Peta Dunia Berbasis AI Ini Bisa Bantu Atasi Masalah Iklim Dunia, Kok Bisa?

Nadhira Adesta Ramadhanti . September 01, 2023

Teknologi.id – Kecerdasan buatan kini turut membantu kita dalam memetakan dunia dan menghadapi perubahan iklim. Satlas hadir dengan terobosan peta berbasis AI mereka.


Lewat pemetaan dan analisis spasial, kita dapat melihat cakupan pohon di seluruh dunia, mengidentifikasi berbagai tutupan lahan, hingga menyangkut-paut komponen geografis tersebut dengan elemen demografis, menciptakan sebuah sistem perancangan yang luas.


Kecerdasan buatan pun kini ambil andil dalam dunia pemetaan, memungkinkan kita untuk merencanakan proyek-proyek energi terbarukan dan analisis tutupan pohon dengan kualitas gambar satelit yang lebih tajam. Di sinilah Satlas dari Allen Institute of AI berperan, menghadirkan implementasi AI pada dunia sistem informasi geografis (SIG).


Melalui laman resminya, Satlas membahas mengenai fitur Super-Resolution andalan mereka. Disebutkan, “Citra satelit resolusi rendah dunia tersedia setiap minggu, tetapi citra satelit resolusi tinggi untuk publik sangat terbatas.” Citra satelit yang disebutkan merujuk pada citra dari satelit Sentinel-2 milik Badan Antariksa Eropa.


Penerapan resolusi tinggi dinilai akan sangat membantu tugas-tugas analisis dan estimasi bagi para ilmuwan di bidang SIG dan pembuat kebijakan tata lingkungan, misalnya untuk estimasi kerusakan pascabencana hingga klasifikasi jenis tanaman.


Namun sayangnya, ketersediaan data beresolusi tinggi ini sangatlah jarang, sehingga Satlas pun menyebutkan mereka masih belum bisa menjanjikan penerapan Super-Resolution bagi data untuk negara-negara berkembang.


Foto: Super-Resolution Satlas, menguji di enam lokasi (Nakuru, Sydney, New Orleans, Maisse, Los Angeles, dan Dry Tortugas)


Namun Satlas telah berupaya melatih model Super-Resolution mereka (mengadaptasi dari model ESRGAN) untuk menghasilkan citra beresolusi tinggi dalam skala global, dimulai dengan data dari 2023. Disebutkan, salah satu kelebihan model Super-Resolution adalah terkadang lebih up-to-date dibandingkan Google Maps. Satlas memberi contoh dari citra di Kota Cebu, Filipina. Mereka membandingkan citra dari Sentinel-2, Super-Resolution, dan Google Maps dalam menggambarkan infrastruktur pesisir di kota tersebut.


Foto: Perbandingan tiga citra di Kota Cebu, Filipina


Foto: Alur model Super-Resolution, mengadaptasi dari ESRGAN model


Selain itu, Satlas juga menyebutkan model mereka memungkinkan peningkatan resolusi seiring waktu berjalan. Peningkatan ini tak hanya mengenai tajam-jernihnya citra, tetapi juga meningkatkan citra lewat memudarkan area yang tertutup awan. Tak jarang identifikasi citra dihalangi oleh awan-awan ini, sehingga fitur tersebut dinilai sangatlah membantu.


Foto: Perbandingan perubahan citra satelit hasil Super-Resolution seiring waktu


Baca Juga: Niantic Rencanakan Teknologi AR untuk Peta Dunia


Mengutip dari The Verge, untuk saat ini Satlas berfokus pada proyek-proyek energi terbarukan dan tutupan pohon. Data dari Sentinel-2 yang digunakan mencakup sebagian besar porsi dunia, kecuali beberapa bagian di Antartika dan lautan terbuka yang jauh dari daratan.


Peta yang dihasilkan dari mengolah citra satelit tersebut akan memfokuskan pada elemen-elemen terkait tujuan iklim, seperti pemangkit listrik tenaga surya, turbin angin darat, kawasan lepas pantai, hingga tutupan kanopi pohon yang berubah dari waktu ke waktu. Menurut Allen Institute, belum pernah ada alat analisis spasial seluas ini yang tersedia secara gratis.


Sebagaimana produk visual lainnya hasil kecerdasan buatan pula, pihak Allen Institute mengakui hasil peta mereka masih rentan terhadap “halusinasi”, atau hasil pembentukan gambar yang lucu dan tidak realistis. Dalam hal pembuatan peta, pembentukan gambar bahkan jauh lebih kompleks karena ada banyaknya perbedaan arsitektur dari satu lokasi dengan lokasi lain, dan model yang digunakan masih melatih sistemnya dengan konsep ini.


Allen Institute mengembangkan Satlas dengan melatihnya menggunakan label 36.000 turbin angin, 7000 anjungan lepas pantai, 4000 pembangkit listrik tenaga surya, dan 3000 persentase tutupan atau kanopi pohon. Selain itu, mereka juga melatih model dengan memberikan banyak gambar beresolusi rendah dari tempat sama dan waktu berbeda. Mereka berencana untuk terus mengembangkan Satlas agar bisa menyediakan jenis peta lainnya, salah satunya yaitu peta yang bisa mengidentifikasi tanaman di seluruh dunia.


Direktur senior dari Computer Vision Allen Institute, Ani Kembhavi mengatakan, “Pada dasarnya tujuan kami adalah untuk membuat sebuah model pondasi untuk memonitor planet kita.” Kembhavi menambahkan, setelah pondasi tersebut rampung nantinya, mereka akan menyempurnakannya agar bisa digunakan para ilmuwan untuk mempelajari dampak perubahan iklim dan fenomena lain di Bumi.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News

(nar)

Share :