Foto: Lifewire
Teknologi.id - Sering mengulang tontonan story milik sendiri? Ternyata ada alasan ilmiah dibalik obsesi ini.
Menonton ulang Instagram Story buatan sendiri ternyata menjadi hal yang dialami oleh sejuta umat. Tidak hanya Anda sendiri, segelintir orang juga mengalami hal yang serupa: selalu mengulang postingan Story yang telah diunggah. Bisa dibilang, manusia kebanyakan cenderung tidak peduli dengan postingan orang lain untuk menaruh fokus lebihnya pada postingan diri sendiri. Mungkin, Anda adalah orang yang masih menaruh perhatian pada postingan Story dari teman, keluarga, hingga orang tersayang. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa melihat unggahan sendiri lebih menarik adanya dibanding unggahan lain.
Melalui fenomena tersebut, mungkin muncul pertanyaan terkait obsesi tersendiri akan story yang kita buat. Apa yang menyebabkan kita lebih tertarik untuk melihat postingan Instagram Story milik sendiri? Nyatanya, hal ini bisa dijelaskan melalui sisi psikologis.
Terdapat berbagai alasan yang membuat seseorang terobsesi untuk terus mengulang unggahan Story secara terus-menerus.
Melihat Penampilan dari Sudut Pandang Orang Lain
Eloise Skinner merupakan seorang psikoterapis sekaligus penulis yang memiliki spesialisasi dalam identitas eksistensial. Menurutnya, melihat cuplikan konten buatan diri sendiri secara terus menerus dapat disebut sebagai self-stalking.
Apa itu self-stalking? Hal tersebut merupakan tindakan menguntit diri sendiri, untuk mengetahui perspektif lain terhadap diri orang itu. Sikap menguntit diri sendiri terjadi ketika seseorang tidak memiliki informasi terkait pendapat orang lain pada penampilannya.
Skinner menyatakan bahwa keinginan untuk memahami bagaimana manusia dipersepsikan sudah menjadi naluri selama beberapa generasi.
"Saat kita mencoba memahami diri sendiri, dengan menjawab pertanyaan abadi tentang "siapakah saya?", kita sering kali mengandalkan pendapat orang lain," jelasnya.
Ketika dikaitkan pada Instagram Story, unggahan kita ditujukan kepada khalayak banyak, atau orang-orang yang memiliki akses untuk melihatnya (telah mengikuti akun). Artinya, unggahan tersebut ditargetkan pada orang lain, sehingga kita ingin mengetahui pendapat mereka yang telah melihat Story buatan diri sendiri.
Validasi Sosial
Seorang Psikolog bernama Zoe Mallet menyetujui Skinner. Menurutnya, manusia berevolusi hingga membentu sebuah keinginan untuk mendapatkan validasi dan status dalam lingkungan sosial.
Berbagai upaya akan dilakukan untuk menunjukkan eksistensinya dalam kedudukan sosial, salah satunya dengan membangun citra diri positif sesuai dengan adab masyarakat. Seseorang akan lebih berhati-hati dalam bersikap, berbicara, hingga berpakaian demi menciptakan gambaran diri yang baik. Cara-cara ini dilakukan sebagai mekanisme bertahan hidup manusia di dalam lingkungannya.
Melirik perihal Instagram Story, seseorang akan terus memastikan gambaran diri yang ia bangun agar sesuai dan dapat diterima dalam lingkungan sosialnya. Ketika orang lain menyukai dan melakukan interaksi dengan Story yang diunggah, kebutuhan validasi tersebut akan dipenuhi secara langsung.
Sifat Perfeksionis Seseorang
Balik pada pernyataan self-stalking, hal ini akan berujung pada perfeksionisme. Seseorang akan mengamati kelebihan dan kekurangan yang ia miliki dalam postingannya, hingga muncul perasaan ingin mengunggah sesuatu yang 'sempurna' demi memiliki arsip yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Dokumentasi yang diambil juga dapat menjadi portofolio seseorang untuk menunjukkan branding di dunia maya.
Namun, self-stalking juga dapat dikaitkan dengan insecure atau perasaan tidak aman terhadap identitas pribadi.
Seseorang akan terus membanding-bandingkan value dan branding diri yang dipunya dengan milik orang lain. Ini tentu merupakan siklus yang tidak akan ada habisnya.
Baca juga: Instagram Mulai Hapus Fitur Arsip Story? Segera Amankan Momen Penting dengan Cara Ini
Lantas, apakah memiliki self-stalking merupakan hal yang buruk?
Menurut Skinner, self-stalking dapat menjadi hal yang positif jika dipakai untuk memotivasi atau menghibur individu. Ketika seseorang 'menguntit' dirinya sendiri, ia akan lebih berpotensi untuk kritis dalam melihat diri sendiri atau justru terjebak pada masa lalu yang memunculkan rasa tidak percaya diri, dikutip dari Kompas.com pada Selasa (1/10/2024).
Jangan sampai Anda salah mengartikan self-stalking, kritisi diri sendiri secukupnya dan minimalisir perasaan haus validasi di lingkungan sosial. Menjauhi perbuatan tersebut dapat membuat Anda hidup semakin tenang, nyaman, dan lebih menjadi diri sendiri.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News
(vn)
Tinggalkan Komentar