
Foto: Tren Media
Teknologi.id – Insiden penembakan gas air mata yang diduga masuk ke area kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) pada 1 September 2025 lalu memicu perdebatan sengit di masyarakat. Pihak kepolisian mengklaim bahwa gas air mata yang ditembakkan ke jalan tertiup angin hingga akhirnya masuk ke dalam area kampus. Namun, klaim ini kini dibantah oleh analisis ilmiah dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang menunjukkan fakta sebaliknya.
Klaim Polisi dan Analisis Ilmiah yang Membantah
Pihak kepolisian menyatakan bahwa gas air mata ditembakkan ke jalan dan kemudian tertiup angin hingga masuk ke dalam kampus Unisba. Namun, pernyataan ini dipertanyakan oleh banyak pihak.
Baca juga: GoTo Klarifikasi Status Nadiem Makarim yang Jadi Tersangka Kasus Chromebook
Analisis Pakar BRIN: Angin Hampir Tak Bertiup
Untuk mendapatkan kejelasan, Erma Yulihastin, seorang pakar klimatologi dan perubahan iklim dari BRIN, melakukan analisis mendalam terhadap data cuaca di sekitar lokasi kejadian. Hasilnya menunjukkan temuan yang sangat mencengangkan: tidak ada hembusan angin kencang pada malam hari ketika gas air mata ditembakkan di dekat kampus Unisba.
Berdasarkan data dari Stasiun Cuaca Otomatis (Automatic Weather Station/AWS) yang berlokasi di Sukaluyu, sekitar 2-3 kilometer dari Unisba, kecepatan angin pada malam kejadian tergolong sangat rendah. Data menunjukkan bahwa sekitar pukul 23:35 WIB, tidak ada hembusan angin kencang sama sekali, dan kecepatan angin sangat rendah, hanya berkisar antara 0-4 km/jam (sekitar 0,5-0,8 m/s). Erma Yulihastin bahkan menggambarkan kondisi tersebut sebagai "hampir tidak ada angin".
Kecepatan dan Arah Angin yang Tidak Signifikan
Analisis Erma Yulihastin juga mengungkap bahwa kecepatan angin maksimum yang tercatat adalah 14 km/jam, dan itu terjadi pada sore hari sekitar pukul 15:00 WIB, jauh sebelum insiden terjadi. Pada tengah malam, kecepatan angin di daratan cenderung rendah kecuali ada gangguan cuaca. Arah angin pada malam itu memang berasal dari utara, barat laut, dan timur laut, namun karena kecepatannya yang sangat rendah, arah angin tidak menjadi faktor signifikan untuk memindahkan gas air mata ke jarak yang jauh.
Implikasi dan Kredibilitas Data Cuaca
Temuan dari pakar BRIN ini secara langsung membantah klaim polisi. Data ilmiah yang akurat menjadi alat verifikasi yang kuat terhadap narasi yang beredar.
Sains sebagai Verifikasi Fakta
Kasus ini menunjukkan pentingnya peran sains dan data dalam mengklarifikasi suatu peristiwa. Data dari AWS yang dianalisis oleh BRIN menjadi bukti objektif yang dapat digunakan untuk menilai kebenaran dari klaim yang beredar. Ini juga menunjukkan bahwa dalam era digital, informasi yang tidak akurat dapat dengan mudah diverifikasi dengan data yang tersedia.
Tantangan Kredibilitas dan Narasi Publik
Analisis pakar BRIN ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai kredibilitas klaim polisi dan perlunya transparansi dalam penanganan insiden. Dalam insiden yang melibatkan penggunaan gas air mata, informasi yang akurat sangat penting untuk menghindari spekulasi dan menjaga kepercayaan publik. Kesenjangan antara klaim resmi dan fakta ilmiah yang ditemukan oleh BRIN ini akan menjadi sorotan publik dan memerlukan penjelasan lebih lanjut dari pihak yang berwenang.
Kesimpulan
Analisis dari pakar klimatologi BRIN, Erma Yulihastin, secara jelas membantah klaim polisi bahwa gas air mata yang ditembakkan di dekat Unisba tertiup angin hingga masuk ke dalam kampus. Data cuaca menunjukkan bahwa kecepatan angin pada malam hari kejadian sangat rendah, hampir tidak ada angin. Temuan ini menyoroti pentingnya data ilmiah dalam verifikasi fakta dan menegaskan bahwa klaim yang beredar tidak didukung oleh kondisi alamiah. Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak, terutama pihak berwenang, akan urgensi transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pernyataan yang dikeluarkan ke publik.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(ak)

Tinggalkan Komentar