.jpg)
Teknologi.id – Perusahaan media sosial X Corp, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, akhirnya mencapai kesepakatan besar dengan ribuan mantan karyawannya. Kesepakatan ini muncul setelah gugatan hukum panjang terkait pesangon yang belum dibayarkan sejak Elon Musk mengambil alih Twitter pada tahun 2022.
Nilai kesepakatan tersebut mencapai 500 juta dolar AS atau sekitar Rp8,1 triliun, angka yang menjadi sorotan publik dan dunia teknologi. Bagi para mantan karyawan, hasil ini merupakan titik terang setelah perjuangan hukum selama bertahun-tahun.
Baca juga: Elon Musk dan Sam Altman Adu Mulut di X/Twitter, Grok Ungkap Klaim Bohong Sang Bos
Latar Belakang Gugatan Pesangon
Masalah ini bermula ketika Elon Musk resmi mengakuisisi Twitter pada akhir 2022. Salah satu langkah besar yang diambil Musk adalah melakukan pemangkasan besar-besaran tenaga kerja, dengan total sekitar 6.000 orang diberhentikan.
Kebijakan ini dijalankan untuk memangkas biaya operasional, mengingat Musk menilai Twitter saat itu sedang dalam kondisi keuangan yang tidak sehat. Namun, gelombang PHK massal tersebut menimbulkan masalah baru.
Berdasarkan rencana pesangon tahun 2019, karyawan yang di-PHK seharusnya menerima dua bulan gaji pokok, ditambah satu minggu gaji untuk setiap tahun masa kerja. Untuk karyawan senior, kompensasi bisa mencapai enam bulan gaji pokok.
Namun, kenyataannya jauh berbeda. Sebagian besar karyawan hanya menerima maksimal satu bulan gaji, bahkan ada yang sama sekali tidak mendapatkan pesangon. Situasi inilah yang mendorong para karyawan untuk melayangkan gugatan hukum.
Perjalanan Panjang di Pengadilan
Awalnya, gugatan yang diajukan ke pengadilan federal di San Francisco sempat ditolak. Namun, para karyawan tidak menyerah. Mereka kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Banding AS ke-9, yang akhirnya menerima kasus tersebut.
Sidang lanjutan semula dijadwalkan pada 17 September 2025, namun kedua belah pihak meminta penundaan setelah tercapai kesepakatan penyelesaian.
Dalam dokumen pengadilan yang diajukan pada awal pekan ini, disebutkan bahwa X Corp dan perwakilan karyawan telah mencapai kesepakatan prinsip dan sedang menyusun perjanjian jangka panjang. Walaupun rincian lengkap perjanjian belum dipublikasikan, pengadilan harus memberikan persetujuan akhir sebelum dana benar-benar disalurkan.
Elon Musk dan Strategi Penghematan
Kebijakan pemangkasan karyawan oleh Elon Musk bukanlah hal yang mengejutkan. Sejak awal kepemilikan Twitter, Musk sudah menekankan perlunya efisiensi besar-besaran.
Beberapa divisi yang dianggap tidak krusial, seperti tim kepercayaan dan keamanan, hak asasi manusia, hingga tim komunikasi, ikut terkena imbas. Keputusan ini menuai pro dan kontra.
Di satu sisi, Musk dinilai berhasil menurunkan biaya operasional perusahaan. Namun di sisi lain, banyak pihak menilai langkah tersebut merusak ekosistem internal Twitter, yang kemudian bertransformasi menjadi X Corp.
Dampak PHK Massal di Industri Teknologi
Fenomena PHK yang dilakukan Musk ternyata tidak berdiri sendiri. Dalam periode yang hampir bersamaan, sejumlah raksasa teknologi seperti Meta (Facebook), Google, dan Microsoft juga melakukan pemangkasan tenaga kerja dalam jumlah besar.
Penyebab utamanya adalah efek pasca-pandemi Covid-19. Pada awal pandemi, perusahaan teknologi melakukan perekrutan besar-besaran untuk memenuhi lonjakan kebutuhan layanan digital. Namun, setelah pandemi mereda, permintaan menurun, dan biaya operasional harus ditekan.
Maka tak heran, PHK di Twitter menjadi salah satu gelombang pertama yang kemudian diikuti perusahaan teknologi besar lainnya.
Suara Mantan Karyawan
Gugatan hukum terhadap X Corp dipimpin oleh mantan karyawan bernama Courtney McMillian, yang mewakili ribuan karyawan terdampak. McMillian dan timnya menegaskan bahwa perusahaan telah mengabaikan hak-hak pekerja dengan menolak membayar pesangon sesuai kesepakatan perusahaan sebelumnya.
Banyak dari mereka merasa diperlakukan tidak adil, terutama setelah bertahun-tahun berkontribusi pada pertumbuhan Twitter.
Selain masalah pesangon, banyak mantan karyawan juga mengkritik cara Musk menangani proses PHK. Mereka menilai proses tersebut dilakukan secara tiba-tiba, tanpa komunikasi yang memadai, dan tidak memberikan ruang transisi bagi karyawan.
Analisis: Apa Artinya untuk X Corp?
Kesepakatan senilai Rp8,1 triliun tentu bukan angka kecil. Namun, bagi X Corp, menyelesaikan masalah ini bisa jadi langkah penting untuk membersihkan catatan hukum mereka dan mengurangi tekanan publik.
-
Reputasi Perusahaan
X Corp selama ini sudah menghadapi banyak kritik terkait arah baru perusahaan di bawah Musk. Dengan menyelesaikan gugatan, setidaknya mereka bisa menunjukkan komitmen dalam menuntaskan masalah lama. -
Kepastian Hukum
Gugatan hukum yang berlarut-larut berpotensi menghambat fokus perusahaan dalam berinovasi. Kesepakatan ini membuka jalan agar X Corp bisa lebih fokus ke pengembangan bisnis. -
Dampak Finansial
Walaupun jumlah pesangon besar, X Corp diyakini mampu menanggungnya. Musk sendiri adalah salah satu orang terkaya di dunia, dan perusahaan telah melakukan langkah efisiensi sejak awal.
Apa yang Bisa Dipelajari Perusahaan Lain?
Kasus X Corp memberikan pelajaran berharga bagi perusahaan, terutama di sektor teknologi:
-
Transparansi sangat penting. Keputusan PHK harus disampaikan dengan jelas, disertai rencana kompensasi yang adil.
-
Menghargai hak pekerja. Perusahaan tidak bisa begitu saja mengabaikan perjanjian yang sudah ditetapkan.
-
Mengantisipasi dampak jangka panjang. PHK massal bisa menurunkan moral karyawan yang tersisa dan merusak reputasi perusahaan di mata publik.
Baca juga: Elon Musk Daftarkan Merek Dagang “MacroHard”, Sindiran atau Revolusi AI Baru?
Kesepakatan X Corp untuk membayar pesangon sebesar Rp8,1 triliun menandai akhir dari salah satu kasus hukum paling menonjol pasca-akuisisi Twitter oleh Elon Musk.
Meski angka yang dibayarkan sangat besar, bagi mantan karyawan, ini adalah bentuk keadilan setelah perjuangan panjang. Bagi perusahaan, penyelesaian ini bisa menjadi titik balik untuk melangkah maju dengan lebih stabil.
Kasus ini sekaligus menjadi pengingat bagi seluruh perusahaan teknologi bahwa inovasi dan efisiensi tidak boleh mengorbankan hak-hak pekerja.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(fnf)

Tinggalkan Komentar