untuk menangani kasus kekurangan
air tersebut adalah dengan mendaur ulang air yang sudah kita gunakan dan juga
mensosialisasikan kepada semua orang untuk mulai menghemat penggunaan air
bersih.
Namun, sekedar mendaur ulang dan menghemat
tidaklah cukup untuk memastikan tersedianya air bersih di tahun-tahun
mendatang. Ilmuan perlu menemukan sumber air bersih baru untuk menopang
kehidupan dan juga memenuhi kebutuhan manusia.
Sebuah studi baru menguraikan bahwa struktur bercocok tanam dapat digunakan untuk mengubah uap di atas lautan menjadi air bersih yang dapat dikonsumsi. Hal tersebut membuat, uap air di atas lautan, salah satu sumber yang hingga saat ini belum dimanfaatkan bisa menjadi sumber baru bagi manusia mendapatkan air bersih.
Akan berukuran sekitar 210 meter dengan lebar 100 meter, struktur yang diusulkan akan meniru siklus alami dari cara menghasilkan air, teknologi ini nantinya akan dapat mengubah uap air di atas lautan menjadi air bersih siap konsumsi. Saat ini, peneliti sedang menghitung jumlah kelembaban yang dapat diekstrasi di 14 lokasi di seluruh dunia. Nantinya, hanya dengan satu dari instalasi ini akan berpotensi memenuhi kebutuhan air minum harian bagi 500.000 orang.
Baca juga: Naegleria Fowleri, Amoeba Pemakan Otak yang Merenggut Nyawa Pria 50 Tahun di Korsel
Teknologi sistem ekstrasi uap air ini nantinya akan mengangkut udara lembab (uap) menuju pantai terdekat. Lalu, dengan sistem yang ada, udara lembab tersebut akan didinginkan sehingga dapat mengembunkan uap air menjadi cairan. Pada proses akhir, sistem ini akan mengumpulkan cairan yang sudah dihasilkan.
Menurut Francina Dominguez, seorang ilmuan atmosfer dari University of Illinois, teknologi ini belom pernah terpikirkan dan dilakukan sebelumnya. Hal tersebut mungkin dikarenakan para peneliti lainnya terlalu berfokus pada solusi berbasis lahan untuk menangani kelangkaan air yang sedang terjadi.
Peneliti juga terus mempertimbangkan konsekuensi
potensial dari perubahan iklim yang ada dalam penelitian yang mereka lakukan.
Namun, mereka dapat memastikan, seperti yang sudah di publikasikan pada Scientific
Reports, bahwa teknologi yang sedang mereka kembangkan ini akan tetap
bisa berfungsi ketika dunia menghangat atau mengalami perubahan iklim.
Teknologi ini akan sangat berguna sebagai solusi dari masalah kelangkaan air, yang parahnya sangat berdampak bagi orang menengah ke bawah di berbagai belahan dunia. Kelangkaan air yang terjadi sangat memengaruhi kesehatan, keamanan, serta pendapatan dari masyarakat terdampak.
Diharapkan bisa menjadi teknologi yang bisa
memaksimalkan sumber air bersih baru, sistem ini diklaim bisa membuat perubahan
besar tanpa harus merusak ekosistem atau lingkungan sekitar.
(cta)