Foto: Unsplash
Teknologi.id - Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melaporkan ada lebih dari 1,6 miliar anomali keamanan siber yang terjadi selama masa periode Januari hingga Desember 2021 lalu.
Pernyataan tersebut disampaikan langsung oleh Luki Hermawan selaku Wakil Kepala BSSN pada suatu acara.
“Kami memantau melalui hasil monitoring di sepanjang 2021. Ada ancaman anomali trafik yang besar sekali, yakni lebih dari 1,65 miliar serangan siber,” kata Luki Hermawan pada media, dikutip dari CNN, Kamis (31/3/2022).
Luki menjelaskan lebih detail bahwa total anomali keamanan siber tersebut paling banyak berasal dari malware sebesar 62 persen. Adapun aktivitas trojan sebanyak 10 persen dan information gathering sebesar 9 persen.
Akibat tingginya persentase trafik anomali keamanan siber, ancaman infeksi dan pencurian informasi terhadap aktivitas di internet juga semakin besar risikonya.
Oleh karena itu, Luki meminta kepada seluruh pemegang kepentingan untuk sama-sama membangun kesadaran akan pentingnya keamanan siber bagi kepentingan umum.
“Karena pemanfaatan digitalisasi di tahun setelah pandemi berakhir akan diikuti penggunaan digital luar biasa,” ujar Luki.
Ia juga menilai bahwa kondisi anomali trafik ini menjadi tantangan untuk keamanan siber Indonesia dalam proses transformasi digital.
Di samping itu, BSSN mencatat ada 5.940 kasus serangan siber yang terjadi tahun lalu dengan metode penyerangan menggunakan web defacement.
Baca juga: 3 Serangan Siber Rusia Terbesar yang Pernah Dilakukan
Selain anomali keamanan siber, ada serangan web defacement
Web defacement adalah peretasan mengubah konten dari segi layout (tampilan), gaya font, memunculkan iklan, atau mengubah keseluruhan konten.
Peretasan satu ini memungkinkan data atau informasi pengguna dicuri oleh orang tak bertanggung jawab.
Menurut Laporan Tahunan Keamanan Siber 2021, terjadinya serangan yang mengubah tampilan situs paling banyak di Maret dengan total 727 kasus.
Jumlah kasus di bulan berikutnya pun tak kalah jauh, yakni ada April dengan 526 kasus, Mei 453 kasus, Juni 656 kasus, Juli 482 kasus, November 518 kasus, dan Desember sebanyak 572 kasus. Sisanya hanya berada di bawah 450 kasus.
Dalam laporan tahunan tersebut dicantumkan pula bahwa waktu peretasan paling tinggi terjadi pada weekdays (hari kerja) dan spesifik waktunya antara 06.00 - 18.00 dengan jumlah 2.459 kasus.
BSSN mengidentifikasi setidaknya ada 10 sektor khusus yang menjadi sasaran serangan deface. Beberapa diantaranya sektor pemerintah daerah dengan total 1.097 kasus, pemerintah pusat 477 kasus, swasta 1.483 kasus, dan akademik 2.217 kasus.
Ditambah ada sektor hukum dengan total 234 kasus, organisasi 109 kasus, militer 20 kasus, kesehatan 16 kasus, dan personal 155 kasus.
Bercermin dari banyaknya kasus serangan siber dan anomali keamanan siber, Direktorat Operasi Keamanan Siber BSSN, Sandiman Muda meminta masyarakat tidak menganggap enteng hal ini.
“Ini harus menjadi konsen kita semua bahwa anomali atau serangan di ranah siber ini bukan lagi jadi hal yang dipandang sebelah mata,” tegas Sandiman Muda, dikutip dari Akurat, Kamis (31/3/2022).
“Kami harapkan peran serta dari semua stakeholder dan semua pihak untuk berkolaborasi maupun berkoordinasi untuk kita bisa saling memperkuat,” sambungnya.
Dengan kolaborasi antara BSSN dan masyarakat, diharapkan akan ada hasil satu sikap adaptif secara nasional.
Sebab, apabila dikonversikan lebih jauh lagi, serangan siber yang beragam bisa menjadi peluang positif bagi Indonesia.
(mdt)
Tinggalkan Komentar