.jpg)
Foto: shutterstock
Teknologi.id - Dunia medis menyaksikan harapan baru dalam sejarah penanganan HIV setelah dinyatakan sebagai pasien ketujuh yang sembuh dari HIV sekaligus bebas dari kanker setelah menjalani transplantasi sel punca (stem cell transplant). Temuan ini kembali memunculkan harapan besar bagi jutaan orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia, mengingat selama puluhan tahun penyakit ini dianggap hanya bisa dikendalikan bukan disembuhkan. Kasus terbaru ini menegaskan bahwa kombinasi teknologi medis modern dan riset jangka panjang mampu membuka jalan menuju terobosan yang sebelumnya dianggap mustahil.
Kisah Awal Penemuan

Foto: honestdocs.id
Pada tahun 2008, ketika Timothy Ray Brown yang telah hidup dengan HIV selama lebih dari 13 tahun menjalani dua kali transplantasi sel punca untuk mengobati leukemia myeloid akut (LMA) yang dideritanya. Secara kebetulan, donor yang memberikan sel punca memiliki mutasi genetik langka pada kedua salinan gen yang memproduksi reseptor CCR5, yaitu protein pada permukaan sel imun yang biasanya menjadi “pintu masuk” bagi virus HIV. Mutasi ini, dikenal sebagai CCR5 Δ32, membuat reseptor CCR5 menjadi jauh lebih kecil atau bahkan tidak terbentuk sempurna.
Akibatnya, HIV kehilangan akses untuk memasuki sel imun sehingga virus tidak dapat berkembang biak. Individu dengan mutasi ini memang telah diketahui memiliki tingkat kekebalan alami terhadap infeksi HIV, tetapi tidak ada yang menyangka bahwa mutasi tersebut bisa ditransfer melalui transplantasi sumsum tulang belakang hingga memberi efek protektif pada penerimanya.
Sebelum hadirnya obat antiretroviral modern, keberhasilan Timothy Ray Brown mungkin akan memicu gelombang besar upaya penyembuhan HIV melalui transplantasi sel punca. Namun pada kenyataannya, prosedur ini sangat mahal, menyakitkan, dan berisiko tinggi, termasuk kemungkinan komplikasi serius seperti infeksi berat atau penolakan transplantasi. Karena itu, bagi mayoritas orang dengan HIV, terapi antiretroviral tetap menjadi pilihan terbaik karena efektif, lebih aman, dan dapat menekan virus hingga tidak terdeteksi.
Pada kasus lain seorang pasien HIV yang juga menjalani pengobatan limfoma Hodgkin memerlukan kemoterapi dan transplantasi sel punca. Secara luar biasa, tim medis menemukan donor dengan mutasi gen CCR5 Δ32, mutasi langka yang sama seperti milik donor Brown. Setelah menjalani perawatan intensif, pasien tersebut dinyatakan sembuh total dari HIV pada tahun 2020, menjadikannya orang salah satu pasien yang berhasil dan terbebas dari virus mematikan.
Sejak saat itu, sejumlah kasus lain kembali muncul. Namun justru tantangan kembali hadir, kesulitannya adalah menemukan donor sel punca yang benar-benar cocok. Proses pencarian kecocokan ini saja sudah sangat rumit karena harus mempertimbangkan kesesuaian genetik. Para tenaga medis harus meneliti dan mencari yang sekaligus memiliki mutasi langka CCR5 Δ32 ternyata jauh lebih sulit.
Kasus terbaru ini menghadirkan kejutan yang membuka perspektif baru dalam dunia penelitian HIV. Berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya, donor bagi pasien ketujuh ini hanya memiliki satu salinan mutasi CCR5 Δ32, bukan dua salinan sekaligus seperti pada kasus Timothy Ray Brown atau pasien sebelumnya. Secara ilmiah, kondisi ini seharusnya tidak cukup untuk memberikan perlindungan penuh dari HIV karena mutasi CCR5 Δ32 dikenal bersifat resesif artinya, kedua salinan gen harus bermutasi agar reseptor CCR5 tidak dapat digunakan virus untuk masuk ke dalam sel imun.
Namun hasil dari kasus ini justru menentang anggapan tersebut.
Pasien yang disebut sebagai B2, seorang pria berusia 60 tahun dari Berlin, pertama kali didiagnosis HIV pada 2009 kemudian menjalani pengobatan untuk AML pada 2015. Setelah menerima transplantasi sel punca dan menghentikan terapi antiretroviral selama enam tahun, para peneliti tidak menemukan jejak HIV aktif di tubuhnya.
Kondisi ini membuatnya dinyatakan sebagai pasien ketujuh yang sembuh dari HIV.Jika begitu, maka dampaknya akan sangat besar. Mutasi satu salinan CCR5 Δ32 jauh lebih umum ditemui dalam populasi dibanding dua salinan mutasi, sehingga jumlah donor potensial untuk terapi serupa bisa meningkat secara signifikan.
Meskipun hasilnya menjanjikan, para peneliti tetap menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menarik kesimpulan. Kasus B2 menyimpan banyak tanda tanya ilmiah yang belum terjawab. Pasalnya, meski ia memiliki satu salinan mutasi CCR5 Δ32, pasien tersebut tetap terinfeksi HIV sebelum menjalani transplantasi.
Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News
(ir/sa)

Tinggalkan Komentar