Apakah Garam Akan Menggantikan Freon? Simak Cara Kerja Teknologi Ionocaloric Cycle!

⁠Adimas Herviana . December 08, 2025

Foto: Intelligent Living

Teknologi.Id - Selama puluhan tahun, sistem pendinginan konvensional seperti kulkas dan AC bergantung pada hydrofluorocarbons (HFC) atau yang lebih dikenal dengan sebutan freon. Cairan pendingin ini bekerja dengan cara menyerap panas, kemudian diuapkan menjadi gas, lalu dikondensasikan kembali menjadi bentuk cairan untuk mengulang siklus pendinginan. Efisiensi sistem berbasis freon menjadikannya standar industri di seluruh dunia.

Namun, di balik keunggulannya, terdapat konsekuensi serius bagi lingkungan. Kebocoran freon ke atmosfer terbukti memiliki dampak besar terhadap pemanasan global. Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), freon (HFC) memiliki Global Warming Potential (GWP) ribuan kali lebih tinggi dibandingkan karbon dioksida. Dengan demikian, meskipun jumlah emisi freon relatif kecil dibandingkan CO2, dampaknya terhadap iklim jauh lebih destruktif.

Baca Juga: Muhammadiyah Berinovasi Mengeluarkan Pendingin Ruangan dengan Fitur Pengigat Solat

Krisis Iklim dan Urgensi Perubahan

Seiring meningkatnya kesadaran akan krisis iklim, dunia kini dihadapkan pada pertanyaan “Bagaimana mempertahankan kenyamanan hidup modern tanpa memperburuk kondisi bumi". Pendingin ruangan dan kulkas bukan sekedar kebutuhan gaya hidup, melainkan bagian dari keterbaruan cara hidup, terutama di negara tropis dan kawasan dengan suhu ekstrem.

Data dari United Nations Environment Programme (UNEP) menunjukkan bahwa emisi Freon (HFC) terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi. Jika tidak di segera diganti dengan teknologi ramah lingkungan, emisi Freon diperkirakan akan melonjak hingga 9 gigaton CO2 ekuivalen pada tahun 2050.

Upaya Global Mengurangin HFC

Foto: The New York Times

Kesadaran akan bahaya Freon mendorong lahirnya Perjanjian Kigali pada tahun 2016, sebuah amandemen dari Protokol Montreal yang menargetkan pengurangan bertahap penggunaan Freon di seluruh dunia. Perjanjian ini menandai komitmen global untuk mencari alternatif pendingin yang lebih aman bagi lingkungan. 

Indonesia sendiri termasuk negara yang mendukung pengurangan Freon (HFC), sejalan dengan komitmen mengurangi emisi gas rumah kaca. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan teknologi pendingin ramah lingkungan bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keharusan.

Pendingin Alternatif Menggunakan Garam

Penelitian dari Lawrence Berkeley National Laboratory dan University of California, memperkenalkan konsep baru bernama "Ionocaloric Cycle". Prinsipnya serupa dengan fenomena ketika es mencair, perubahan energi panas dari lingkungan diserap sehingga suhu ruangan menurun. Bedanya, proses ini tidak membutuhkan kenaikan suhu untuk mencairkan material, melainkan memanfaatkan ion dari garam untuk memicu perubahan fase.

Mencari Alternatif Lain Bahan Pendingin dari Yodium dan Nitrat

Dalam eksperimen awal, para peneliti menggunakan garam berbasis yodium dan nitrat untuk mencairkan etilena karbonat. Cairan ini memanfaatkan karbon dioksida yang digunakan dalam baterai lithium-ion. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah adanya penurunan temperatur hingga 25 C dengan tegangan 1 volt.

Pada tahun 2025, penelitian menemukan bahwa garam berbasis nitrat adalah kandidat paling efisien untuk menarik panas dari ruangan. Temuan ini membuka jalan bagi pengembangan sistem pendingin komersial yang lebih aman dan hemat.

Baca Juga: Lebih Hemat Hingga 30%, Kamu Perlu Simak AC berbasis AI Ini!

Nol Emisi hingga Emisi Negatif

Keunggulan terbesar dari teknologi ion ionocaloric adalah sifatnya yang ramah lingkungan. Tidak hanya bebas dari Freon, proses ini bahkan berpotensi menghasilkan emisi negatif karena memanfaatkan karbon dioksida dalam siklus. Teknologi ini tidak sekedar mengurangi polusi, tetapi juga menyerap CO2 dari atmosfer. Jika diterapkan secara luas, AC dan kulkas masa depan bisa menjadi bagian dari solusi iklim, bukan lagi penyumbang masalah. 

Sekiranya Baik, Apa yang menjadi Tantangan Bagi Teknologi Baru Ini?

Meski menjanjikan, teknologi ini masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti:

  • Korosi dan Biaya Produksi - penggunaan garam pertama dapat menimbulkan masalah teknis.
  • Efisiensi Energi - sistem harus bersaing dengan teknologi pendingin konvensional yang sudah mapan.
  • Standarisasi Industri - diperlukan regulasi dan sertifikasi agar teknologi ini bisa diterapkan secara massal.

Para peneliti optimis bahwa ionocaloric cycle akan menjadi pengganti Freon yang inovatif. Drew Lilley dari Lawrence Berkeley menyampaikan, belum ada solusi lain yang mampu memenuhi aspek efisiensi, kehematan, dan keberlanjutan secara sekaligus.

Penemuan ini bukan sekedar inovasi teknis, tetapi lompatan besar dalam upaya melawan perubahan iklim. Dengan memanfaatkan garam sebagai pengganti freon, teknologi pendinginan dapat merubah dari ancaman lingkungan menjadi solusi berkelanjutan.

Bayangkan masa depan di mana kulkas, AC, hingga dispenser air minum tidak lagi menjadi penyumbang emisi, melainkan justru membantu penyerapan karbon dari atmosfer. Pertanyaannya kini bukan lagi “Apakah teknologi ini akan mampu diterapkan, melainkan kapan dunia siap beralih ke sistem pendinginan berbasis ionocaloric?”.


Baca Berita dan Artikel lainnya di Google News


(dim/sa)




author0
teknologi id bookmark icon

Tinggalkan Komentar

0 Komentar