Foto: Portal Jember
Teknologi.id - Masyarakat Jember dan Banyuwangi dihebohkan dengan fenomena Halo Matahari yang terjadi pada hari Minggu (27/9). Beragam unggahan gambar dan video saat Halo Matahari tersebut terjadi pun membanjiri media sosial, disertai anggapan bahwa peristiwa tersebut merupakan pertanda bencana. Benarkah?
Baca Juga: Vaksin Corona Bisa Bunuh Hiu, Pilih Ekosistem atau Vaksin?
Fenomena Halo Matahari tersebut dijelaskan oleh Pakar Iklim Universitas Gadjah Mada (UGM), Emilya Nurjani. "Halo terbentuk jika di langit ada awan cirrostratus yang tipis seperti lembaran, tinggi, dan menutupi seluruh langit," ujar Emilya dalam konfirmasinya hari Senin (28/9), sebagaimana dilansir dari Republika, Selasa (29/9).
Meskipun di langit ada awan, tipisnya awan tersebut menyebabkan matahari dan bulan tetap terlihat jelas. Kandungan kristal es dalam awan membelokkan cahaya dari radiasi matahari yang melewatinya, menyebabkan lingkaran cahaya seperti cincin.
Emilya mengungkapkan bahwa cukup banyak wilayah di Indonesia yang pernah mengalami fenomena Halo ini. Bumi belahan utara maupun selatan pun turut mengalaminya, baik saat malam maupun siang.
"Fenomena Halo merupakan fenomena langit yang biasa atau fenomena optis matahari dan awan," lanjutnya.
Emilya menambahkan bahwa terdapat dua bentuk Halo, yaitu 22 derajat dan 46 derajat, tergantung bentuk kolom kristal es yang terdapat dalam awan cirrostratus. Fenomena Halo biasanya digunakan untuk memprediksi hujan atau salju dalam 12 hingga 24 jam, terutama jika kejadiannya diikuti kemunculan awan-awan kelas menengah lainnya; altostratus atau altocumulus.
Meskipun awan tersebut mengandung kristal es, wujudnya ketika jatuh sebagai salah satu bentuk presipitasi tergantung pada jenis iklimnya. Jika terjadi di daerah tropis, kristal es tersebut akan berbentuk hujan akibat suhu panas di permukaan daerah tropis yang mencairkan kristal es.
Baca Juga: NASA Bakal Kirimkan Astronot Perempuan Pertama Ke Bulan
Namun, jika turun di daerah subtropis atau kutub yang bersuhu dingin atau rendah, wujud presipitasinya tetap sebagai kristal es. Hingga kini, belum ada metode untuk memprediksi Halo Matahari.
(rf)
Tinggalkan Komentar