
Teknologi.id - OpenAI kembali digugat akibat informasi keliru yang dihasilkan oleh ChatGPT. Kali ini, gugatan diajukan oleh Noyb (None of Your Business), organisasi advokasi asal Austria yang dikenal aktif menyuarakan isu perlindungan data.
Dalam aduannya, Noyb menyoroti kasus "halusinasi", di mana ChatGPT secara sembarangan menuduh seorang pria asal Norwegia sebagai pelaku pembunuhan, padahal tuduhan itu tidak berdasar.
Gugatan ini pun menjadi yang kedua kalinya dilayangkan Noyb terhadap OpenAI.
Baca juga: Trend Micro Luncurkan Cybertron, AI Pertama untuk Keamanan Siber
Reputasi orang jadi taruhan
Kasus ini bermula ketika pria asal Norwegia tersebut mencoba mencari informasi tentang dirinya melalui ChatGPT. Alih-alih memberikan jawaban netral atau mengaku tidak tahu, ChatGPT justru menuduhnya melakukan kejahatan berat tanpa dasar yang jelas.
Dalam responsnya, ChatGPT menyatakan bahwa pria tersebut dihukum 21 tahun penjara karena membunuh dua anak dan mencoba membunuh anak ketiga.
Padahal, kenyataannya pria tersebut tidak pernah terlibat dalam kejahatan apa pun.
Tuduhan tersebut pun sepenuhnya salah dan tidak berdasar. Masalah semakin pelik karena informasi fiktif itu dibarengi dengan data pribadi yang akurat, seperti jumlah anak, jenis kelamin mereka, dan kota tempat tinggal sang pria.
Akibatnya, kesalahan fatal ini memicu kekhawatiran serius, karena ChatGPT dianggap “asbun” alias asal bunyi dalam memberi informasi, dan hal ini bisa merusak nama baik seseorang secara signifikan.
Melanggar regulasi Uni Eropa
Dilansir dari Engadget (7/4/2025), Noyb menilai OpenAI telah melanggar General Data Protection Regulation (GDPR), aturan perlindungan data di Uni Eropa.
Joakim Söderberg, pengacara perlindungan data dari Noyb, menekankan bahwa akurasi data pribadi adalah hal mutlak dalam GDPR.
“GDPR jelas. Data pribadi harus akurat. Jika tidak, pengguna berhak mengubahnya agar sesuai kenyataan,” ujar Söderberg.
Söderberg juga mengkritik pendekatan OpenAI yang hanya memberikan peringatan singkat pada ChatGPT.
“Menunjukkan kepada pengguna ChatGPT sebuah pernyataan singkat bahwa chatbot dapat membuat kesalahan jelas tidak cukup,” katanya.
“Anda tidak bisa begitu saja menyebarkan informasi palsu dan menambahkan pernyataan kecil yang mengatakan semuanya mungkin tidak benar,” tambah Söderberg.
Baca juga: Riset Terbaru: Kolaborasi Manusia dan AI Tingkatkan Produktivitas Kerja hingga 16,4%
Sebagai informasi, ChatGPT memang memuat "disclaimer" bahwa ia bisa saja melakukan kesalahan, dan menganjurkan pengguna untuk memverifikasi informasi secara mandiri.
Namun bagi Noyb, hal tersebut belum cukup untuk menutupi risiko penyebaran data yang keliru.
Kasus ini menjadi gugatan kedua dari Noyb terhadap OpenAI. Sebelumnya, pada April 2024, mereka juga pernah mengadukan kesalahan tanggal lahir seorang tokoh publik.
Meski tergolong ringan, OpenAI saat itu menolak memperbarui atau menghapus data karena keterbatasan teknis pada model.
Solusi yang ditawarkan hanya berupa pemblokiran hasil tertentu dan penambahan peringatan bahwa informasi mungkin salah.
Baca juga: Jangan Asal Ikut Tren! Waspadai Bahaya Ubah Foto Jadi Animasi AI
Kesalahan ChatGPT sudah berulang
Kasus pria Norwegia yang dituduh membunuh menjadi salah satu insiden paling serius karena menyangkut tuduhan kriminal berat. Namun, kasus ini bukanlah satu-satunya contoh kesalahan fatal dari ChatGPT.
Sebelumnya, chatbot buatan OpenAI ini juga sempat menuduh seorang jurnalis pengadilan melakukan pelecehan anak, memfitnah profesor hukum atas pelecehan seksual, hingga menyebut individu lain terlibat kasus penipuan dan penggelapan.
Rangkaian kasus tersebut memperlihatkan bahwa kesalahan informasi dari AI generatif bukanlah termasuk hal remeh, terutama jika menyangkut reputasi dan data pribadi seseorang.
Jika gugatan Noyb dikabulkan, OpenAI bisa menghadapi sanksi atas dugaan pelanggaran GDPR atau regulasi Uni Eropa yang mengatur perlindungan data pribadi.
Menurut laman resmi GDPR, data pribadi harus disajikan secara akurat, dapat diperbarui, dan tidak menyesatkan.
Data yang dimaksud mencakup informasi yang dapat mengidentifikasi seseorang secara langsung maupun tidak langsung, seperti nama, alamat, atau identitas digital.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(AAA)
Tinggalkan Komentar