Teknologi.id - Di
era digital yang semakin maju, pengawasan karyawan di tempat kerja telah
mengalami transformasi signifikan. Salah satu inovasi terbaru adalah penggunaan
pengenalan wajah sebagai alat untuk mengawasi karyawan. Teknologi ini tidak
hanya meningkatkan keamanan siber, tetapi juga menciptakan tantangan baru
terkait privasi pekerja. Artikel ini akan membahas alasan di balik tren ini,
manfaat dan risiko yang menyertainya, serta dampaknya terhadap budaya kerja.
Meningkatnya Ancaman Keamanan Siber
Salah satu alasan utama perusahaan beralih ke sistem pengawasan
karyawan berbasis pengenalan wajah adalah meningkatnya ancaman keamanan siber.
Data menunjukkan bahwa penjahat dunia maya semakin canggih, dengan perusahaan
seperti BT melaporkan deteksi 2.000 sinyal potensi serangan siber setiap detik.
Dengan memanfaatkan autentikasi wajah berkelanjutan, perusahaan dapat
memastikan hanya karyawan yang terotorisasi yang memiliki akses ke sistem
sensitif. Ini mengurangi risiko akses tidak sah dan melindungi data pribadi.
Baca juga: Waspada Serangan Phishing, Menarget Email Karyawan Perusahaan!
Teknologi Pemantauan Karyawan yang Canggih
Perangkat lunak pengenalan wajah berkelanjutan tidak hanya memverifikasi identitas pengguna saat mereka masuk, tetapi juga memantau mereka secara real-time. Ini berarti bahwa jika seorang karyawan meninggalkan meja mereka, sistem dapat secara otomatis mengunci perangkat jika wajah yang dikenali tidak sesuai dengan pengguna yang terotorisasi. Selain itu, teknologi ini dapat membantu dalam analisis emosi AI, yang dapat memberikan peringatan jika karyawan tampak stres atau lelah. Meskipun ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan, ada pertanyaan tentang etika dari pengawasan yang terus menerus ini.
Dampak terhadap Privasi Pekerja
Meskipun manfaat keamanan yang ditawarkan oleh teknologi
biometrik sangat besar, banyak pekerja merasa cemas tentang privasi mereka.
Serikat pekerja dan kelompok hak asasi manusia telah mengungkapkan keberatan
terhadap penggunaan pengawasan elektronik yang meluas, yang mereka anggap
sebagai pelanggaran privasi. Mereka berpendapat bahwa tindakan ini
memperlakukan pekerja sebagai "calon penjahat," menciptakan budaya
ketakutan di tempat kerja.
Kekhawatiran ini semakin meningkat ketika mempertimbangkan
bahwa pengawasan dapat memengaruhi perilaku karyawan. Misalnya, pengetahuan
bahwa mereka sedang difilmkan dapat membuat karyawan merasa canggung untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan camilan atau menguap. Ini dapat
berdampak negatif pada kesehatan mental dan kesejahteraan karyawan, menciptakan
lingkungan kerja yang tidak nyaman.
Baca juga: Australia Bakal Denda Perusahaan yang Hubungi Karyawan di Luar Jam Kerja
Keuntungan dan Kerugian Teknologi
Dalam pandangan perusahaan, teknologi ini memberikan
beberapa keuntungan. Misalnya, autentikasi berkelanjutan dapat mengurangi
ketergantungan pada karyawan untuk mengunci perangkat mereka secara manual,
mengurangi risiko pencurian data. Dengan demikian, perusahaan dapat melindungi
informasi sensitif tanpa mengandalkan kepatuhan individu.
Namun, ada kerugian yang tidak bisa diabaikan. Selain potensi diskriminasi yang dapat muncul dari analisis emosi AI, ada juga kekhawatiran tentang ketidakakuratan sistem. Kesalahan dalam pengenalan wajah atau interpretasi emosi dapat menyebabkan perlakuan yang tidak adil terhadap karyawan tertentu. Ini menimbulkan pertanyaan etis yang mendalam tentang penggunaan teknologi dalam konteks pengawasan di tempat kerja.
Baca juga: Karyawan Supermarket AEON di Jepang Dipantau AI, Wajib Senyum Saat Layani Pelanggan
Sebagai kesimpulan, pengawasan karyawan melalui pengenalan
wajah semakin menjadi tren di dunia kerja modern. Meskipun ada banyak manfaat,
termasuk peningkatan keamanan siber dan perlindungan data, tantangan terkait privasi
pekerja dan dampaknya terhadap kesejahteraan karyawan juga perlu diperhatikan.
Perusahaan harus menemukan keseimbangan antara melindungi data sensitif dan
menjaga hak-hak individu.
Dengan perkembangan teknologi yang terus berlanjut, penting
bagi perusahaan dan pemangku kepentingan untuk berdiskusi tentang implikasi
etis dari pengawasan yang lebih ketat. Sebuah pendekatan yang berfokus pada
transparansi dan komunikasi terbuka antara manajemen dan karyawan dapat
membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan lebih aman, di mana
teknologi berfungsi untuk mendukung, bukan mengawasi.
Dalam menghadapi tantangan ini, perusahaan perlu berpikir
kritis tentang bagaimana mereka menerapkan teknologi biometrik dan menjaga budaya
kerja yang positif. Dengan demikian, mereka dapat memastikan bahwa inovasi
tidak hanya berfokus pada efisiensi dan keamanan, tetapi juga pada
kesejahteraan dan hak-hak pekerja.
Baca Berita dan Artikel lain di Google News.
(emh)
Tinggalkan Komentar