Teknologi.id - Pada (17/5/2024), Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DoJ) dan TikTok meminta pengadilan banding AS untuk segera menetapkan jadwal guna mempertimbangkan gugatan hukum terhadap Undang-Undang (UU) baru yang secara khusus menargetkan TikTok. UU tersebut mengharuskan ByteDance, perusahaan induk TikTok, untuk mendivestasi aset TikTok di AS sebelum 19 Januari 2025. Jika tidak, TikTok akan sepenuhnya diblokir di negara tersebut.
TikTok, ByteDance, dan sekelompok kreator konten TikTok bekerja sama dengan DoJ dalam meminta Pengadilan Banding AS Distrik Columbia untuk mengambil keputusan pada 6 Desember 2024. Mereka juga meminta agar Mahkamah Agung meninjau kembali keputusan tersebut jika diperlukan sebelum batas waktu yang telah ditetapkan.
Baca juga: Punya Algoritma "Emas", Harga TikTok Jika Dijual Ditaksir Tembus Rp 1.600 Triliun
Sebelumnya, sekelompok kreator konten di TikTok telah mengajukan gugatan untuk memblokir UU yang dapat melarang aplikasi tersebut digunakan oleh sekitar 170 juta pengguna di AS. Mereka berpendapat bahwa larangan ini akan memiliki dampak besar terhadap kehidupan warga Amerika, terutama bagi mereka yang bergantung pada platform tersebut untuk pendapatan dan interaksi sosial.
Pekan lalu, TikTok dan ByteDance mengajukan gugatan serupa. Mereka berargumen bahwa UU tersebut melanggar Konstitusi AS, terutama perlindungan kebebasan berpendapat yang diatur dalam Amandemen Pertama. UU ini ditandatangani oleh Presiden Joe Biden pada 24 April, memberikan ByteDance waktu hingga 19 Januari untuk menjual TikTok atau menghadapi larangan operasional di AS. Gedung Putih menyatakan bahwa mereka ingin mengakhiri kepemilikan TikTok oleh China demi alasan keamanan nasional.
Kekhawatiran Keamanan Nasional dan Respons Pemerintah
UU baru ini akan melarang toko aplikasi seperti Apple dan Google untuk menyediakan TikTok. Selain itu, pemerintah AS akan melarang layanan TikTok kecuali ByteDance mendivestasi platform tersebut. Langkah ini diambil karena kekhawatiran bahwa pemerintah China dapat mengakses data warga Amerika atau menggunakan aplikasi tersebut untuk kegiatan mata-mata.
Kekhawatiran ini telah lama menjadi perhatian anggota parlemen AS, dan UU tersebut disahkan di Kongres hanya beberapa minggu setelah diperkenalkan. Mereka berpendapat bahwa aplikasi milik China seperti TikTok dapat menjadi ancaman signifikan terhadap privasi dan keamanan nasional AS.
Argumen TikTok dan ByteDance
TikTok dan ByteDance mengklaim bahwa UU tersebut tidak hanya mengancam operasi bisnis mereka tetapi juga melanggar hak konstitusional pengguna. Mereka berargumen bahwa larangan ini merupakan bentuk sensor yang tidak sah dan tidak proporsional. Selain itu, mereka menekankan bahwa data pengguna TikTok di AS disimpan di server yang terletak di AS dan Singapura, serta dijaga dengan protokol keamanan yang ketat untuk mencegah akses yang tidak sah.
TikTok juga menyatakan telah melakukan berbagai upaya untuk bekerja sama dengan pemerintah AS dalam mengatasi kekhawatiran keamanan nasional, termasuk proposal untuk memperketat perlindungan data dan meningkatkan transparansi operasional.
Larangan terhadap TikTok tidak hanya akan berdampak pada perusahaan itu sendiri, tetapi juga pada jutaan pengguna di AS yang menggunakan platform tersebut untuk berbagai tujuan. Banyak kreator konten bergantung pada TikTok sebagai sumber utama pendapatan mereka, dan larangan ini dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan dan penghasilan bagi banyak orang. Selain itu, bisnis kecil yang menggunakan TikTok sebagai alat pemasaran juga akan terpengaruh.
Dampak sosial dari larangan ini juga signifikan. TikTok telah menjadi platform penting bagi generasi muda untuk berekspresi, berbagi informasi, dan terlibat dalam komunitas global. Menghilangkan akses ke aplikasi ini akan memutus hubungan sosial dan budaya yang telah terbentuk di antara para pengguna
Proses Hukum yang Berlanjut
Permintaan TikTok dan DoJ kepada Pengadilan Banding AS untuk menetapkan jadwal peninjauan cepat adalah langkah penting dalam proses hukum ini. Jika pengadilan setuju untuk mempercepat proses, ada kemungkinan besar bahwa Mahkamah Agung akan terlibat untuk memberikan putusan akhir sebelum batas waktu 19 Januari 2025.
Perkembangan ini menunjukkan kompleksitas hubungan antara teknologi, keamanan nasional, dan hak konstitusional. Hasil dari gugatan ini tidak hanya akan mempengaruhi masa depan TikTok di AS tetapi juga akan memberikan preseden penting mengenai bagaimana pemerintah menangani isu-isu serupa di masa depan.
Kasus antara TikTok, ByteDance, dan pemerintah AS merupakan contoh penting dari bagaimana regulasi teknologi dapat berhadapan dengan isu keamanan nasional dan kebebasan berpendapat. Dengan batas waktu yang semakin mendekat, hasil dari proses hukum ini akan diawasi secara ketat oleh berbagai pihak yang berkepentingan, baik di dalam maupun di luar AS. TikTok dan para pendukungnya berharap agar pengadilan melihat perlunya mempertahankan kebebasan berpendapat sambil tetap menjaga keamanan nasional.
Baca Berita dan Artikel lain di Google News.
(bmm)
Tinggalkan Komentar