Teknologi.id - Penelitian tentang pemanfaatan air hujan sebagai energi dilakukan oleh sekelompok siswa IPA kelas XI SMA Thursina International Islamic Boarding School ( IIBS ) Malang. Global Youth Invention and Innovation Fair (GYIIF) 2023 yang diselenggarakan oleh IPB University pada akhir Januari lalu menampilkan penelitian ini. Tim tersebut beranggotakan Farras Hazim Rakhmadi, Muhammad Roayana Azzam Muntaqo, Muhammad Raafi Ananda, Balaga Idnick, dan Nayif Muhammad Dzaki.
GYIIF adalah kompetisi sains internasional untuk invensi, inovasi dan proyek yang diselenggarakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA) bekerja sama dengan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Kategori yang dilombakan antara lain ilmu sosial, ilmu lingkungan, ilmu inovasi, ilmu teknik dan teknologi hayati dan fisika.
Nayif, sang kapten tim, dan kawan-kawan menyisihkan 152 tim riset dari Indonesia dan 17 negara lain dari turnamen tersebut. Dari November 2022 hingga akhir Desember 2022, penelitian dilakukan. Guru fisika, Farhan Naufal Firdaus Al Fath, menjadi pembimbing mereka. Curah hujan yang berlebihan di Indonesia menjadi inspirasi penelitian ini. Nayif dan krunya menggunakan potensi ini untuk menghasilkan studi berjudul Using Raindrops Vibration as an Environmentally Feasible Energy Source.
“Saat itu saya menilai sangat disayangkan air hujan terbuang begitu saja. Padahal negara kita mengalami curah hujan yang tinggi, namun banyak peluang untuk menciptakan energi terbarukan. Selain itu, ada krisis global dengan bahan bakar fosil." Pada hari Senin, Pada 13 Februari 2023, Nayif memberi tahu Tempo di sekolahnya bahwa "Pemerintah kita juga sedang berupaya membangun pembangkit listrik tenaga air hujan (hydroelectric generator)".
Ia menjelaskan secara sederhana bahwa tetesan air hujan memiliki daya tekan, gaya tekan ini dapat dimanfaatkan menjadi energi mekanik yang kemudian diubah menjadi energi listrik. Nayif dan kawan-kawan menggabungkan bahan piezoelektrik dengan berbagai perangkat, termasuk resistor, dioda, dan kapasitor. Untuk bahan, Nayif dan kawan-kawan menginvestasikan Rp 200.000. Mereka mengumpulkan semua bagian untuk membuat prototipe pembangkit listrik selama tiga minggu.
Bahan piezoelektrik dapat digunakan sebagai komponen dalam sistem pengumpulan energi karena komponen tersebut mampu mengubah energi mekanik (tekanan) menjadi energi listrik. Bahan piezoelektrik digunakan dalam penelitian oleh tim Nayif, dan ketika hujan menerjangnya, ia melepaskan tegangan.
Picture: thursinaiibs.sch.id
Arduino Uno dibangun pada platform ATMega328P dan sensor tegangan digunakan untuk mengukur tegangan yang dihasilkan. Untuk mempercepat pemrosesan data, tegangan yang dibaca Arduino langsung dihubungkan ke laptop yang sudah terpasang aplikasi penghitung energi listrik.
Laboratorium Fisika Thursina IIBS berfungsi sebagai hub untuk semua operasi penelitian mereka. Saat hujan, tes dilakukan di luar ruangan di dalam lingkungan sekolah. Papan piezoelektrik ditinggalkan di bawah hujan selama pengujian. Kelompok mengabaikan kecepatan angin dalam perhitungan.
Nayif melanjutkan, “Ketika kami melakukan pengujian, ternyata cuaca tidak hujan, karena keterbatasan waktu, akhirnya kami menggunakan jet shower sebagai pengganti air hujan.” Jumlah debit air dan irigasi yang berbeda digunakan dalam beberapa pengujian.
Baca juga: ChatGPT OpenAI vs Bard Google, Mana yang Unggul?
Tes dilakukan sebanyak lima kali. Untuk menyalakan lampu light emitting diode (LED), Nayif dan kawan-kawan menciptakan alat yang mampu menghasilkan listrik sebesar 10 hingga 18,46 volt dari aliran air 160 milliliter per detik.
Lampu ini digunakan sebagai sebuah indikasi listrik. LED membutuhkan daya 3,6 volt. Layar laptop menampilkan energi yang tercipta. Selama hujan, lampu akan menyala selama durasinya. Temuan studi mereka juga menunjukkan bahwa pembangkitan tegangan meningkat sebanyak dengan derasnya aliran air.
“Data yang melewati piezoelektrik kami masih acak dan tidak konstan. Kami hanya membangun perangkat yang membersihkan dan menyeimbangkan aliran arus listrik yang masuk. Alhasil, penelitian kami masih dalam tahap sangat awal dan sangat mendasar”, jelas Nayif, pemuda asli Palembang berusia 16 tahun, pada 2 November 2006.
Mereka bersikeras membuat alat buatan mereka lebih baik sehingga banyak orang dapat menggunakannya. Nayif memimpikan suatu hari ketika alat yang mereka buat dapat dipasang di atap rumah masyarakat Indonesia untuk mengurangi biaya hidup mereka.
Farhan, instruktur fisika Nayif, mengklaim bahwa kelompoknya sering membawa pulang penghargaan hasil studi mereka. Ditandai dengan berbagai medali, mereka telah memenangkan tiga kejuaraan pada tahun 2022. Mereka menerima penghargaan emas di International Avicenna Youth Science Fair yang berbasis di Iran tahun itu.
Baca juga: Ternyata Begini Cara Kerja ChatGPT Menjawab Pertanyaan Pengguna
Mereka kemudian membawa pulang hadiah perak dari World Invention Competition Exhibition (WICE) Malaysia. Mereka membawa penghargaan emas dari ISIF, kompetisi sains dan penemuan internasional yang diselenggarakan di Universitas Pendidikan Ganesha dalam format hybrid di Bali pada tanggal 1-5 November 2022.
Saat ini, Nayif dan kawan-kawan berkeinginan untuk berkarya lagi melalui Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR), sebuah acara yang diadakan setiap tahun pada bulan Maret oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN, LIPI sendiri diintegrasikan menjadi lembaga penelitian di dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada tahun 2021.
“Jika kita berhasil di LKIR, mahasiswa kita akan memiliki kesempatan untuk melakukan perjalanan ke Amerika Serikat dan bersaing dengan tim peneliti dari berbagai negara. Itu jauh lebih sulit, kata Farhan.
(da)