Ilmuwan Prediksi Kemampuan Menulis Manusia Bakal Tergerus oleh AI

Adellia Irmanda Azzahra . November 07, 2024
Kemampuan manusia AI
Foto: DC Studio via Freepik


Teknologi.id - Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam berbagai bidang telah berkembang pesat, termasuk dalam dunia penulisan.

Kemampuan AI dalam menghasilkan teks secara otomatis dengan kualitas yang hampir setara dengan tulisan manusia, menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan kemampuan menulis manusia.

AI dianggap sebagai alat yang dapat meningkatkan produktivitas dan kreativitas. Dengan kemampuan AI untuk menyusun artikel, cerita, dan puisi, muncul dilema mengenai apakah teknologi ini akan melengkapi atau justru menggantikan kemampuan manusia dalam berkreasi melalui tulisan.

Seorang ilmuwan komputer, penulis, investor dan pendiri Y Combinator, Paul Graham, mengungkapkan pikirannya mengenai fenomena ini.

Ia mengungkapkan bahwa penggunaan AI untuk menulis di tempat kerja dan sekolah akan membuat sebagian besar manusia kehilangan keterampilan ini dalam beberapa dekade mendatang.

Ia percaya bahwa fenomena ini akan menjadi masalah, karena menulis berarti berpikir.

"Alasan mengapa banyak orang kesulitan menulis adalah karena menulis itu pada dasarnya sulit. Untuk menulis dengan baik, kamu harus berpikir dengan jelas, dan berpikir dengan jelas itu sulit," katanya dalam sebuah esai yang diunggah dalam situs webnya minggu lalu.

Baca juga: Ilmuwan Harvard Sebut Bisa Datangkan Alien ke Bumi Pakai Teknologi AI

Perkembangan teknologi telah memungkinkan manusia untuk menyerahkan tugas menulis mereka kepada AI. Kini, tidak lagi perlu belajar menulis, menggunakan jasa penulis, atau bahkan melakukan plagiarisme.

"Saya biasanya enggan membuat prediksi tentang teknologi, tetapi saya cukup yakin tentang yang satu ini. Dalam beberapa dekade, tidak akan ada banyak orang yang bisa menulis," kata Graham, seperti yang dikutip dari Russia Today, Kamis (7/11).

Hal ini biasa terjadi ketika kemampuan manusia tergerus karena teknologi menggantikannya.

Jika manusia tidak bisa menulis, Graham menegaskan bahwa itu adalah hal yang buruk.

"Dunia yang terbagi antara penulis dan yang tidak bisa menulis lebih berbahaya dari yang terlihat. Itu akan menjadi dunia yang terpisah antara pemikir dan yang tidak bisa berpikir," ungkap Graham.

Ini bukanlah merupakan fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya. Graham mengacu pada zaman pra-industri, ketika sebagian besar pekerjaan membuat manusia menjadi kuat.

"Sekarang, jika kamu ingin kuat, kamu harus berolahraga. Jadi, masih ada orang yang kuat, tapi hanya mereka yang memilih untuk melakukannya," kata Graham.

Menurutnya, hal yang sama juga akan terjadi dengan menulis, "Akan tetap ada orang pintar, tapi hanya mereka yang memilih untuk menjadi pintar."

Fenomena penggunaan AI dalam dunia penulisan ini juga dapat dilihat pada meningkatnya penggunaan tools AI oleh mahasiswa perguruan tinggi.

Sebuah survei Penggunaan AI tahun 2024 yang dilakukan oleh The Digital Education Council menunjukkan bahwa AI telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman pendidikan tinggi setiap mahasiswa.

Menurut survei tersebut, 86% mahasiswa sudah menggunakan AI dalam studi mereka, dengan 54% di antaranya menggunakan AI setiap minggu.

Survei melaporkan bahwa mahasiswa menunjukkan preferensi yang kuat terhadap tools AI, seperti ChatGPT, Grammarly, dan Microsoft Copilot, dengan masing-masing mahasiswa menggunakan rata-rata 2,1 tools AI dalam studi mereka.

Tools ini digunakan oleh mahasiswa untuk mencari informasi, memeriksa tata bahasa, dan merangkum dokumen.

Baca juga: Begini Cara Ganti Search Engine dari Google Search ke SearchGPT

Survei juga melaporkan sebanyak 28% mahasiswa menggunakan AI untuk memparafrasakan dokumen, dan 24% menggunakannya untuk membuat draf pertama.

Mengingat kekhawatiran mengenai ketergantungan yang semakin meningkat pada AI, institusi perlu memastikan bahwa AI digunakan dengan benar dan mahasiswa perlu dilatih untuk mengelola hasil dari tools AI tersebut.

"Pertumbuhan penggunaan AI memaksa institusi untuk melihat AI sebagai infrastruktur inti, bukan sekadar alat," kata Alessandro Di Lullo, CEO The Digital Education Council.

Institusi harus tetap berada di garda depan dalam beradaptasi dengan perubahan ini, serta membentuk metode bagaimana tools AI tersebut diintegrasikan dalam proses pembelajaran.

Ini melibatkan penyesuaian di mana AI digunakan untuk mendukung latihan berpikir kritis, penelitian, dan kajian intelektual, bukan hanya sebagai alat bantu, terlebih lagi salin-tempel, untuk tugas-tugas dasar.

Baca berita dan artikel yang lain di Google News.

(aia)

Share :