
Teknologi.id – Isu transfer data pribadi Indonesia ke Amerika Serikat kembali menjadi perhatian publik. Di tengah rencana finalisasi kesepakatan dagang RI-AS, pemerintah Indonesia menargetkan pembentukan Lembaga Pengawas Perlindungan Data Pribadi (PDP) selesai pada Agustus 2025.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi), Nezar Patria, menjelaskan bahwa proses harmonisasi aturan pembentukan lembaga pengawas ini sedang dikebut. “Pasalnya, ada lebih dari 200 aturan yang perlu diselaraskan. Target kami, Agustus sudah selesai,” ujarnya dalam pernyataan resmi di Jakarta (28/7/2025).
Kenapa Transfer Data Pribadi ke AS Jadi Kontroversi?
Transfer data pribadi lintas negara bukan hal baru. Namun, dalam konteks Indonesia-AS, isu ini menjadi strategis. Data pribadi bukan sekadar angka, melainkan aset digital yang mencakup identitas, transaksi keuangan, hingga preferensi pengguna.
Kesepakatan dagang RI-AS yang diumumkan Gedung Putih pada 22 Juli 2025 memuat rencana cross-border data transfer (CBDT) dari Indonesia ke AS. Sayangnya, Amerika Serikat hingga kini belum memiliki regulasi perlindungan data setara General Data Protection Regulation (GDPR) milik Uni Eropa.
Inilah yang menimbulkan kekhawatiran: bagaimana menjamin keamanan data warga Indonesia di luar negeri jika tidak ada standar perlindungan yang setara?
Baca juga: Kesepakatan Baru: Data Pribadi Indonesia Bisa Ditransfer ke AS
UU PDP Sudah Berlaku, Tapi Lembaga Pengawas Belum Ada
UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) mengamanatkan pembentukan lembaga pengawas maksimal dua tahun setelah pengesahan. Namun hingga Juli 2025, lembaga ini belum juga terbentuk, melewati tenggat Oktober 2024.
Pasal 58 hingga 60 UU PDP menyebutkan tugas lembaga ini meliputi:
-
Merumuskan kebijakan perlindungan data pribadi
-
Mengawasi kepatuhan pengendali dan pemroses data
-
Menjatuhkan sanksi administratif atas pelanggaran
-
Menilai kelayakan transfer data lintas negara
-
Memfasilitasi penyelesaian sengketa data pribadi
Tanpa lembaga pengawas, pengamanan transfer data pribadi lintas negara sangat lemah dan berisiko disalahgunakan.
DPR Desak Pembentukan Lembaga PDP Segera
Anggota Komisi I DPR, Oleh Soleh, menyebut pembentukan lembaga PDP sebagai hal yang sangat mendesak. Tanpa kehadiran lembaga ini, hak-hak masyarakat dalam perlindungan data bisa terabaikan.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi I, Sukamta. Ia menegaskan bahwa proses transfer data ke luar negeri harus tunduk penuh pada UU PDP. Bahkan, jika tidak ada perlindungan memadai, penyelenggara data wajib meminta persetujuan eksplisit dari pemilik data sebelum dilakukan transfer.
Prinsip "Data Flows with Condition" Jadi Landasan
Menurut Nezar Patria, Indonesia menganut prinsip data flows with condition, yang berarti transfer data ke luar negeri hanya boleh dilakukan jika memenuhi syarat keamanan tertentu.
Pasal 56 UU PDP mewajibkan:
-
Adanya kesepakatan antarnegara
-
Kepastian perlindungan data setara
-
Evaluasi kelayakan transfer oleh otoritas Indonesia
“Kesepakatan dagang RI-AS tidak menghapus kewajiban perlindungan. Semua tetap tunduk pada UU PDP,” tegas Nezar.
Baca juga: Meutya Hafid Buka Suara soal Transfer Data Pribadi Indonesia ke AS
Kenapa AS Ingin Akses Data dari Indonesia?
Permintaan transfer data biasanya muncul dalam konteks kerja sama dagang dan teknologi digital. Banyak perusahaan raksasa asal AS seperti Google, Meta, dan Amazon memproses data pengguna dari seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Namun, tanpa mekanisme yang jelas, arus data bisa membahayakan kedaulatan digital suatu negara.
Tugas Berat Menanti Lembaga Pengawas PDP
Jika benar-benar terbentuk pada Agustus 2025, lembaga PDP akan menghadapi tantangan besar, antara lain:
-
Menilai kelayakan transfer data ke luar negeri
-
Mengawasi kepatuhan pelaku industri digital
-
Menindak pelanggaran administratif maupun pidana
-
Berkoordinasi dengan lembaga perlindungan data dari negara lain
Kedaulatan Digital Jadi Taruhan
Transfer data pribadi ke luar negeri bukan cuma soal teknis, tapi juga menyangkut kedaulatan digital dan keamanan nasional. Sukamta menekankan pentingnya perlindungan timbal balik.
“Negosiasi transfer data harus adil dan transparan. Jangan sampai data Indonesia dimanfaatkan pihak asing tanpa perlindungan hukum yang memadai,” tegasnya.
Penutup: Agustus Jadi Penentu Masa Depan Data Indonesia
Dengan target pembentukan Lembaga Pengawas PDP pada Agustus 2025, pemerintah harus membuktikan komitmennya dalam melindungi data pribadi warga. Jika terlambat lagi, Indonesia bukan hanya akan kehilangan kendali atas data, tapi juga kepercayaan publik dalam perdagangan digital global.
Baca Berita dan Artikel yang lain di Google News.
(fnf)