Foto: East Ventures
Teknologi.id - Nama Traveloka tentu sudah akrab di telinga atau bahkan menu ponsel kalian, terutama jika kalian gemar jalan-jalan. Tak hanya di Indonesia, kini Traveloka menjadi platform travel terkemuka di Asia Tenggara. Pelayanannya pun beragam, mulai dari kebutuhan dasar perjalanan seperti pemesanan transportasi, tiket, penginapan, mencari atraksi lokal, memilih aktivitas, hingga produk layanan keuangan. Traveloka didukung customer service 24/7 dalam berbagai bahasa dan 30 metode pembayaran. Aplikasinya sudah diunduh lebih dari 114 juta kali, menjadikannya jasa layanan perjalanan paling populer se-Asia Tenggara.
Di balik kesuksesan itu adalah Ferry Urnardi, yang memulai sepak terjang Traveloka sejak 2012.
Ferry lahir dan besar di Padang, Sumatera Barat. Selepas lulus dari SMA, Ferry melanjutkan pendidikan di Purdue University, Indiana mengambil jurusan Computer Science and Engineering. Pasca lulus sarjana, ia pindah ke Seattle, di mana ia bekerja sebagai software engineer untuk Microsoft. Dalam masa kerjanya di sana, Ferry berangsur-angsur menganggap dirinya kurang cocok untuk bidang engineering dan mulai tertarik dalam dunia bisnis. Kegelisahannya pun membawa Ferry pada perjalanan ke Cina. Di sana ia mempelajari perusahaan-perusahaan e-commerce seperti Alibaba, Ctrip, Taobao, dan Qunar untuk melihat bagaimana mereka bekerja. Pada tahun 2011, ia pun akhirnya keluar dari Microsoft dan mulai melanjutkan studi di Harvard Business School, Boston, mengambil program Business Administration. Selama melanjutkan sekolah, Ferry semakin menyadari betapa ia kerap kali menghadapi kesulitan dalam memesan tiket pulang ke Indonesia. Rute-rute pesawatnya sangat sulit diprediksi dan memusingkan. Dari sinilah ia mendapat gagasan untuk membuat situs perjalanan yang bisa memberi layanan detail penerbangan. Ferry menggaet dua koleganya, Derianto Kusuma yang dulu sekantor dengannya di Microsoft, dan Albert Zhang sesama alumni Purdue. Dengan mempertimbangkan pasar di Indonesia, mereka pun memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan dan studi masing-masing untuk membangun perusahaan sendiri di Indonesia. Dengan demikianlah, Ferry keluar dari sekolah bisnis Harvard. Mengutip wawancaranya dengan Prestige, Ferry menyebutkan, “Saya tahu itu risiko yang besar, tapi saya ingat bilang pada teman-teman saya: ‘Kita 23 tahun, kita cukup muda untuk bikin kesalahan, dan tidak ada waktu yang lebih tepat untuk ini.’”
Baca Juga: Menguliti Sampai Ke Inti, Susunan Teknologi Traveloka
Pada awal mulanya, Traveloka hanya merupakan platform pencarian dan agregator penerbangan. Ferry dan tim pun mulai menyadari adanya masalah penting lain dalam sistem menemukan penerbangan, yaitu sistem transaksi. Para pelanggan awal mereka merasa kurang puas karena masih harus menggunakan layanan terpisah untuk memproses pembelian tiket. Dari sanalah Traveloka berkembang menjadi platform yang juga mencakup layanan transaksi. Selain itu, tim Traveloka juga dimulai dengan jumlah anggota yang sangat sedikit. Dari tiga jadi delapan orang, jadi belasan, puluhan, hingga kini berkembang menjadi lebih dari 2000 pegawai di enam negara di Asia Tenggara. Ferry menyebutkan, pada awal masa Traveloka di tahun 2012, mereka pertama kali mendapat dana bantuan dari East Ventures. Pada 2013, Traveloka mulai mendapat dukungan lebih dari Global Founders Capital. Hingga kemudian di tahun 2017, mereka didukung Expedia, Sequoia Capital, Hillhouse, dan JD.com, membuktikan semakin terdepan dan terpercayanya potensi Traveloka di pasar Asia Tenggara. Kunci kesuksesan Traveloka juga terletak pada bagaimana Ferry berhasil menggaet maskapai-maskapai penerbangan dan hotel untuk bekerjasama. Ferry menyebutkan, awalnya tidak ada maskapai yang mau bermitra dengan mereka. Saat itu Traveloka hanya bisa menjual lewat reseller tanpa mendapat banyak keuntungan. Begitu potensi mereka mulai menonjol, para maskapai dan hotel akhirnya mulai melirik dan tertarik. Saat ini, Traveloka bermitra dengan lebih dari 100 maskapai domestik maupun internasional.
Kini, Traveloka menjadi perusahaan terdepan dalam layanan perjalanan. Hal ini karena tak hanya kebutuhan dasar perjalanan saja yang menjadi fokus mereka, tapi juga lifestyle penggunanya.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News
(nar)
Tinggalkan Komentar