Foto: Pexels
Teknologi.id - Kejadian awal COVID-19 yang terjadi pada bulan Desember 2019 di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, tetap menjadi sebuah peristiwa yang menggemparkan di seluruh dunia. Untuk mengendalikan penyebaran virus corona, berbagai langkah telah diambil, termasuk pengembangan Vaksin AstraZeneca.
Baru-baru ini, ada peristiwa menarik perhatian karena terjadinya proses persidangan class action oleh sejumlah keluarga di Inggris terhadap perusahaan farmasi raksasa AstraZeneca.
Persidangan ini mengungkap fakta baru terkait vaksin COVID-19 yang dikembangkan oleh perusahaan tersebut, yang diduga menjadi penyebab lebih dari 50 kasus cedera serius hingga kematian.
Dalam dokumen resmi yang diserahkan ke pengadilan hukum Inggris, AstraZeneca mengakui bahwa vaksin COVID-19 buatannya bersama Universitas Oxford memiliki efek samping langka, yaitu sindrom trombosis trombositopenia (TTS), yang dapat menyebabkan pembekuan darah dan rendahnya jumlah trombosit. Meskipun demikian, beberapa ahli percaya bahwa manfaat dari vaksinasi masih lebih besar daripada risikonya.
Menanggapi hal tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) menyatakan bahwa tidak ada laporan insiden terkait, termasuk kasus sindrom trombosis trombositopenia (TTS) atau pembekuan darah setelah pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca di Indonesia.
"Hingga April 2024, tidak terdapat laporan kejadian terkait keamanan termasuk kejadian TTS di Indonesia yang berhubungan dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca," demikian pernyataan resmi yang disusun oleh teknologi.id pada 6 Mei 2024.
Informasi tersebut diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh BPOM bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, dan KOMNAS PP KIPI dalam mengawasi keamanan vaksin. Dalam pengawasan tersebut, termasuk pelaksanaan pemantauan aktif terhadap Kejadian Ikutan yang Perlu Diperhatikan (KIPK) selama periode Maret 2021–Juli 2022 di 14 rumah sakit sentinel (lokasi surveilans aktif) di 7 provinsi di Indonesia.
BPOM RI juga menegaskan bahwa pemberian izin edar darurat untuk 73 juta dosis vaksin AstraZeneca telah melewati proses evaluasi dan pemantauan yang ketat.
"Kejadian TTS yang sangat jarang tersebut terjadi pada periode 4 sampai dengan 42 hari setelah pemberian dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca. Apabila terjadi di luar periode tersebut, maka kejadian TTS tidak terkait dengan penggunaan vaksin COVID-19
AstraZeneca," tambahnya.
BPOM RI menegaskan bahwa saat ini vaksin COVID-19 AstraZeneca tidak lagi ada di Indonesia. Meskipun demikian, pengawasan terhadap keamanan vaksinasi COVID-19 setelah program imunisasi masih tetap dilanjutkan.
"Saat ini, vaksin COVID-19 AstraZeneca tidak digunakan lagi dalam program vaksinasi/imunisasi dan berdasarkan hasil pengawasan dan penelusuran BPOM menunjukkan bahwa saat ini vaksin COVID-19 AstraZeneca sudah tidak beredar di Indonesia," kata BPOM.
BPOM, bersama dengan Kementerian Kesehatan dan KOMNAS PP KIPI, terus mengawasi keamanan vaksin yang digunakan di Indonesia. Mereka juga menindaklanjuti setiap insiden yang terjadi setelah vaksinasi.
"Kami mengimbau kepada masyarakat untuk segera melaporkan efek samping yang mungkin muncul setelah menerima vaksin dalam program imunisasi kepada petugas kesehatan sebagai bagian dari upaya pemantauan farmakovigilans," pesan BPOM.
Baca juga: Bio Farma Terima Suntikan Dana dari Bill Gates
Gejala TTS
Gejala sindrom trombosis trombositopenia (TTS) dapat bervariasi, tetapi beberapa gejala yang umumnya muncul meliputi:
- Pembekuan darah yang tidak biasa, terutama di kaki atau lengan.
- Nyeri parah atau pembengkakan pada kaki, lengan, atau area lainnya.
- Sakit kepala yang parah atau yang tidak biasa.
- Gangguan penglihatan atau penglihatan kabur.
- Nyeri dada atau sesak napas.
- Peningkatan detak jantung.
- Kulit pucat atau kebiruan.
- Kelelahan yang berlebihan atau perasaan lemah secara umum.
- Perdarahan atau memar yang tidak biasa.
Baca juga: Waspada Phising! Penipuan Bermodus Email SATU SEHAT, Kemenkes
Kasus TTS Vaksin Covid-19 Langka
Menurut World Health Organization (WHO), kejadian sindrom trombosis trombositopenia (TTS) yang terkait dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca dikategorikan sebagai sangat jarang (very rare), dengan insiden kurang dari 1 kasus dalam 10.000 vaksinasi.
Kejadian TTS yang sangat langka terjadi dalam rentang waktu 4 hingga 42 hari setelah penerimaan dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca. Di luar rentang waktu tersebut, tidak ada keterkaitan antara kejadian TTS dengan penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca.
Tanggapan Kemenkes
Sebelumnya, Ketua Komnas PP KIPI Prof Hinky Hindra Irawan Satari telah menyatakan bahwa efek samping TTS yang disebabkan oleh penggunaan vaksin AstraZeneca tidak dilaporkan di Indonesia.
Pernyataan tersebut berdasarkan pada pengawasan aktif dan pasif yang terus dilakukan oleh Komnas PP KIPI.
“Tidak ada kasus TTS terkait vaksin Covid-19,” demikian dilaporkan dari laman Kemenkes.
Selain itu, pemantauan terhadap keamanan vaksin tetap berlanjut setelah vaksin tersebut tersedia di pasaran.
Hinky menjelaskan bahwa Komnas KIPI bersama Kemenkes dan BPOM telah melakukan surveilans aktif terhadap berbagai gejala atau penyakit yang diduga terkait dengan vaksin Covid-19, termasuk TTS.
Surveilans dilakukan di 14 rumah sakit di 7 provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun. Namun, berdasarkan hasil survei tersebut, Komnas PP KIPI, Kemenkes, dan BPOM tidak menemukan penyakit atau gejala yang dicurigai terkait dengan vaksin Covid-19.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ny)
Tinggalkan Komentar