Gerakan Julid Fi Sabilillah: Upaya Netizen untuk Menurunkan Moral Tentara Israel

Ahmad Naufal Tsani Azizy . November 27, 2023

Foto: Unsplash/ROBIN WORRALL

Teknologi.id -  Gerakan Julid Fi Sabilillah, yang tengah ramai diperbincangkan di media sosial, terutama di platform X yang dulunya dikenal sebagai Twitter, telah menjadi sorotan publik. Inisiatif ini merupakan upaya bersama netizen Indonesia yang bekerja sama dengan Malaysia untuk melawan Zionis dan Israel dalam ranah media sosial.

Erlangga Greschinov, sosok di balik roda pemberontakan ini, menjabat sebagai Komandan Satuan Operasi Khusus Netizen Julid Anti-Israel. Melalui cuitan di akun pribadinya @Greschinov, Greschinov menjelaskan bahwa gerakan ini bertujuan untuk menghadapi propaganda Zionis di dunia maya.

"Demi tercapainya tujuan operasi melawan Israel di jagat maya, berikut beberapa hal penting bagi para pejuang #JulidFiSabilillah. Semoga dapat menjadi panduan dalam perjuangan kita. Indonesia, Malaysia, Palestina. Bersatu!," tulis Greschinov.

Siapa Sasaran Gerakan Julid Fi Sabilillah?

Fokus utama gerakan ini adalah menentang tentara Israel, polisi Israel, warga Israel, atau institusi Israel yang menyajikan narasi anti-Palestina.

Greschinov menegaskan bahwa gerakan ini bersifat eksklusif melawan Zionis dan Israel, dan tidak menargetkan Yahudi sebagai ras atau agama. Pernyataan ini dipicu oleh adanya akun di platform X yang mencampuradukkan Israel, Zionisme, dan Yahudi.

"Ingat, kita melawan Zionis dan Israel, bukan orang Yahudi. Ingat teknis poin nomor 4. Jika ada orang Yahudi pro-Palestina yang tak bersalah, jangan serang. Kalian bukan bagian dari #JulidFiSabililah," tweet Greschinov.

Greschinov juga mengingatkan agar netizen yang terlibat dalam gerakan ini tidak membawa narasi antisemitisme seperti Holocaust, Hitler, dan sebagainya. Gerakan ini juga secara aktif mendukung penggalangan donasi untuk Palestina.

Baca Juga: Akun-akunnya Diserbu Netizen Indonesia, Tentara IDF Kena Mental

Peran Netizen: Menurunkan Moral Tentara Israel

Sebelumnya, detikINET telah melakukan wawancara dengan Greschinov, membahas serangan netizen Indonesia terhadap akun-akun tentara Israel, polisi Israel, warga Israel, atau institusi Israel yang menyajikan narasi anti-Palestina di platform X.

Greschinov menjelaskan bahwa langkah ini dianggap sebagai tindakan dukungan nyata untuk Palestina.

"Tentu saja karena kita merasa bahwa Palestina adalah negeri yang jauh, penjajahan terus berlanjut di sana. Kita merasa tidak dapat melakukan langkah pencegahan apa pun, baik secara diplomatik maupun dengan cara apapun," jelas Greschinov.

Ia juga menyoroti upaya netizen dalam menyerang akun-akun dengan narasi anti-Palestina sebagai semangat untuk menurunkan moral tentara Israel di media sosial.

"Sekarang ada satu cara yang muncul, yaitu dengan menurunkan moral tentara IDF tersebut di media sosial," tambah Greschinov.

Dampak dan Kontroversi Gerakan Julid Fi Sabilillah

Meskipun mendapat dukungan luas dari sejumlah netizen, gerakan ini tidak luput dari kritik dan kontroversi, mengingat metode cyber yang digunakan.

Sebagian besar netizen memberikan dukungan penuh pada gerakan ini, menganggapnya sebagai wujud solidaritas digital untuk Palestina. Meski demikian, ada juga yang skeptis terhadap efektivitas gerakan ini, menyatakan bahwa konflik geopolitik seharusnya diatasi dengan pendekatan yang lebih kompleks.

Beberapa ahli memperingatkan tentang potensi penyalahgunaan gerakan ini, khususnya terkait dengan pelanggaran hak digital. Serangan terhadap akun-akun individu, meskipun atas dasar politik, dapat dianggap sebagai ancaman terhadap kebebasan berpendapat dan privasi.

Sebagai tambahan, perlu dicatat bahwa Indonesia memiliki peran yang signifikan dalam dunia maya, terutama di platform Twitter. Menurut data, Indonesia menempati peringkat ke-5 sebagai pengguna Twitter terbanyak di dunia.

Baca Juga: Indonesia Urutan Kelima Pengguna Twitter Terbanyak di Dunia! Ini 8 Potensi Kariernya

Pada kesimpulannya, gerakan Julid Fi Sabilillah mencerminkan perlawanan aktif netizen Indonesia dan Malaysia terhadap narasi yang dianggap merugikan Palestina. Walaupun mendapat dukungan, kontroversi seputar taktik cyber ini menunjukkan kompleksitas dalam menghadapi konflik geopolitik melalui media sosial. Dengan segala pro dan kontra, gerakan ini terus menjadi sorotan dalam perbincangan online, membuka ruang untuk refleksi lebih mendalam tentang peran netizen dalam dunia maya.

Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.

(anta)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar