Fisikawan: Time Travel Bisa Dilakukan dengan Laser Loop

Gita Fitria Ramadani . March 06, 2023

Picture: IDN Times

Teknologi.id - Pernahkah kamu membuat kesalahan yang kamu harap dapat kamu perbaiki? Memperbaiki kesalahan masa lalu adalah salah satu alasan bahwa konsep time travel atau perjalanan waktu begitu menarik.

Seperti yang sering digambarkan dalam fiksi ilmiah, dengan mesin waktu, tidak ada lagi yang permanen. Kamu selalu dapat kembali dan mengubah peristiwa yang terjadi. Tetapi, apakah time travel benar-benar mungkin terjadi di alam semesta kita atau hanyalah fiksi ilmiah?

Ronald Mallett, seorang fisikawan teoretis asal Amerika, sedang dalam misi untuk mengembangkan mesin waktu kerja nyata yang menggunakan laser. Terpesona dengan konsepnya sejak kecil, ia kini berusia 77 tahun.

Hingga saat ini, ia masih percaya bahwa laser loop yang berputar selalu dapat membelokkan waktu. Tetapi hal itu akan sulit karena menurut apa yang kita ketahui tentang fisika sekarang, time travel tidak mungkin bisa dilakukan, meskipun time travel sering ditampilkan dalam fiksi ilmiah.

Seperti yang kita ketahui, hukum fisika tidak mengizinkan perjalanan waktu mundur dengan cara yang konsisten dengan kausalitas, artinya peristiwa tidak dapat terjadi sebelum sebab-sebabnya terjadi. Tetapi beberapa teori, seperti teori relativitas umum dan gagasan lubang cacing (wormholes), mampu memungkinkan perjalanan untuk melintasi waktu.

Namun model ini didasarkan pada banyak dugaan dan memerlukan kondisi yang tidak dapat dicapai dengan teknologi yang ada saat ini. Jadi, meskipun perjalanan waktu masih menjadi tema umum dalam fiksi ilmiah, hal itu dianggap tidak mungkin berdasarkan apa yang kita ketahui tentang sains saat ini.

Tetapi untuk Mallett, mungkin menurutnya ia telah menemukan celah. Idenya adalah untuk membuat lubang hitam buatan, yang dapat menghasilkan medan gravitasi yang dapat menyebabkan perputaran waktu dan kemampuan untuk melakukan perjalanan ke masa lalu.

Sejak 2019, prototipe tersebut telah menghasilkan berkas cahaya yang terus berputar. Menurut Mallett, "Cahaya dapat menciptakan gravitasi, dan jika gravitasi dapat memengaruhi waktu, maka cahaya itu sendiri dapat mempengaruhi waktu."

“Katakanlah Anda memiliki secangkir kopi di depan Anda sekarang,” ia menjelaskan kepada The Guardian.

"Mulailah mengaduk kopi tersebut dengan sendok, itu mulai berputar-putar, kan? Itulah yang dilakukan lubang hitam yang berotasi. Dalam teori Einstein, ruang dan waktu berhubungan satu sama lain. Itu sebabnya disebut ruang-waktu. Jadi saat lubang hitam berotasi, hal itu akan menyebabkan putaran waktu,” ia menambahkan.

Beberapa tahun lalu, Mallett menyatakan, "Wright Brothers tidak sekadar membuat pesawat terbang. Awalnya, mereka membuat terowongan angin untuk menentukan konfigurasi sayap pesawat yang optimal. Mengenai pembangunan mesin waktu, terowongan angin harus dibangun sebelum pesawat,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia menciptakan mesin prototipenya. Dia yakin hal tersebut bisa berhasil meskipun hal itu belum terjadi. Namun jika berhasil, mesin tersebut tidak bisa mundur sejauh yang ia inginkan. Sebaliknya, dia menegaskan bahwa penurunan waktu tersebut terbatas pada saat loop dibuat.

Dia masih berharap untuk eksperimennya. Katakanlah kita memiliki perangkat ini beberapa tahun yang lalu dan sekarang kita mungkin memiliki obat yang dapat menyembuhkan COVID, menurutnya. “Bayangkan jika kita bisa memprediksi dengan tepat kapan gempa atau tsunami akan terjadi. Jadi, saya telah membukakan pintu untuk kemungkinan semacam itu." Tambahnya.


Mengapa Time Travel Ditentang?

Picture: CNN

Ada dua masalah utama yang membuat kita percaya bahwa persamaan ini mungkin tidak realistis. Masalah pertama adalah praktis. Membangun mesin waktu sepertinya membutuhkan material yang eksotis, yaitu material dengan energi negatif.

Segala sesuatu yang kita lihat dalam kehidupan kita sehari-hari memiliki energi positif karena energi negatif tidak mudah untuk dihadapi. Kita tahu dari mekanika kuantum bahwa hal-hal seperti itu secara teoretis dapat muncul, tetapi hanya dalam jumlah yang terlalu kecil dan dalam waktu yang terlalu singkat.

Namun demikian, tidak ada bukti bahwa menciptakan material eksotis dalam jumlah yang cukup adalah hal yang tidak mungkin.

Selain itu, kesamaan lain dapat ditemukan yang mampu memungkinkan time travel tanpa memerlukan bahan-bahan eksotik. Oleh karena itu, masalah ini mungkin saja merupakan hanya keterbatasan teknologi kita saat ini atau keterbatasan pemahaman kita tentang mekanika kuantum.

Masalah besar lainnya, mungkin kurang praktis tetapi lebih penting, adalah pengamatan bahwa perjalanan waktu tampaknya menentang logika dalam bentuk paradoks time travel. Ada beberapa paradoks seperti itu, tetapi yang paling bermasalah adalah paradoks konsistensi.

Dalam kiasan populer pada fiksi ilmiah, paradoks konsistensi terjadi setiap kali ada peristiwa tertentu yang mengarah pada perubahan masa lalu, tetapi perubahan itu sendiri telah mencegah peristiwa ini terjadi sejak awal.

Ada kesalahpahaman umum dalam fiksi ilmiah, yaitu paradoks dapat "dibuat-buat". Penjelajah waktu biasanya diperingatkan untuk tidak mengubah masa lalu secara signifikan, dan karena alasan itu mereka harus menghindari menghadapi masa lalu mereka. Contohnya bisa ditemukan di banyak film time travel, seperti trilogi Back to the Future.

Namun dalam fisika, paradoks bukanlah peristiwa yang benar-benar dapat terjadi, melainkan sebuah konsep teoretis murni yang memiliki kontradiksi dalam teori itu sendiri. Dengan kata lain, paradoks konsistensi tidak hanya berarti bahwa perjalanan waktu adalah usaha yang berbahaya, tetapi juga merupakan hal yang tidak mungkin.

Hal ini adalah salah satu motivasi seorang fisikawan teoretis bernama Stephen Hawking untuk merumuskan dugaan perlindungan kronologisnya, yang menyatakan bahwa time travel seharusnya tidak mungkin dilakukan.

Namun, dugaan tentang hal ini hingga sejauh ini masih belum terbukti. Selain itu, alam semesta akan menjadi tempat yang jauh lebih menarik jika, alih-alih menghilangkan perjalanan waktu karena paradoks, kita bisa menghilangkan paradoks itu sendiri.

(gfr)

author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar