Teknologi.id – Di saat teknologi semakin maju, drone
kecil sering digunakan sebagai senjata untuk menyerang wilayah tertentu misalnya
pada perang Rusia dan Ukraina. Sementara itu, Angkatan Darat AS (US Army) memilih untuk meningkatkan sistem pertahanan udara dengan berbasis teknologi AI dan machine learning.
Pengembangan sistem pertahanan udara berbasis AI akan dilakukan
oleh perusahaan software, Camgian. Biaya pembaruan sistem pertahanan udara berbasis
rudal (Integrated Air and Missile Defense/IAMD) sebesar 55 juta USD.
Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk meningkatkan
ketahanan sensor sambil mengoptimalkan pengambilan keputusan supaya lebih cepat
dan dapat diandalkan. Untuk itu, Camgian akan mengintergrasikan platform Reactor
dalam sistem pertahanan tersebut.
Baca Juga: Dinilai Menyesatkan, Kenali Praktik AI-Washing
Diharapkan teknologi pertahanan berbasis AI ini akan meringankan
beban kognitif dari orang yang bertanggung jawab terhadap sistem pertahanan udara.
AI dapat memilihkan langkah yang tepat untuk menangani berbagai macam situasi.
Dikutip dari Techspt, Reactor dapat bekerja menggunakan
berbagai macam sensor yang ada, seperti gelombang radio pasif, akustik, radar,
infra merah, dan laser. Menurut Gary Butler atau CEO dan pendiri Camgian, peperangan
dapat dimenangkan dengan memberhentikan gelombang serangan lebih cepat dari musuh
menyerang.
"Kontrak ini membuat kami bisa bekerja sama dengan komunitas IAMD milik US
Army untuk menghadirkan kemampuan baru yang membuat operator bisa beroperasi
secepat mesin," kata Butler.
Baca Berita dan Artikel lain di Google
News.
(sap)