Menengok Kembali Asal-usul Sejarah Bahasa Indonesia

Novita Nurjannah . May 17, 2023

Sumber : Unsplash

Sedari kecil tentunya kamu begitu mengenal bahasa Indonesia, karena menjadi alat untuk percakapan sehari-hari, selain menggunakan tutur daerah masing-masing. Kemudian, menjadi alat tutur asli atau pertama, yang kamu gunakan untuk interaksi.

Namun, tahukah kamu bagaimana asal usul dan sejarah dari alat tutur komunikasi sosial dari negara kita? Berikut adalah sejarah singkatnya, dirangkum dari laman Kemendikbud Ristek dan Pendidikanpedia.

Lahirnya Bahasa Indonesia

Jika kamu masih mengingat mata pelajaran Bahasa Indonesia, tentu paham betul bahwa momen Sumpah Pemuda menjadi salah tonggak penting sejarah bangsa ini. Kemudian, berkaitan pula dengan penggunaan alat percakapan kita hingga saat.

Benar, simbol tutur ini lahir pada 28 Oktober 1928. Kala itu, para pemuda yang berasal dari seluruh pelosok negeri berkumpul. Mereka berucap ikrar bahwa akan bertumpah darah satu, berbangsa satu, menjunjung bahasa satu. Semuanya, adalah Indonesia.

Ketiga unsur tersebut menjadi pertanda penguat terhadap simbol tutur bangsa ini. Kemudian, sebagai pengukuhan untuk alat tutur nasional.

Kemudian, alat tutur ini kedudukannya pun diperkuat dalam Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 pada 18 Agustus 1945. Dalam pasal 36 perundangan tersebut, dinyatakan bahwa alat tutur nasional adalah bahasa Indonesia.

Asal-usul

Alat tutur ini tumbuh dan berkembang, bersumber dari alat tutur Melayu yang sudah banyak digunakan untuk penghubung relasi. Bukan hanya di Nusantara saja, namun di sebagian besar kawasan di Asia Tenggara.

Alat tutur Melayu sudah banyak diucapkan di kawasan tersebut, tercatat mulai dari abad ke-7. Temuan prasasti di Kedukan Bukit berangka pada 683 di Palembang menjadi bukti hal tersebut. Kemudian, Talang Tuwo pada tahun berikutnya di kota yang sama.

Selanjutnya, ada prasasti Kota Kapur pada 686 di Bangka Barat dan Karang Brahi pada 688 di Jambi. Peninggalan tersebut menggunakan tulisan dengan tutur Melayu kuno.

Alat tutur kono ini tidak hanya digunakan pada masa Sriwijaya. Sebab, di Gandasuli Jawa Tengah, terdapat temuan peninggalan tahun 832. Termasuk temuan di Bogor tahun 942 yang juga menggunakan alat tutur serupa.

Di era Sriwijaya, alat tutur ini menjadi alat kebudayaan, yang muncul dalam buku pelajaran tentang agama Budha. Kemudian, menjadi alat tutur antar suku di kawasan Nusantara, yang membantu aktivitas perdagangan di masa lalu. Bahkan, digunakan tidak hanya pedagang lokal, namun juga yang datang dari negeri asing.

Adapun informasi dari ahli sejarah China I Tsing menyebutkan bahwa terdapat beberapa alat tutur pendamping pada era kerajaan tersebut. Termasuk salah satunya, Koen-louen yang menjadi alat hubung, yang tidak lain adalah Melayu itu sendiri.

Digunakan di Kawasan Nusantara

Perkembangan alat tutur tersebut semakin bertumbuh luas. Kemudian terlihat semakin jelas dari temuan peninggalan milik Kerajaan Islam. Baik berupa batu tulis seperti Minye Tujoh di Aceh, atau syair Hamzah Fansuri hingga Hikayat Raja Pasai.

Alat tutur ini kemudian menyebar ke seluruh kawasan tersebut, bersamaan dengan penyebaran Islam yang terus berkembang luas. Masyarakat mulai menerima alat tutur ini, menjadikannya sebagai alat interaksi antar pulau, suku, pedagang, bangsa hingga kerajaan. Sebab, alat tutur ini tidak mengenal adanya tingkat tutur.

Setelah makin banyak digunakan di banyak wilayah dan terus berkembang, alat tutur ini juga mendapatkan corak baru. Hal itu lantaran adanya pengaruh dari corak alat tutur daerah.

Tidak hanya itu, namun juga mengadaptasi beberapa kosakata beberapa alat tutur bangsa lain. Misalnya Sansekerta, Persia, Arab hingga negara-negara Eropa. Tidak heran kemudian dalam perkembanganya, muncul dialek tertentu dan variasi yang menambah dinamika alat tutur tersebut.

Mendorong Persatuan Indonesia

Perkembangan alat tutur tersebut kemudian memperkuat tumbuhnya rasa solidaritas, persaudaraan, hingga persatuan bangsa ini. Perbaikan interaksi antar kelompok masyarakat juga tidak lepas dari penggunaan alat tutur tersebut.

Para kelompok pemuda yang bergabung dalam wadah pergerakan kemudian menjadi alat tutur tersebut sebagai cara berinteraksi, ditandai dengan Sumpah Pemuda seperti disebutkan di atas.

Inilah tonggak penting yang menjadi momentum kebangkitan nasional. Yang kemudian didorong dengan adanya proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Kini, alat tutur ini sudah diucapkan oleh berbagai lapisan masyarakat. Baik di daerah hingga tingkat pusat.

author0
teknologi id bookmark icon
author

Novita Nurjannah

-

Tinggalkan Komentar

0 Komentar