Sumber: Muhammad Rizki / Unsplash
Teknologi.id – Emoji kini bukan sekadar simbol lucu dalam percakapan digital. Satu tanda jempol 👍 ternyata bisa berujung sengketa hukum serius. Buktinya, seorang petani Kanada harus membayar denda hampir Rp 1 miliar hanya karena mengirim emoji sebagai respons kontrak bisnis.
Awal Mula: Emoji dalam Kontrak Bisnis
Kasus ini terjadi pada 2021, melibatkan Chris Achter, petani dari Swift Current, Saskatchewan. Achter menerima foto kontrak pembelian rami dari perusahaan agribisnis South West Terminal. Sebagai balasan, ia hanya mengirim emoji jempol 👍 lewat ponsel.
Bagi Achter, emoji itu hanya tanda “sudah menerima dokumen,” bukan persetujuan. Namun, South West Terminal menafsirkan emoji tersebut sebagai bentuk persetujuan, lalu menunggu pengiriman barang sesuai kontrak. Masalah muncul ketika barang tak pernah dikirim, dan perusahaan menggugat Achter atas dugaan wanprestasi.
Baca juga: 10 Emoji yang Sering Disalahartikan dan Arti Sebenarnya
Emoji Dibawa ke Meja Hijau
Kasus ini akhirnya sampai ke pengadilan, menghadirkan perdebatan unik soal makna emoji. Dalam dokumen sidang, terdapat 24 contoh emoji yang dibahas untuk menunjukkan bagaimana simbol digital bisa memiliki arti berbeda.
Hakim TJ Keene yang memimpin sidang pun dihadapkan pada pertanyaan: apakah emoji bisa sah menggantikan tanda tangan?
Dalam putusannya, Keene menyatakan bahwa emoji jempol dari Achter dapat ditafsirkan sebagai persetujuan kontrak. Tindakan Achter dianggap konsisten dengan perilaku sebelumnya, di mana ia biasa mengonfirmasi kontrak melalui pesan singkat. Bedanya, kali ini ia hanya menggunakan emoji.
“Menurut saya, persyaratan tanda tangan dipenuhi oleh emoji jempol dari Chris dan ponselnya yang unik,” kata Keene, dikutip dari Reuters (30/9/2025).
Vonis dan Denda Fantastis
Karena putusan ini, Achter harus membayar denda sebesar 82.000 dolar Kanada atau setara Rp 935 juta. Angka fantastis ini muncul hanya karena satu emoji jempol.
Putusan ini memicu pro-kontra. Hakim beralasan, hukum harus menyesuaikan perkembangan zaman. Komunikasi digital yang semakin dominan membuat simbol sederhana seperti emoji bisa memiliki makna hukum serius.
Saat Emoji Jadi Bahasa Hukum
Kasus ini menjadi pengingat bahwa simbol digital bukan sekadar hiburan. Di dunia bisnis, satu emoji bisa menjadi bukti hukum yang sah. Para pakar hukum kini menyoroti bagaimana emoji bisa berfungsi sebagai bentuk komunikasi resmi, terutama dalam konteks kontrak.
Emoji jempol yang biasanya berarti “oke” atau “siap” ternyata bisa memiliki bobot hukum. Fenomena ini menunjukkan bahwa dunia digital dan hukum kini saling berkaitan lebih erat daripada sebelumnya.
Reaksi Publik: Kaget dan Tertawa Pahit
Berita ini langsung viral. Banyak warganet tercengang, bahkan ada yang menanggapinya dengan candaan. Sebagian menilai putusan terlalu kaku, sementara yang lain mendukungnya, mengingat pentingnya profesionalisme dalam bisnis.
Pelajaran dari Kasus Chris Achter
Kasus ini membuktikan bahwa bahasa digital punya bobot hukum nyata. Emoji, stiker, atau simbol lain yang kita anggap sepele bisa menjadi alat bukti serius.
Bagi dunia hukum, ini tantangan baru: menafsirkan komunikasi digital yang sering ambigu. Bagi masyarakat, pelajaran pentingnya jelas: berhati-hatilah menggunakan emoji, terutama dalam urusan bisnis.
Dunia Digital, Dunia Serius
Di era komunikasi digital, apa yang kita kirim lewat ponsel bisa memiliki konsekuensi nyata. Emoji jempol yang tampak sederhana bisa menjadi “tanda tangan digital” yang merugikan pihak tertentu. Kasus ini menjadi peringatan global: pahami konteks dan jangan meremehkan kekuatan satu simbol digital.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(mo)